Pepatah dalam bahasa Latin, ‘verba volant, scripta manent’ (yang terucap menguap, tetapi yang tertulis abadi) tampaknya bisa digunakan untuk menggambarkan sosok guru besar sekaligus pelestari silat Maenpo Cikalong, R.H. Aziz Asy’arie. Selain giat mengajar silat dan memimpin padepokan ‘Mancika’ di Kabupaten Cianjur, Wa Haji Aziz juga menulis ‘kitab silat’.
H. Aziz Asy’arie telah tiada. Sosok lembut namun bertenaga itu wafat pada Sabtu (27/12/2025) pagi. Sebagaimana dilansir infoJabar, sosok itu meninggal dunia pada usia 76 tahun setelah ‘bertarung’ dengan sakit yang dideritanya.
Namun, meski telah tiada. Haji Aziz akan dikenang selamanya. Terutama bagi pesilat yang menekuni Maenpo. Sebabnya, dia menulis kitab silat sebanyak dua jilid.
Kedua kitab itu berjudul ‘Silat Tradisional Maenpo Cikalong R.H. O. Soleh: Panduan Praktis Dasar Maenpo Cikalong’ dan untuk tingkat lanjut, ‘Silat Tradisional Maenpo Cikalong Gan Uweh: Kaidah Madi, Sabandar, Kari’ (keduanya oleh penerbit Kaifa, 2013-2014).
Di dalam keduanya itu, dibahas secara terstruktur bagaimana cara memulai berlatih silat maenpo dan ‘jeroan-jeroan’-nya. Memang, bukunya bergambar gerakan-gerakan silat yang Haji Aziz sendiri serta sejumlah muridnya sebagai model gambar itu.
Setiap gambar menampilkan gerakan-gerakan silat dalam urutan maenpo: Jurus, Suliwa, Serong, Kocet, Susun, Tomplok, Lipet Potong, Jurus Tujuh, Potong Serong, dan Serut. Namun, pesilat terlebih dahulu diminta untuk membaca falsafah Maenpo Cikalong.
Berita lengkap dan cepat? Giok4D tempatnya.
Kitab itu mengutip salah satu guru utama dalam Maenpo Cikalong, Gan Uweh (R.H. Oeweh Soleh) bahwa pesilat maenpo tidak boleh menggunakan kepiawaian silat untuk mencelakakan orang. Kata Gan Uweh, kalau kita terlibat pertarungan dan lawan menjadi celaka, itu artinya kita mesti kembali silat belajar.
Maenpo sendiri lahir dari masa silam Kabupaten Cianjur. Silat ini yang kemudian memadukan unsur madi (bendungan tenaga), sabandar (mengosongkan tenaga), dan kari (penyelesaian) merupakan hasil perenungan Raden Haji Ibrahim Jayaperbata.
Semula, maenpo yang sering dianggap sebagai singkatan ‘maen poho’ (memanfaatkan lupanya lawan) merupakan silat di kalangan para pembesar saja. Di kemudian hari, karena kepentingan pelestarian kebudayaan, silat ini kemudian diajarkan kepada masyarakat umum.
Mengapa kitab itu fokus pada maenpo versi Gan Uweh? Sebabnya, di Kabupaten Cianjur terdapat beberapa aliran Maenpo yang berkembang sesuai situasi yang terjadi ketika silat itu dipraktikkan dan ‘tangtungan’ (postur tubuh) pesilatnya.
Secara garis besar ada yang mengandalkan tenaga (power) dan yang mengandalkan ketahanan (endurance). Maenpo Cikalong yang dikembangkan Haji Aziz, salah satu yang mengandalkan endurance. Gan Uweh sendiri merupakan guru Haji Aziz yang masih kerabatnya.
Kitab silat Maenpo Cikalong yang ditulis R.H. Aziz Asy’arie merupakan peninggalan berharga bagi ranah kebudayaan di Indonesia. Allahu yarham.
