Polusi cahaya dari sorot lampu-lampu bangunan komersil serta hunian di kawasan Lembang, Kabupaten Bandung Barat (KBB) ternyata menjadi persoalan untuk Observatorium Bosscha dan hewan nokturnal.
Polusi cahaya mengganggu proses pengamatan benda-benda langit dari Observatorium Bosscha yang sudah berdiri sejak tahun 1913. Terangnya cahaya dari bawah yang menyorot lalu menyebar ke atas membuat langit malam di Lembang tak lagi cocok sebagai tempat pengamatan fenomena astronomi.
Polusi cahaya yang tidak terkendali berpotensi mengurangi kemampuan observasi dari Observatorium Bosscha, mengganggu kehidupan satwa malam, serta mengikis identitas Lembang sebagai kawasan wisata ilmiah.
“Jadi cahaya diperlukan dan itu penting, tapi persoalan sekarang kadangkala kita tidak paham bahwa cahaya yang kita munculkan justru membuat langit kita menjadi terang. Yang terang itu kan harusnya ke bawah bukan menerangi langit kita,” ujar Wakil Rektor Bidang Akademik dan Kemahasiswaan ITB, Prof. Dr. Irwan Meilano, ST, MSc, saat ditemui, Sabtu (22/11/2025).
Kualitas pengamatan di Observatorium Bosscha berdasarkan deret waktu sejak tahun 1930-an, lalu 1980-an, hingga tahun 1990-an mengalami perubahan yang sangat signifikan. Kualitasnya cenderung menurun di medio 90-an.
“Perubahan yang cepat itu di tahun 90-an, bahwa dari tahun 90-an itu pengamatan semakin lemah dan polusi cahaya semakin banyak. Cuma itu juga sesuatu yang positif karena perekonomian kita semakin membaik, tapi waktu itu mungkin kita belum mampu mengatur cahaya terutama arah dan waktunya,” kata Irwan.
Selain berdampak pada kualitas pengamatan, polusi cahaya juga memberikan efek yang kurang baik pada kesehatan manusia serta satwa malam bahkan tumbuhan.
“Terlalu banyak cahaya juga tidak baik untuk kesehatan. Jadi secara alamiah kita tidak butuh cahaya terlalu terang atau terus-terusan. Dampaknya bagi lingkungan, bagi hewan, kan keganggu juga,” kata Irwan.
“Utamanya memang untuk kebutuhan penelitian, karena kita masih mengandalkan sistem optik dimana mengandalkan cahaya dari sumber bintang. Nah begitu cahaya bintang terhalangi oleh sumber cahaya lain maka kualitas atau kemampuan kita untuk memahami bintang-bintang kita akan semakin kurang,” imbuhnya.
Solusi yang paling sederhana, yakni pengaturan. Mulai dari pengaturan waktu penggunaan lampu dari bangunan-bangunan di Lembang seperti bangunan wisata serta permukiman.
“Sebetulnya tinggal mengatur saja, waktunya dibatasi. Jadi jangan harus selalu dinyalakan. Kemudian arahnya pun harus tepat, enggak perlu juga kan diarahkan ke atas apalagi diarahkan ke langit,” ujar Irwan.
Sementara itu, Bupati Bandung Barat, Jeje Ritchie Ismail mengatakan pihaknya akan ikut membantu melakukan penataan polusi cahaya sebagai upaya mendukung keandalan Observatorium Bosscha yang merupakan situs cagar budaya dan sarana edukasi tingkat nasional.
“Bosscha bukan hanya kebanggaan Bandung Barat, tetapi aset nasional yang harus dilestarikan. Polusi cahaya yang memancar ke atas sangat mengganggu observasi astronomi dan berbahaya bagi lingkungan. Karena itu nanti akan ada regulasi, termasuk sosialisasi ke pelaku wisata dan masyarakat,” ujar Jeje.
Sektor pariwisata yang berjubel di kawasan Lembang menjadi salah satu penyumbang polusi cahaya. Menurut Jeje, perlu ada edukasi bagi para pelaku wisata soal dampak dari polusi cahaya yang ditimbulkan.
“Perekonomian memang membutuhkan cahaya, tapi penggunaannya harus diatur. Termasuk pencahayaan jalan umum (PJU) agar tidak menimbulkan pencemaran cahaya,” ucapnya.
