Dengan pakaian santai, mereka melenggang keluar dari sebuah gedung bertingkat tiga di sudut lingkungan kampus Poltekesos Bandung, Jalan Ir H Juanda, Selasa (15/7/2025). Gedung bercat putih-oranye itu tak lain adalah tempat tinggal sehari-hari para remaja putra dan putri tersebut selama setidaknya satu tahun ke depan, sebelum nantinya pindah ke tempat yang lebih luas.
Mereka merupakan siswa dan siswi Sekolah Rakyat Menengah Atas 11 Kota Bandung yang baru akan menjalani masa tahun ajaran pertama di 2025/2026. Pekan ini, ke-100 siswa sekolah tersebut sedang menempuh Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS).
Ketika infoJabar menyambangi gedung asrama, puluhan selimut yang masih terbungkus plastik tampak menumpuk di lantai dasar. Ada pula beberapa boks dispenser anyar hingga peralatan mandi.
Beberapa siswa yang tengah bermain di lapangan kemudian dipanggil untuk mengambil barang-barang tersebut dan membawanya ke lantai atas. Sederet perlengkapan itu rupanya adalah perabot kamar yang menjadi bagian dari fasilitas asrama Sekolah Rakyat.
“Iya sekarang masih beberes kamar, barang-barang baru datang. Nanti juga ada mesin cuci, jadi mereka bisa nyuci giliran. Kemarin mah masih pada ‘ngucek’ manual,” ungkap Kepala Sekolah Rakyat Menengah Atas 11 Kota Bandung Tintin Sri Suprihatin.
Berbeda dengan sekolah biasa, para siswa Sekolah Rakyat sehari-harinya akan tinggal di asrama bersama teman seangkatan mereka. Di hari ini, para siswa baru menjalani tes kebugaran berupa lari keliling lapangan.
“Jadi tes kebugaran ini untuk melihat apakah ada anak-anak yang perlu diubah gaya hidupnya karena jarang berolahraga. Nanti didiagnosa kebutuhannya apa saja, dan tindakan selanjutnya apa,” ungkap Tintin.
Sebelumnya, di hari pertama MPLS, mereka mendapat screening kesehatan bekerja sama dengan puskesmas setempat. Sementara di satu pekan ke depan, kegiatan MPLS akan menyasar pembentukan karakter siswa.
“Termasuk juga ada pembinaan dari TNI dan Polri, terutama untuk penanaman wawasan guna mencegah bullying, menanam kedisiplinan, dan sejenisnya,” terangnya.
Malam pertama jauh dari orang tua membuat Febri Saepuloh (15) merenung. Di asrama Sekolah Rakyat, siswa hanya diberi kesempatan untuk memegang gawai pada pukul 17.00 hingga pukul 19.00. Sisanya, obrolan antar siswa jadi pencair suasana.
“Pas malam hari kemarin, pada enggak bisa tidur. Pertama kali kan jauh dari orang tua, mana enggak ada handphone. Jadi anak-anak pada kenalan. Di kamar mikir kehidupan, cerita-cerita, ngobrolin masa depan,” ungkap Febri.
Ia merasa momen tersebut sangat berkesan. Terlebih, karena para siswa pun tidak diperkenankan untuk pergi ke luar area asrama selain untuk keperluan belajar.
“Awalnya sempat mikir, aduh kok seperti penjara ya. Tapi ternyata seru sih, banyak teman baru, bisa main bareng,” tuturnya.
Warga Pasirkoja tersebut menceritakan keputusanya dan orang tua untuk memilih bersekolah di Sekolah Rakyat. Di tahun ajaran ini, Febri sebenarnya sudah diterima di SMA negeri.
“Walaupun di negeri itu gratis juga, tapi kan tetap kegiatan sekolah lainnya perlu biaya, perlu ongkos juga. Di sini semua fasilitas dikasih gratis. Jadi milih Sekolah Rakyat biar enggak ngebebanin orang tua,” ujarnya.
Hal senada juga diungkapkan Maulana Akbar (15). Anak ketiga dari empat bersaudara tersebut mengetahui Sekolah Rakyat dari tetangganya. Ia dan orang tua melihat sekolah ini sebagai opsi terbaik untuk melanjutkan pendidikan karena bebas biaya.
“Kakak pertama sedang kuliah, kakak kedua sudah putus sekolah. Lalu ada adik usia 7 tahun, sekarang baru masuk SD. Jadi pilih sekolah di sini karena faktor ekonomi keluarga,” paparnya.
Ia mengaku sempat merasa sedih ketika untuk pertama kalinya harus jauh dari orang tua. Meski demikian, kehadiran puluhan siswa lainnya menjadi pelipur lara.
“Ada sedihnya, tapi kalau lagi main-main sepeti ini seru banget, jadi enggak terasa. Sempat kepikiran (orang tua), tapi ya enggak sampai nangis,” ungkap Maulana.
Ada hal yang telah lama menjadi cita-cita Maulana, namun belum sempat didalami. Yakni menjadi atlet boxing. Ia berharap Sekolah Rakyat bisa memfasilitasi ekstrakulikuler bagi siswanya.
“Cita-cita saya itu ingin banget belajar boxing, tapi sampai sekarang belum pernah belajar langsung. Baru coba-coba latihan fisik biasa. Di sini katanya ada fasilitasnya untuk belajar boxing,” kata Maulana.
“Kalaupun enggak kesampaian jadi pemain boxing, saya pengen jadi TNI,” tutupnya.
(sud/sud)