Di sebuah bengkel di Desa Maruyungsari, Kecamatan Padaherang, Kabupaten Pangandaran, terdengar suara khas gergaji kayu berpadu dengan aroma lem dan cat.
Di sudut ruangan, seorang pemuda sibuk merapikan bulu barong yang baru selesai dibuatnya. Ia adalah Taufik Lubis, seniman muda yang kini dikenal sebagai pengrajin barong asal Pangandaran yang karyanya menembus pasar dunia.
Lubis tak pernah menyangka, kecintaannya pada seni dan budaya tradisional akan mengantarkannya sejauh ini. “Awal mula menjadi pengrajin barongan itu karena basic nyah suka dengan kerajinan yang mempunyai nilai seni. Jadi semua yang berkaitan dengan seni suka,” ujarnya saat berbincang dengan infoJabar, Jumat (24/10/2025).
Sejak kecil, Lubis sudah akrab dengan kesenian rakyat. Ia sering menonton pertunjukan jaranan dan barongan yang digelar di kampungnya. Dari situlah, benih kecintaan terhadap budaya tradisional tumbuh.
“Motivasinya secara pribadi ingin mengembangkan budaya yang ada di Indonesia. Salah satunya jaranan, dan opsi yang memungkinkan saya kerjakan yaitu membuat barongan. Karena jarang sekali pengrajin barongan yang ada di Kabupaten Pangandaran,” katanya.
Lubis pun mulai membuat barong dengan tangan sendiri. Dari kayu, bulu sintetis, hingga ornamen cat, semuanya ia kerjakan dengan penuh ketelitian. Kini, ia bisa membuat berbagai jenis barong dari berbagai daerah di Indonesia.
“Ada barong China, barongsai, barongan Kendal, barongan Kediri, barongan Banyumasan, barongan Cilacapan, semua jenis barongannya beda-beda,” jelasnya.
Karya Lubis tak hanya berhenti di pasar lokal. Berkat kreativitas dan ketekunannya, barong buatannya kini melangkah jauh ke mancanegara.
“Penjualan seluruh Indonesia sudah menerima karya barongan dari saya, bahkan sudah tembus ke mancanegara sampai ke Hong Kong, terakhir ke Kanada dan Jerman,” ujarnya.
Negara-negara tersebut bahkan menjadi pelanggan tetap. “Jadi beberapa negara yang tadi saya sebutkan selalu ada pengiriman, ya mungkin dari medsos atau mulut ke mulut tour guide di sini,” kata dia.
Lubis memanfaatkan media sosial sebagai etalase digital untuk memasarkan produknya. Ia mengunggah konten berisi tutorial pembuatan barong dan hasil karyanya agar pembeli bisa melihat langsung prosesnya.
“Pemasaran produk sekarang melalui konten di media sosial, dengan isi konten tutorial pembuatan dan proses review hasilnya,” ujarnya.
Baginya, kejujuran dalam menampilkan proses kerja adalah kunci membangun kepercayaan pembeli. “Karena kan saya real pembuatannya, bukan calo ataupun reseller. Ngonten ini sebetulnya menjadi entitas membentuk kepercayaan bahwa saya itu pengrajin langsung. Jadi itu yang membuat orang akan percaya,” katanya.
Kini, hampir setiap minggu Lubis mengirim satu barong berukuran dewasa ke luar daerah, dan barong berukuran kecil hampir setiap hari.
“Untuk barang yang dikeluarkan tidak bisa menafsir, hanya saja setiap minggu pasti kirim 1 picis yang ukuran dewasa selalu ada. Sementara untuk ukuran kecil hampir tiap hari,” tuturnya.
Setiap karya memiliki nilai dan kisahnya sendiri. Untuk barongan anak-anak, harganya sekitar Rp 250 ribu, sedangkan barong dewasa bisa mencapai Rp 5-6 juta. Dengan permintaan yang terus berdatangan, penghasilan Lubis kini mencapai belasan juta rupiah per bulan.
“Kalau penghasilan fluktuatif, bersihnya Rp 10-15 juta mah dapat,” katanya.
Ia menekuni profesi ini sejak 2022, setelah sebelumnya sempat menjadi pelaku seni lukis dan mural. “Kadang ada pesanan untuk membuat mural ataupun lukisan wajah,” ujarnya mengenang.
Bagi Lubis, menjadi pengrajin barong bukan sekadar pekerjaan, melainkan bentuk tanggung jawab untuk menjaga warisan budaya bangsa. Ia percaya, di balik setiap helai bulu barong yang ia pasang, ada semangat untuk memperkenalkan kekayaan seni Indonesia ke dunia.
