Upaya Pemprov Jabar Atasi Ragam Potensi Bencana di Lembang

Posted on

Pemerintah Provinsi Jawa Barat mulai mengambil langkah konkret untuk mengatasi persoalan alih fungsi lahan di kawasan Lembang, Kabupaten Bandung Barat yang selama ini menjadi salah satu penyebab utama tingginya risiko bencana.

Salah satu upaya utama yang kini tengah digenjot adalah penyusunan Rencana Aksi Daerah (RAD) sebagai tindak lanjut dari Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 11 Tahun 2025 tentang Pengendalian Alih Fungsi Lahan.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Jawa Barat, Ai Saadiyah Dwidaningsi mengatakan, bahwa pengendalian alih fungsi lahan tidak bisa dilakukan secara sektoral. Pemerintah harus melibatkan berbagai pihak, mulai dari instansi teknis hingga akademisi.

“Seperti contohnya saat ini, arahan dari Pak Gubernur adalah melakukan audit lingkungan, audit tata ruang. Itu dilaksanakan bersama-sama dengan teman-teman dari BMPR dan lain sebagainya,” kata Ai saat ditemui di Gedung Pakuan, Rabu (4/6/2025).

“Ini sudah berjalan, kita libatkan juga dari akademisi, dari IPB, dari ITB, sesuai arahan Pak Gubernur,” sambungnya.

Masifnya pembangunan di Kawasan Bandung Utara (KBU), khususnya di wilayah Lembang, menjadi sorotan utama. Ai menegaskan, pihaknya bersama tim Pengendalian Alih Fungsi Lahan kini sedang melakukan inventarisasi terhadap sejumlah bangunan yang diduga melanggar aturan tata ruang.

“Tetapi untuk tindak lanjutnya sesuai dengan kewenangan ya, misalnya kalau memang itu kewenangan kabupaten kita bersurat untuk merekomendasikan. Eksekusinya nanti dari pemerintah kabupaten kota, termasuk juga ke pusat,” kata Ai.

Lebih lanjut, ia menjelaskan, bahwa sejumlah perizinan yang menjadi sorotan publik berada di bawah kewenangan pemerintah pusat. Gubernur Dedi Mulyadi, menurut Ai, akan menyurati kementerian terkait untuk mengevaluasi hal tersebut.

“Ada beberapa izin yang kemarin menjadi isu gitu ya, yang menjadi kewenangan pusat, nanti Pak Gubernur yang akan menyurati ke menteri Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) misalnya untuk melakukan evaluasi terhadap perizinannya,” jelasnya..

Diketahui, kondisi alih fungsi lahan di Lembang cukup memprihatinkan. Bahkan menurut data Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) KBB, hanya sekitar 50 persen pembangunan yang tercatat di sistem Online Single Submission (OSS).

Ai menegaskan, meski sudah ada Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (PKKPR) dan perizinan lingkungan, semua pembangunan nantinya tetap akan dikaji secara menyeluruh dalam forum tata ruang daerah sebelum diberi lampu hijau untuk lanjut.

“Nanti setelah itu baru diputuskan ini bisa lanjut atau tidak seperti itu. Jadi salah satu filter yang sedang akan kita terapkan seperti itu. Tapi kalau misalnya tadi khusus untuk di KBU kita terus masih inventarisasi, terus berjalan yang penting kan kita sudah punya sistem, kita sudah punya SOP,” tuturnya.

Ai juga menyampaikan bahwa Pemprov akan menjalankan kembali fungsi tata ruang secara penuh, sebab persoalan lingkungan sering kali bermula dari tata kelola ruang yang lemah.

“Termasuk yang kemarin di Parongpong itu (Eiger) tim kami dari DLH sudah menindaklanjuti sudah melakukan apa namanya penyegelan bahkan begitu ya karena dilihat dari dokumen lingkungannya itu memang ada bagian dari bangunan yang tidak ada dalam dokumen lingkungannya,” ujarnya.

“Jadi kita tetap masuk karena kita menganggap itu adalah bagian dari apa namanya pengaduan masyarakat lah begitu ya. Tapi kemudian tindak lanjutnya seperti apa? Itu kita serahkan ke kabupaten untuk mengeksekusinya,” tandasnya.