Panggung seni dunia kembali memanggil Jatiwangi art Factory (JaF). Komunitas seni asal Kabupaten Majalengka itu dipastikan tampil dalam ajang event seni bergengsi dunia di Bienal de São Paulo, Brasil. Undangan ini juga menjadi yang kedua bagi JaF setelah sebelumnya terlibat di Documenta, Kassel, Jerman.
Direktur Utama JaF Ismal Muntaha menyampaikan event São Paulo Biennale sebagai salah satu dari tiga festival seni terbesar di dunia. “Di dunia ini ada tiga (event seni) yang besar. Jerman itu Documenta, Venice di Italia, sama yang ini Bineal de São Paulo, Brasil. São Paulo dan Venice ini agenda dua tahunan, kalau Documenta agenda lima tahunan. Jadi untuk urutan tertua itu Venice tahun 1895, São Paulo 1951, Documenta 1955. Untuk tahun ini Bineal de São Paulo Brasil masuk tahun ke-36,” kata Ismal kepada infoJabar, Jumat (5/12/2025).
Dalam ajang tersebut, JaF menjadi satu-satunya perwakilan dari Indonesia. Dari Asia Tenggara, hanya JaF dan Singapura yang terlibat.
“Kami mewakili Indonesia. Indonesia ini hanya JaF,” ujarnya.
Tidak seperti sebagian peserta lain yang diminta memamerkan karya rupa, JaF justru dipercaya untuk menghadirkan kegiatan berbasis partisipasi publik.
“Ada beberapa kategori, istilahnya kuratorial. Ada yang diminta buat bikin karya rupa, dipamerin, ada yang diminta, buat kegiatan. Nah JaF itu dimintanya bikin kegiatan,” ucap Ismal.
“Mereka sudah tahu JaF. Tahu Rampak Genteng, Perhutana tahu, forum 27an juga tahu. Mereka pengin (JaF), di sana melaksanakan kegiatan tersebut dengan warga sana, audiens yang ada di Brasil,” sambungnya.
Lebih lanjut, Ismal menjelaskan, isu lingkungan menjadi benang merah yang dibawa JaF kali ini. Apalagi, Brasil baru saja menjadi tuan rumah konferensi iklim dunia.
“Sekarang isu lingkungan lagi menghangat. Plus kemarin juga konferensi iklim juga kan di Brasil ya. Nah jadi kami pengin nyampein itu. Karena kami kan punya Perhutana. Di Brasil kan, hutan Amazon, paru-paru dunia di Brasil kan. Mungkin nanti salah satu forum 27an nya kami pengin ketemu sama masyarakat adat Amazon, sama aktifis lingkungan di sana. Kami nanti juga kolaborasi dengan masyarakat adat di sana,” jelasnya.
JaF sendiri akan bertolak ke Brasil pada 9 Desember hingga 17 Desember 2025, meski rangkaian acara Biennale de São Paulo sendiri digelar dari September hingga Januari. “Kami diundang. Mereka hanya nanggung dua tiket,” ucapnya.
Bagi JaF, kehadiran di Brasil bukan semata membawa nama komunitas, tetapi juga membawa nama daerah. “Kami berangkat bukan hanya mewakili komunitas, tapi juga wilayah. Kami pengin bilang kota kecil juga harus punya peran dalam perubahan iklim,” katanya.
Rencananya, JaF menggelar Rampak Genteng pada 13 Desember, yang melibatkan partisipan dari Brasil. Namun karena keterbatasan logistik, JaF tidak membawa genteng dari Indonesia. Akan tetapi mereka tetap membawa ‘identitas’ Majalengka dalam bentuk lain.
“Rampak Genteng tanggal 13 Desember. Kepesertaan orang-orang sana. Nggak mungkin dong kami bawa genteng ke sana. Tapi mungkin beberapa yang dibawa, seperti tanah Majalengka, tanah Kasungka, rempah, kopi, juga madu dari Roem Institut,” pungkasnya.
