Stasiun Cikajang: Sejarah, Reaktivasi, dan Masa Depannya

Posted on

Nama Stasiun Cikajang mulai terdengar kembali usai pemerintah berencana untuk menghidupkannya kembali. Terdapat banyak kenangan dan sejarah panjang yang terkubur di dalam stasiun tertinggi di Asia Tenggara pada jamannya ini.

Secara geografis, Stasiun Cikajang terletak di Kampung Padasuka, Desa Padasuka, Kecamatan Cikajang, Garut. Dari kawasan perkotaan Garut, Stasiun Cikajang berjarak sekitar 21 kilometer.

Stasiun ini menjadi menarik pada zamannya. Sebab, Stasiun Cikajang diketahui memiliki ketinggian 1.246 Meter di Atas Permukaan Laut (MDPL). Dengan tinggi tersebut, Stasiun Cikajang menjadi stasiun kereta api tertinggi di Asia Tenggara, bahkan hingga saat ini.

Stasiun Cikajang mulai dibangun pada tahun 1926 oleh Staatsspoorwegen (SS), perusahaan kereta api negara, dan mulai beroperasi pada 1 Agustus 1930. Hal ini selaras dengan laporan koran Belanda, De Koerier terbitan 2 Agustus 1930, seperti dikutip infoJabar dari laman delpher.nl.

“Salam, 31 Juli. Sekali lagi, Kereta Api Negara telah melakukan pekerjaan yang hebat dengan membangun sambungan kereta api antara Garoet dan Tjikadjang! Hari ini, 31 Juli, jalur kereta api baru dibuka dan mulai Agustus jalur ini akan dibuka untuk lalu lintas,” tulis De Koerier dalam Bahasa Belanda.

Dalam sebuah jurnal berjudul ‘Jalur Garut-Cikajang: Pengembangan Perkeretaapian di Selatan Jawa Barat Masa Kolonial’ karya Iwan Hermawan dari Pusat Riset Arkeologi Prasejarah dan Sejarah Badan Riset dan Inovasi Nasional Jakarta, Stasiun Cikajang adalah karya Staatsspoorwegen (SS), perusahaan kereta api Belanda.

Saat itu, Stasiun Cikajang menjadi pilar utama pengiriman hasil bumi dari Cikajang ke berbagai kota. Kereta penumpang yang digunakan pada rute Cibatu-Garut-Cikajang adalah kereta penumpang Kelas III seri CL. Yakni gerbong penumpang dengan tempat duduk memanjang 3 baris, 2 baris berada di sisi gerbong dekat jendela dan 1 baris di tengah gerbong.

Kereta berangkat dari Stasiun Cibatu jam 06.04 pagi setiap harinya. Kemudian tiba di Stasiun Garut jam 06.58 dan melanjutkan perjalanan menuju Stasiun Cikajang hingga tiba jam 08.25.

“Pada tahun 1935, perjalanan kereta api pada ruas Cibatu-Cikajang-Garut terdapat lima kali perjalanan Cibatu-Garut dalam sehari, dengan waktu tempuh rata-rata hampir 1 jam dan 5 kali perjalanan Cibatu-Cikajang dengan waktu tempuh 1,5 jam hingga 2 jam,” katanya.

“Terdapat pula perjalanan sebagian rute Garut-Cikajang. Sementara untuk perjalanan Cibatu-Cikajang, terdapat 6 kali perjalanan dan untuk Cikajang-Garut terdapat empat kali perjalanan,” katanya menambahkan.

Pada tahun 1947, Belanda memperbaiki dan merekonstruksi infrastruktur yang rusak akibat perang. Salah satu yang direkonstruksi, adalah jalur kereta api Cikajang-Garut.

“Rekonstruksi dilaksanakan Staatsspoorwegen Verenigd Spoorwegbedrijf (SS/VS). Gabungan perusahaan kereta api pemerintah dengan perusahaan kereta api swasta,” kata Iwan dalam jurnal yang terbit di ejournal.brin.go.id, pada 12 Desember 2022 itu.

Namun sayang, kejayaan Stasiun Cikajang menjadi moda transportasi bagi warga Garut kala itu, hanya bertahan sekitar setengah abad saja. Di awal tahun 1980-an, Pemerintah bersepakat untuk menutup operasional Jalur KA Cibatu-Garut-Cikajang.

Penghentian operasional kereta api ini dilaksanakan secara bertahap. Yakni Garut-Cikajang ditutup di bulan November 1982, kemudian jalur KA Cibatu-Garut dihentikan enam bulan kemudian.

Tingginya biaya operasional yang tidak sebanding dengan pendapatan akibat menurunnya jumlah penumpang dan barang serta ketersediaan lokomotif yang terbatas dan sudah tua kala itu, membuat jalur kA Cibatu-Garut-Cikajang disetop.

Meskipun demikian, sisa-sisa peninggalan Stasiun Cikajang masih bisa ditemukan saat ini. Belum lama ini, infoJabar sempat melakukan penelusuran di lokasi. Berdasarkan pantauan infoJabar, bangunan Stasiun Cikajang masih eksis berdiri meskipun dalam keadaan yang sangat terbengkalai.

Bangunan dengan panjang sekitar 50 meter dengan warna dasar putih itu, saat ini dipenuhi rerumputan liar. Di bagian luar bangunan, banyak tersaji banyak mural. Sementara bagian dalam bangunan, saat ini dimanfaatkan untuk tempat menyimpan barang rongsokan oleh warga setempat.

Masih ditemukan tulisan-tulisan yang menunjukan jika bangunan ini adalah Stasiun Cikajang. Salah satunya, adalah ukiran ‘Station Tjikadjang’ di bagian samping kanan gedung, serta tulisan ‘CKJ 801, 47 + 214 1930-1982’ yang berada di pintu belakang stasiun.

Nama Stasiun Cikajang mulai ramai kembali menjadi perbincangan setelah pemerintah berupaya untuk menghidupkannya kembali. Wacana ini diungkap Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi, yang belum lama ini berembuk dengan pemerintah pusat membahas kemungkinan reaktivasi 5 jalur kereta api di Jawa Barat.

Selain rute Cibatu-Garut-Cikajang sepanjang 47,5 kilometer, ada empat rute kereta api mati lain di Jabar yang berupaya dihidupkan kembali. Yakni, Banjar-Cijulang (82 kilometer), jalur Rancaekek-Tanjungsari (11,5 kilometer), Cipatat-Padalarang (17 kilometer), Cikudapateuh-Ciwidey (37,8 kilometer).

Reaktivasi jalur kereta api dari Cikajang ke Garut ini menjadi sangat memungkinkan untuk diwujudkan kembali, setelah beroperasinya kembali jalur kereta api dari Stasiun Cibatu menuju Stasiun Garut pada tahun 2022 lalu.

Stasiun Kereta Api Tertinggi di Asia Tenggara

Transportasi Utama Pergerakan Orang dan Hasil Tani

Ditutup Karena Tak Laku Lagi

Sisa-sisa Sejarah

Upaya Reaktivasi