Purwakarta di Atas Tanah Rawan, Ancaman Gempa Mengintai

Posted on

Purwakarta, salah satu kabupaten di Jawa Barat, ternyata berdiri di atas tanah yang rawan bergetar. Kedekatannya dengan Sesar Lembang dan West Java Back Arc Thrust membuat wilayah ini tak pernah benar-benar tenang dari ancaman gempabumi.

Buktinya, pada 20 Agustus 2025, gempa berkekuatan magnitudo 4,9 mengguncang. Sejumlah bangunan retak, kepanikan merambat di jalanan, dan warga berhamburan mencari tempat aman. Momen itu seolah menjadi pengingat keras: Purwakarta memang berada di jalur rawan.

Kepala Stasiun Geofisika Kelas I Bandung, Teguh Rahayu, menegaskan bahwa ancaman tak hanya datang dari sesar aktif di daratan. Ada bahaya yang lebih besar mengintai dari laut.

Zona megathrust Selat Sunda, kata dia, juga menjadi momok. Jika skenario gempa besar M9,0 benar terjadi, Purwakarta berpotensi diguncang dengan skala VI-VII MMI. Walau tak berpotensi tsunami, Teguh mengingatkan kerusakan serius tetap bisa terjadi.

“Meski tidak berisiko tsunami dampak guncangan diperkirakan bisa menimbulkan kerusakan serius pada bangunan dan infrastruktur,” ujarnya kepada awak media, Senin (29/09/2025).

Melihat tren peningkatan aktivitas gempabumi di Jawa Barat, BMKG menegaskan perlunya mitigasi berkelanjutan. Targetnya jelas, zero victim.

Salah satu upaya yang kini dikembangkan adalah Sistem Peringatan Dini Gempabumi atau Earthquake Early Warning System (EEWS). Sistem ini bisa memberi peringatan beberapa info sebelum guncangan terasa, meski tetap ada keterbatasan terutama pada wilayah dekat pusat gempa (blind zone).

Sebagai langkah nyata, BMKG Stasiun Geofisika Kelas I Bandung menggelar Sekolah Lapang Gempabumi (SLG) dan Tsunami di Kabupaten Purwakarta, Senin (29/9/2025). Lokasinya dipusatkan di Pondok Pesantren Al-Irfan, Desa Mekargalih, Kecamatan Jatiluhur.

“Kegiatan ini dipusatkan di Pondok Pesantren Al-Irfan, Desa Mekargalih, Kecamatan Jatiluhur, dan diikuti sekitar 50 peserta dari unsur BPBD, Forkopimcam, perangkat desa, pimpinan pondok, tokoh masyarakat, relawan, hingga para santri,” katanya.

Sejak digelar pertama kali pada 2015, SLG telah menjangkau daerah rawan di Pangandaran, Garut, Sukabumi, Sumedang, hingga Tasikmalaya.

Dalam satu hari, peserta digembleng berbagai materi mulai dari paparan potensi ancaman gempa, pengenalan produk informasi BMKG, teknik tanggap bencana, hingga simulasi jalur evakuasi. Mereka juga mengikuti Table Top Exercise (TTX) dan menyusun rekomendasi tindak lanjut.

Tak berhenti di situ, program Goes to School juga digelar di lingkungan pesantren. Sebanyak 400 siswa MI, MTs, dan MA Al-Irfan beserta guru ikut merasakan edukasi kesiapsiagaan bencana.

“Purwakarta punya potensi gempa yang nyata. Melalui kegiatan ini, kami ingin masyarakat lebih paham dan terampil dalam menghadapi ancaman gempabumi. Harapannya, kesiapsiagaan yang dibangun bisa benar-benar menyelamatkan nyawa,” pungkasnya.

Sehari Penuh Belajar Tanggap Bencana