Ormas Petir Mau Dibekukan gegara Ulah Ketum Peras Pengusaha Rp 5 M

Posted on

Organisasi kemasyarakatan (ormas) Pemuda Tri Karya (Petir) Riau dalam proses pembekuan di Kementerian Hukum (Kemenkum). Pembekuan ini buntut Ketum Petir Jekson Sihombing (JS), yang diduga memeras pengusaha Rp 5 miliar.

“Iya itu prosesnya di Kemenkum, saya kira sudah ada koordinasi,” kata Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kemendagri, Bahtiar, kepada wartawan, di Kota Pekanbaru, Selasa (28/10/2025).

Bahtiar menyampaikan pihaknya telah mendapatkan informasi terkait kedudukan ormas Petir tersebut. Ia mengatakan, Kapolda Riau Irjen Pol Herry Heryawan telah menyampaikan rekomendasi terkait pembekuan Petir tersebut.

“Saya dapat informasi terhadap organisasinya itu kan berbadan hukum, dan Pak Kapolda juga sudah buat proses ke Menteri Hukum dan HAM,” jelasnya.

Bahtiar menyampaikan, yayasan atau ormas menganut asas contrarius actus, yang mana pembekuan atau pencabutan badan hukum atas lembaga tersebut dikembalikan kepada lembaga/kementerian yang mengesahkan, dalam hal ini adalah Kemenkum.

“Kan kalau badan hukum itu undang-undang yayasan dan perkumpulan itu kan azasnya kontratius aktus, siapa yang menerbitkan pengesahannya, lembaga itu juga yang harus mencabutnya,” jelasnya.

Bahtiar juga menjelaskan, terhadap perkara ini pihaknya juga telah mengirimkan perwakilan bidang Ormas ke Riau untuk memantau secara langsung kasus yang menjerat oknum Ketua Ormas tersebut.

“Ada perwakilan yang kita kirim ke Riau beberapa waktu lalu dan kami sudah monitor. Hak berkumpul boleh tapi semuanya ada batasannya, batas hukum ada nilai yang perlu dijaga,” katanya.

Ia menambahkan keberadaan ormas harus memberikan manfaat bagi masyarakat, bukan sebaliknya. Adapun, kebebasan berserikat yang diatur dalam undang-undang bukan berarti ormas tersebut dapat menyalahgunakan kewenangannya untuk melakukan tindak pidana, dalam hal ini pemerasan.

“Sedangkan penegakan hukum adalah tugas kepolisian yang harus dijalankan. Jadi negara ini harus dikelola secara baik, berbeda antara demokrasi dengan kriminal,” tegas Bahtiar.

Oleh karena itu, Bahtiar menilai penegakan hukum yang dilakukan oleh Polda Riau terhadap Jekson Sihombing sudah tepat dan sesuai koridor hukum yang berlaku.

“Jadi beda demokrasi dengan kriminal dan kejahatan. Saya kira penindakan yang dilakukan aparat kepolisian sudah sesuai dengan aturan undang-undang yang berlaku dan kita hormati,” pungkasnya.

Seperti diketahui, JS dilaporkan atas dugaan pemerasan dengan modus mengancam korban menggunakan sejumlah media online tanpa diberikan hak jawab. JS menuding perusahaan korban melakukan korupsi dan pencemaran lingkungan.

Dengan kedoknya sebagai ormas, JS kemudian mengancam akan melakukan demo di Jakarta. Dia lantas meminta pihak perusahaan Rp 5 miliar jika tidak ingin hal tersebut di-blow up ke media.

Di sisi lain, pihak perusahaan merasa dirugikan atas pemberitaan yang tidak benar itu dan kehilangan kepercayaan dari para investor. Atas hal itu, pihak perusahaan merasa dirugikan.

JS telah ditetapkan sebagai tersangka. Dia dijerat dengan Pasal 368 Ayat (1) KUHP tentang Pemerasan, dengan ancaman pidana penjara paling lama sembilan tahun.

Artikel ini telah tayang di

Ancam Korban dengan Media Online Tanpa Hak Jawab