Libur Natal dan Tahun Baru (Nataru) selalu membawa warna tersendiri bagi Kota Bandung. Di tengah padatnya jalanan, bus berwarna-warni dengan desain art deco tampak melaju santai, membawa gelak tawa wisatawan di dek terbuka.
Bus tersebut adalah Bandung Tour on Bus atau yang lebih akrab disapa Bandros. Moda transportasi wisata ini telah menjadi ikon yang tak terpisahkan dari pariwisata Bandung, menawarkan cara unik menikmati tata kota tanpa harus lelah berjalan kaki.
Bagi banyak keluarga, Bandros bukan sekadar alat transportasi, melainkan wahana edukasi dan nostalgia. Hal ini diungkapkan Uti (42), seorang warga yang kini berdomisili di Bandung setelah lama merantau di Denpasar. Momen liburan akhir tahun ini ia manfaatkan untuk membawa serta keluarga besarnya menjajal Bandros.
“Terutama anak saya yang paling kecil belum pernah naik. Kebetulan saya dulu lama tinggal di daerah Denpasar, jadi dia baru pertama kali naik Bandros,” ujar Uti saat ditemui infoJabar di kawasan Alun-Alun Bandung, Rabu (24/12/2025).
Keingintahuan sang anak yang terus bertanya mengenai gedung-gedung bersejarah yang dilewati memantapkan alasan Uti memilih wisata ini. Ia bahkan membawa rombongan kecil berjumlah delapan orang, termasuk asisten rumah tangga dan pengemudi pribadinya, agar semua bisa merasakan kegembiraan yang sama.
Fenomena membawa rombongan besar juga dialami oleh Ivan (40), wisatawan asal Rancaekek. Tidak tanggung-tanggung, Ivan membawa rombongan sebanyak 23 orang.
Menurutnya, pengalaman menaiki Bandros sangat berkesan karena kehadiran pemandu wisata yang memberikan penjelasan rinci mengenai sejarah kota.
“Seru. Penjelasannya juga bagus,” ungkap Ivan singkat namun penuh kesan setelah turun dari bus.
Salah satu keunggulan Bandros adalah ketersediaan titik keberangkatan yang strategis. Berdasarkan informasi operasional terbaru, terdapat tiga titik utama keberangkatan: Halte Alun-Alun, Jalan Diponegoro, dan Graha Persib.
Pemilihan titik keberangkatan ternyata sangat memengaruhi kenyamanan wisatawan, terutama yang membawa anak-anak atau lansia. Uti menuturkan bahwa awalnya ia berencana naik dari Jalan Diponegoro (depan Gedung Sate). Namun, ia menilai, keberangkatan dari Alun-Alun terasa lebih fleksibel. Meskipun jadwal resminya dimulai pukul 08.00 hingga 16.00 WIB, frekuensi kedatangan bus di Alun-Alun cenderung lebih sering dan mengalir mengikuti antrean penumpang, berbeda dengan titik lain yang mungkin memiliki jeda waktu yang lebih ketat.
Hal ini selaras dengan data operasional yang menyebutkan bahwa untuk rute Graha Persib, jadwal keberangkatan ditetapkan secara ketat hanya pada pukul 10.00, 12.00, 14.00, dan 16.00 WIB. Sementara untuk Alun-Alun dan Diponegoro, operasional berjalan terus-menerus dalam rentang waktu 08.00 hingga 16.00 WIB.
Untuk rute reguler dari Alun-Alun dan Diponegoro, tarif Bandros ditetapkan sebesar Rp 20.000 per orang. Sedangkan untuk rute khusus dari Graha Persib, tarifnya sedikit lebih tinggi, yakni Rp 25.000.
Bagi Ivan yang membawa 23 orang, ia menilai harga tersebut sangat sepadan.
“Worth it. Cukup lah,” ujarnya menegaskan bahwa biaya yang dikeluarkan sebanding dengan pengalaman keliling kota dan edukasi yang didapat anak-anak.
Meskipun mendapatkan tempat di hati wisatawan, operasional Bandros bukan tanpa celah. Masukan konstruktif datang dari para pengguna jasa agar pengelola dapat meningkatkan kualitas pelayanan.
Ivan menyoroti secara khusus material kursi penumpang.
Kursi Bandros yang mayoritas terbuat dari kayu atau besi dengan desain vintage, ternyata terasa kurang nyaman jika ditempati terlalu lama, terutama bagi anak-anak.
“Kalau Bandros, harapannya kursinya yang empuk, kasihan anak-anak. Besi, itu saja,” saran Ivan untuk pengelola Bandros.
