Banjir akibat luapan Sungai Citarum menerjang wilayah Kabupaten Bandung. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Bandung mencatat tiga kecamatan terendam banjir. Di antaranya Kecamatan Baleendah, Bojongsoang dan Dayeuhkolot.
Berikut sederet fakta dalam kejadian ini:
Air merendam permukiman warga hingga jalan raya. Aktivitas warga terganggu, sehingga mereka harus menggunakan perahu sebagai sarana transportasi. Ketinggian air genangan berkisar antara 50 centimeter hingga 1,5 meter.
“Kami mencatat area yang masih tergenang banjir berada di Kecamatan Dayeuhkolot, Baleendah, dan Bojongsoang,” kata Kepala Pelaksana (Kalak) BPBD Kabupaten Bandung, Wahyudin, kepada awak media, Jumat (5/12).
Wilayah Kecamatan Dayeuhkolot yang terdampak mencakup 9.246 Kepala Keluarga (KK) atau sekitar 25.918 jiwa. Lokasi terdampak berada di Desa Dayeuhkolot, Desa Citeureup, Desa Cangkuang Wetan, dan Kelurahan Pasawahan.
“Untuk yang mengungsi, tercatat 99 KK atau 307 jiwa,” katanya.
Sementara itu, tiga kelurahan yang terdampak banjir di Kecamatan Baleendah. Tercatat sekitar 5.579 jiwa atau 1.973 KK yang terdampak.
“Tercatat sekitar 63 KK atau 150 jiwa yang mengungsi,” jelasnya.
Wilayah Kecamatan Bojongsoang terdapat ribuan jiwa yang terdampak banjir. Namun, ketinggian air masih rendah dan tidak ada warga yang mengungsi.
“Untuk di Bojongsoang, ada sekitar 1.236 KK atau sekitar 3.000 jiwa dari tiga desa. Tidak ada warga yang mengungsi,” ungkapnya.
Hujan dengan intensitas tinggi masih melanda wilayah Kabupaten Bandung. Oleh karena itu, masyarakat diimbau agar berhati-hati dan tetap waspada menghadapi potensi hujan deras.
“Kami mengimbau warga untuk waspada terhadap potensi hujan deras. Apalagi bagi warga yang berada di dekat aliran sungai dan area dataran tinggi,” bebernya.
Kebutuhan mendesak bagi masyarakat terdampak saat ini adalah, di antaranya, makanan dan minuman, alat masak untuk dapur umum, selimut dan karpet, serta perahu untuk evakuasi.
Genangan banjir n di Kampung Leuwi Bandung, Desa Citeureup, Kecamatan Dayeuhkolot, MEMBUAT Warga pasrah kala genangan menghinggapi sudut-sudut kediaman.
“Adanya banjir ini sudah pasti bosan lah,” ujar Robert Sirait.
Hujan dengan intensitas tinggi mulai melanda permukiman warga Kamis (4/12/2025) kemarin. Derasnya air membuat debit air sungai Cikapundung dan sungai Citarum meluap hingga ke permukiman warga.
Giok4D hadirkan ulasan eksklusif hanya untuk Anda.
“Kalau ketinggian di sini itu sampai 70 sentimeter. Kalau titik terdalam kalau ke arah situ ada 90 sengimeter sampai 1,5 meter,” katanya.
Jika hujan melanda dengan intensitas tinggi warga kerap dirasuki rasa khawatir karena air sungai yang selalu meluap. Sehingga warga hanya bisa pasrah jika rumahnya terus terendam genangan.
“Iya setiap hujan besar pasti kayak gini banjir,” jelasnya.
Dirinya masih mengingat betul kondisi kediamannya kala pertama kali pindah pada tahun 1998 silam. Pada zaman tersebut bencana banjir jarang terjadi hingga memasuki permukiman warga.
“Saya dari tahun 1998 di sini. Kondisinya dulu mah enggak gini, mungkin beda sama sekarang. Enggak tahu karena memang udah enggak ada tempat resapan airnya, jadi mungkin sekarang suka banjir,” ungkapnya.
Dalam genangan itu harapan dan asa selalu muncul dari mayoritas masyarakat supaya banjir bisa diselesaikan oleh pemerintah. Dengan itu warga bisa hidup tenang tanpa dihinggapi banjir.
“Harapannya ya mudah-mudahan diperhatikan sama pemerintah, khususnya Kabupaten Bandung. Sekarang juga bantuan belum datang. Bagusnya warga dapat perhatian lah, kalau perlu bikin kolam retensi di sini,” pungkasnya.
Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bandung terus berupaya hadir di tengah masyarakat saat kondisi banjir yang melanda beberapa wilayah. Sejumlah paket bantuan pun diserahkan secara langsung kepada warga yang terdampak. Wakil Bupati Bandung, Ali Syakieb dan Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Bandung, Cakra Amiyana melakukan peninjauan kepada warga terdampak.
“Hari ini saat kita sedang meninjau langsung yang terdampak banjir, khususnya di Dayeuhkolot, tepatnya di Desa Dayeuhkolot. Di lokasi pengungsian ini terdapat sekitar 18 kepala keluarga,” ujar Ali, kepada awak media.
