Cerita Polwan Nyamar Jadi PSK Susupi Markas Penjual Wanita Garut

Posted on

Awal tahun 2018 barangkali menjadi momen yang tak terlupakan bagi Brigadir Popy Puspasari dan Bripda Fitria, dua polwan yang kala itu bertugas di Polres Garut. Tindak lanjut dari sebuah laporan warga mengharuskan mereka untuk turun ke lapangan menyelidiki dugaan aksi kejahatan.

Bila biasanya tugas tersebut dijalani dengan seragam aparat, saat itu keduanya justru harus menyembunyikan identitas rapat-rapat. Alih-alih berseragam cokelat, Brigadir Popy Puspasari dan Bripda Fitria mengenakan atribut yang membuat orang percaya bahwa mereka adalah “PSK”.

Perintah penyamaran menjadi pekerja seks komersial tersebut turun langsung dari Kapolres Garut melalui Kasatreskrim. Keduanya diminta untuk berpura-pura agar dapat menelusuri dugaan tindak pidana perdagangan orang (TPPO), yang melibatkan sejumlah warga Garut sebagai korban.

“Kami mendapat perintah dari bapak Kapolres melalui Kasatreskrim. Kemudian kami ditugaskan untuk menyamar sebagai PSK,” kata Brigadir Poppy kala itu dalam konferensi pers yang digelar di Mapolres Garut, Jawa Barat, Selasa (20/3/2018).

Kasus bermula dari laporan orang tua salah seorang korban, yang merasa janggal atas kondisi putrinya. Laporan tersebut mengarah pada dugaan adanya perekrutan terhadap sejumlah warga Garut untuk bekerja di Kota Bandung, namun berujung pada eksploitasi di lokasi lain.

Perjalanan penyamaran mereka dimulai dari Garut. Keduanya bertemu dengan seorang mucikari yang menjadi penghubung utama. Brigadir Popy dan Bripda Fitria kemudian terbang bersama mucikari tersebut ke Bali.

Sesampainya di Bali, kedua polwan diarahkan ke sebuah vila di kawasan Sanurkauh, Denpasar. Vila ini berfungsi sebagai tempat penampungan sekaligus lokasi operasional sebelum korban diarahkan kepada pelanggan. Saat masuk ke vila, Poppy menjalani proses yang sama dengan korban lainnya.

“Awalnya masuk ke sana (vila di Bali) diwawancara dulu sama karyawan di sana,” ujarnya.

Setelah menyatakan diri siap, keduanya kemudian ditempatkan di kamar villa. Di dalam kamar itulah, mereka menunggu momen untuk mengontak atasan dan melakukan penggerebekan. Hanya berselang satu jam, hal yang tak disangka-sangka oleh para mucikari di hotel tersebut akhirnya terjadi.

Keduanya menghubungi Kasatreskrim Polres Garut AKP Aulia Djabar untuk pelaksanaan penggerebekan. Tim kemudian bergerak menuju villa dan mengamankan beberapa orang yang berada di lokasi.

“Nyamar enggak lama, sekitar satu jam. Enggak sampai disuruh melayani tamu,” kata Poppy.

Penggerebekan pun dilakukan. Dari sana, polisi menemukan bahwa praktik perdagangan manusia ini telah berlangsung sekitar empat tahun. Dalam pemeriksaan terhadap korban, terungkap ada 20 perempuan asal Garut dan beberapa orang lainnya yang berasal dari sejumlah daerah di Jawa Barat.

Mereka dibujuk dengan janji pekerjaan sebagai pelayan kafe di Bandung. Setelah korban mengiyakan, alih-alih dibawa ke Bandung, mereka malah diterbangkan ke Bali untuk dijadikan PSK.

Dalam pengungkapan ini, polisi mengamankan delapan orang tersangka, yakni IR (48), FP (23), AS (26), RI (23), AR (26), AN (23), ABD (21), dan CS (35). Mereka dijerat Undang-undang Perdagangan Manusia dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara.

Selain proses penindakan terhadap pelaku, Polres Garut juga melibatkan Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A) untuk memberikan pendampingan kepada korban. Kapolres Garut AKBP Budi Satria Wiguna saat itu mengatakan bahwa mereka pun membuka call center untuk korban lainnya yang belum terungkap.

“Diduga korban masih ada. Kita buka call center dan bekerja sama dengan P2TP2A,” ungkapnya.

Brigadir Poppy mengaku sempat merasa khawatir akan tugas penyamaran tersebut. Namun baginya, rasa was-was dan khawatir tidak lebih besar dari kesiapan dalam mengemban tugas profesi.

“Sempat ada rasa khawatir. Tapi selalu siap, karena ini tugas,” pungkasnya.

Jabar X-Files adalah rubrik khas infoJabar yang mengulas kembali peristiwa yang menonjol di Jawa Barat

Hubungi Tim di Ruang Ganti

Dalam pengungkapan ini, polisi mengamankan delapan orang tersangka, yakni IR (48), FP (23), AS (26), RI (23), AR (26), AN (23), ABD (21), dan CS (35). Mereka dijerat Undang-undang Perdagangan Manusia dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara.

Selain proses penindakan terhadap pelaku, Polres Garut juga melibatkan Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A) untuk memberikan pendampingan kepada korban. Kapolres Garut AKBP Budi Satria Wiguna saat itu mengatakan bahwa mereka pun membuka call center untuk korban lainnya yang belum terungkap.

“Diduga korban masih ada. Kita buka call center dan bekerja sama dengan P2TP2A,” ungkapnya.

Brigadir Poppy mengaku sempat merasa khawatir akan tugas penyamaran tersebut. Namun baginya, rasa was-was dan khawatir tidak lebih besar dari kesiapan dalam mengemban tugas profesi.

“Sempat ada rasa khawatir. Tapi selalu siap, karena ini tugas,” pungkasnya.

Jabar X-Files adalah rubrik khas infoJabar yang mengulas kembali peristiwa yang menonjol di Jawa Barat