Sementara itu, Uti menyoroti ketersediaan armada. Mengingat lonjakan pengunjung saat musim liburan Nataru, ia berharap agar jumlah armada yang beroperasi dimaksimalkan.
“Jika sedang ramai seperti ini, semua armada sebaiknya dikeluarkan,” harap Uti, agar antrean penumpang tidak mengular terlalu panjang dan waktu tunggu terpangkas.
Bandros tetap menjadi primadona wisata Kota Bandung yang menyatukan berbagai kalangan, dari warga lokal hingga pelancong luar daerah. Dengan tarif yang terjangkau, panduan wisata yang edukatif, dan rute yang melewati bangunan cagar budaya, Bandros menawarkan paket wisata sejarah yang praktis.
Bagi wisatawan yang hendak berkunjung saat Nataru, disarankan untuk datang lebih pagi ke titik keberangkatan seperti Alun-Alun atau Diponegoro guna menghindari antrean panjang. Memilih rute yang sesuai dengan waktu luang juga menjadi kunci kenyamanan.
Alasan Bandros Tetap Eksis
Titik Halte Bandros saat Libur Nataru
Catatan Wisatawan: Kenyamanan Kursi Perlu Perhatian
Salah satu keunggulan Bandros adalah ketersediaan titik keberangkatan yang strategis. Berdasarkan informasi operasional terbaru, terdapat tiga titik utama keberangkatan: Halte Alun-Alun, Jalan Diponegoro, dan Graha Persib.
Pemilihan titik keberangkatan ternyata sangat memengaruhi kenyamanan wisatawan, terutama yang membawa anak-anak atau lansia. Uti menuturkan bahwa awalnya ia berencana naik dari Jalan Diponegoro (depan Gedung Sate). Namun, ia menilai, keberangkatan dari Alun-Alun terasa lebih fleksibel. Meskipun jadwal resminya dimulai pukul 08.00 hingga 16.00 WIB, frekuensi kedatangan bus di Alun-Alun cenderung lebih sering dan mengalir mengikuti antrean penumpang, berbeda dengan titik lain yang mungkin memiliki jeda waktu yang lebih ketat.
Hal ini selaras dengan data operasional yang menyebutkan bahwa untuk rute Graha Persib, jadwal keberangkatan ditetapkan secara ketat hanya pada pukul 10.00, 12.00, 14.00, dan 16.00 WIB. Sementara untuk Alun-Alun dan Diponegoro, operasional berjalan terus-menerus dalam rentang waktu 08.00 hingga 16.00 WIB.
Untuk rute reguler dari Alun-Alun dan Diponegoro, tarif Bandros ditetapkan sebesar Rp 20.000 per orang. Sedangkan untuk rute khusus dari Graha Persib, tarifnya sedikit lebih tinggi, yakni Rp 25.000.
Bagi Ivan yang membawa 23 orang, ia menilai harga tersebut sangat sepadan.
“Worth it. Cukup lah,” ujarnya menegaskan bahwa biaya yang dikeluarkan sebanding dengan pengalaman keliling kota dan edukasi yang didapat anak-anak.
Meskipun mendapatkan tempat di hati wisatawan, operasional Bandros bukan tanpa celah. Masukan konstruktif datang dari para pengguna jasa agar pengelola dapat meningkatkan kualitas pelayanan.
Ivan menyoroti secara khusus material kursi penumpang.
Kursi Bandros yang mayoritas terbuat dari kayu atau besi dengan desain vintage, ternyata terasa kurang nyaman jika ditempati terlalu lama, terutama bagi anak-anak.
“Kalau Bandros, harapannya kursinya yang empuk, kasihan anak-anak. Besi, itu saja,” saran Ivan untuk pengelola Bandros.
Sementara itu, Uti menyoroti ketersediaan armada. Mengingat lonjakan pengunjung saat musim liburan Nataru, ia berharap agar jumlah armada yang beroperasi dimaksimalkan.
“Jika sedang ramai seperti ini, semua armada sebaiknya dikeluarkan,” harap Uti, agar antrean penumpang tidak mengular terlalu panjang dan waktu tunggu terpangkas.
Bandros tetap menjadi primadona wisata Kota Bandung yang menyatukan berbagai kalangan, dari warga lokal hingga pelancong luar daerah. Dengan tarif yang terjangkau, panduan wisata yang edukatif, dan rute yang melewati bangunan cagar budaya, Bandros menawarkan paket wisata sejarah yang praktis.
Bagi wisatawan yang hendak berkunjung saat Nataru, disarankan untuk datang lebih pagi ke titik keberangkatan seperti Alun-Alun atau Diponegoro guna menghindari antrean panjang. Memilih rute yang sesuai dengan waktu luang juga menjadi kunci kenyamanan.
