Sisi Lain Debt Collector

Posted on

Debt collector atau penagih utang ternyata memiliki seluk beluk kehidupan atau sisi lain yang menarik untuk kita selami.

Di balik stereotipe sosok berbadan kekar, bertampang sangar dan kata-kata khas ‘raja tega’, ternyata ada sesosok manusia berhati nurani yang juga sama memiliki perkara hidup yang berliku-liku.

Seperti yang dirasakan Regina Ramadhani (27), yang setiap hari menyusuri jalanan dan gang-gang di wilayah Kabupaten Bandung Barat (KBB) untuk menarik utang dari kreditur macet.

Jauh dari citra debt collector, ibu tunggal ini tak memiliki perawakan seperti yang dibayangkan. Tubuhnya mungil, tetapi tanggung jawabnya besar karena harus menghidupi seorang anak dengan profesi yang tak biasa.

Selain menempuh perjalanan berkilo-kilometer setiap harinya, ia juga harus berhadapan dengan kreditur berkedok oknum ormas yang galak. Sampai-sampai kepalanya menjadi sasaran.

Sedikit bergeser ke Kota Bandung, di sana ada Maman Sulaeman (55). Seorang profesional, yang sudah berkecimpung di dunia tagih menagih selama 15 tahun lebih. Selama itu pula batinnya sering berkecamuk.

Perang batin yang Maman rasakan bahkan tak asal-asalan. Sebab ada satu waktu Maman harus berselisih paham dengan atasan kantornya lantaran tak mau menarik motor seorang kreditur yang sedang dalam kondisi kesulitan secara perekonomian.

Dari Maman, kita juga akan belajar bahwa menjadi seorang debt collector itu tak boleh asal-asalan. Perlu keterampilan, seni menagih hingga lisensi agar pekerjaan bisa terselesaikan dengan aman.

Atau cerita dari Dedes, mantan penagih utang dari Sukabumi. Ia berkelakar, modal wajah yang agak seram sering kali membuat kreditur takut sendiri. Ceritanya pensiun dari dunia debt collector pun menarik untuk disimak.

Di dalam liputan tematik ini juga dibahas dari sudut pandang kreditur atau warga, salah satunya adalah kisah Mali warga Kabupaten Sukabumi. Ia membuat langkah cerdas agar bisa melunasi utang dan lolos dari debt collector yang bekerja intimidatif.

Di dalam tematik Sisi Lain Debt Collector juga akan dibahas mengenai kenapa debt collector kerap dianggap sebagai ‘public enemy‘, seperti yang dipaparkan oleh sosiolog Universitas Padjadjaran (Unpad) Ari Ginanjar. Menurutnya ada hubungan antara pola kerja debt collector dan eksposure informasi.

Terlepas dari itu semua, debt collector juga manusia biasa. Mereka juga rentan menjadi korban kekerasan atau tindakan kriminal yang menghilangkan nyawa.