Lugina Nurlaila: Kartini dari Jampang Tengah yang Tak Pernah Lelah Membantu

Posted on

Pagi baru saja merekah di Jampang Tengah, Kabupaten Sukabumi, ketika Lugina Nurlaila (33) bersiap mengenakan seragam bidan berwarna putih bersih. Di Puskesmas, ia menyambut warga satu per satu dengan senyum yang tak lelah, mendengarkan keluhan mereka, memeriksa ibu hamil, hingga menangani persalinan.

Namun begitu Sabtu dan Minggu tiba ketika sebagian besar orang menikmati waktu bersama keluarga atau beristirahat Lugina justru menyiapkan ransel miliknya. Isinya bukan untuk liburan, melainkan perlengkapan untuk aksi kemanusiaan.

“Kalau hari libur, saya pakai buat kegiatan relawan. Rasanya ada yang kurang kalau diam di rumah saja,” ujar Lugina dengan suara lembut saat berbincang dengan infoJabar, Senin (21/4/2025).

Sejak tahun 2013, ia mengabdi sebagai bidan di Puskesmas Jampang Tengah. Statusnya honorer, tapi dedikasinya tak bisa diukur dari selembar SK. Ia sudah menjalani 12 tahun pengabdian, dua tahun sebagai sukarelawan dan sepuluh tahun sebagai honorer.

Yang paling membekas baginya adalah ketika ia ikut turun membantu korban gempa Cianjur 2022. Bersama logistik hasil donasi warga Jampang Tengah, ia menembus jalur-jalur terjal menuju pengungsian di daerah pegunungan yang nyaris tak terjangkau bantuan.

“Itu rumahnya Danramil Jampang Tengah juga kena dampak, jadi saya ke sana. Kami tidur bareng para pengungsi, merasakan gempa susulan, dan perjalanan ke sana itu jauh dan ekstrem,” kenangnya. Suaranya bergetar, tapi bukan karena takut. Ada keteguhan yang mengendap dalam nada bicaranya.

Di luar bencana, Lugina tetap aktif membantu warga kurang mampu. Ia bergabung dengan komunitas kemanusiaan seperti ACT, lalu kini di komunitas “tanpa nama”. Di sana, ia menjadi penghubung antara penderitaan dan pertolongan.

Seorang bayi dengan bibir sumbing dari keluarga miskin, misalnya, ia bantu cari donatur. Anak yatim dan keluarga yang membutuhkan santunan, ia munculkan di komunitas.

“Saya nggak bisa bantu banyak secara materi, tapi saya bisa jadi jembatan,” katanya.

Semangat relawan itu ternyata mengalir dalam darah. Ayah dan suaminya juga relawan. Dukungan keluarga menjadi bensin yang membuat Lugina tak pernah lelah. Kini ia adalah ibu dari dua anak, dan tetap teguh pada komitmen: hadir untuk yang membutuhkan.

Dari sudut sebuah puskesmas sederhana di Jampang Tengah, Lugina menunjukkan bahwa Kartini masa kini tak selalu tampil di panggung besar. Ia bisa hadir dalam keheningan posko pengungsian, dalam pelukan pasien, dalam doa-doa ibu yang terbantu.

“Menolong itu bukan karena kita lebih hebat. Tapi karena kita tahu rasanya saat tak punya siapa-siapa,” tuturnya pelan.