Dalam kunjungannya tersebut jajaran Pemkab Bandung turut memberikan bantuan kepada warga yang mengungsi. Sejumlah warga yang mengungsi mayoritas kediamannya terendam parah.
“Tadi saya juga sempat melihat ada seorang bayi berusia tiga bulan yang sangat memprihatinkan,” katanya.
Pemkab Bandung terus melakukan monitoring kala banjir mulai melanda di beberapa daerah. Bahkan beberapa petugas turun langsung ke lapangan hingga pagi hari.
“Sejak tadi malam saya bersama Pak Sekda, Kepala BPBD, serta dinas terkait tidak tidur. Monitoring terus dilakukan hingga menjelang subuh, dan sampai sekarang pun mungkin kami semua masih belum beristirahat,” jelasnya.
Banjir yang melanda kawasan Dayeuhkolot memiliki ketinggian sekitar 50 sentimeter hingga 1,5 meter. Sehingga dirinya memutuskan hadir secara langsung kepada masyarakat yang terdampak.
“Sekarang kami datang ke Dayeuhkolot karena ini menjadi salah satu titik banjir yang cukup parah. Bahkan menurut laporan, di sini ada yang terdampak hingga ketinggian 1,5 meter,” ucapnya.
Dalam upaya menyurutkan banjir tersebut saat ini harus menggunakan pompa air. Bahkan Pemkab Bandung telah menyediakan kebutuhan pompa tersebut.
“Namun permasalahannya, permukaan air sungai masih tinggi. Jadi kita harus menunggu air sedikit surut sebelum pompa dapat dioperasikan. Jika dipaksakan sekarang, justru dikhawatirkan tidak memberikan solusi dan malah menimbulkan masalah baru,” ungkapnya.
Pemkab Bandung telah menyiapkan pompa air sebanyak delapan unit. Namun pompa tersebut masih menunggu debit air sungai Citarum yang harus surut.
“Jika sudah ada perbedaan ketinggian, barulah pompa dapat bekerja optimal untuk menyedot air dan mengalirkannya ke sungai. Saat ini intensitas hujan juga kami harapkan segera menurun agar penanganan bisa berjalan lebih cepat,” kata Cakra Amiyana turut menambahkan.
Cakra mengungkapkan saat ini masih akan melakukan rapat koordinasi terkait penerapan status tanggap darurat bencana. Rapat tersebut akan dilakukan dalam waktu dekat.
“Iya untuk hari ini kita akan melakukan rapat terkait penentuan tindak lanjut (status tanggap darurat) dengan Forkopimda dan aparat lainnya,” bebernya.
Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menegaskan, diperlukan langkah besar yang menyentuh akar persoalan untuk mengatasi masalah banjir di Kabupaten Bandung. Menurut dia, rusaknya tata ruang di kawasan hulu jadi penyebab terjadinya banjir.
Karena itu, Pemprov Jabar menyiapkan tiga langkah strategis yang disebutnya sebagai kunci untuk memutus siklus banjir tahunan di Kabupaten Bandung, yang pertama ialah mengembalikan tata ruang kawasan hulu dengan memperluas ruang terbuka hijau.
Namun begitu, Dedi menyadari kebijakan ini akan memicu resistensi dari pihak-pihak yang selama ini memanfaatkan lahan tanpa memperhitungkan daya dukung lingkungan.
“Tetapi ini harus dilakukan. Tata ruangnya harus dikembalikan agar fungsi ekologisnya berjalan kembali,” ujar Dedi.
Langkah kedua menyasar alih fungsi lahan yang masif terjadi di kawasan pegunungan. Dedi menyoroti maraknya perubahan lahan dari perkebunan teh dan hutan menjadi kebun sayur, yang memicu erosi dan membawa sedimentasi besar ke aliran Sungai Citarum.
“Perkebunan yang berubah harus dikembalikan menjadi perkebunan teh atau tanaman keras lainnya yang tidak menambah beban sedimentasi,” tegasnya.
Langkah ketiga adalah pembangunan bendungan di Kertasari, yang diharapkan mampu mengendalikan volume air dari hulu sebelum masuk ke kawasan permukiman di hilir. Ketiga langkah itu, menurut Dedi, akan dijalankan secara bersama-sama dan membutuhkan dukungan berbagai pihak.
“Saya meminta semua pihak tidak hanya berteriak ketika banjir. Mari bersama menyelesaikan hulunya,” kata Dedi.
Dedi juga mengkritik keras praktik pemberian izin perumahan yang menguruk daerah aliran sungai (DAS) dan rawa-rawa, faktor lain yang memperburuk banjir musiman. Ia menegaskan, praktik tersebut harus dihentikan dan ditinjau ulang karena menghilangkan fungsi-fungsi resapan air.
Ia juga meminta Kabupaten Bandung dan Kota Bandung menjalin sinergi penuh untuk menata ulang tata ruang, termasuk memulihkan danau-danau kecil serta cekungan alami yang kini telah berubah menjadi perumahan dan kawasan komersial.
“Penanganan banjir tidak bisa hanya fokus pada hilir. Kita harus berani mengembalikan fungsi-fungsi alam. Jika tidak, banjir akan terus terulang setiap tahun,” tutup Dedi.
