Asal-usul Nama Jalan ABC, Benarkah Singkatan 3 Etnis di Bandung?

Posted on

Jalan ABC adalah jalan yang riuh dengan deretan toko elektronik, aroma karpet baru, dan etalase jam tangan antik. Jalan ini menyimpan lapisan sejarah panjang yang membentuk identitas Kota Bandung hingga kini.

Jalan ABC bukan sekadar nama acak dari tiga huruf pertama alfabet. Nama ini adalah monumen lisan yang merekam jejak demografi dan kebijakan tata kota pemerintah kolonial Hindia Belanda.

Mari menelusuri lorong waktu, membedah asal-usul, dan melihat bagaimana jalan ini bertahan melintasi zaman.

Bagi masyarakat awam atau wisatawan yang baru menginjakkan kaki di Bandung, nama ABC sering kali dikaitkan dengan merek baterai atau sekadar kemudahan penyebutan. Namun, ternyata nama ini mengandung sejarah yang mendalam.

Nama ABC diyakini kuat merupakan singkatan dari tiga etnis besar yang mendiami dan beraktivitas di kawasan tersebut pada akhir abad ke-19 hingga awal abad ke-20. Etnis tersebut adalah: Arabieren (Arab), Bumiputera (Pribumi), dan Chinezen (Cina). Pada zaman sebelum Indonesia merdeka, Jalan ABC dikenal dengan nama ABC Straat.

Penamaan ini tidak lepas dari kebijakan Wijkenstelsel (kebijakan sistem zona) yang diterapkan pemerintah kolonial Belanda. Kebijakan ini mengatur pemukiman berdasarkan latar belakang ras atau etnis, tujuannya untuk memudahkan pengawasan dan mencegah persatuan antargolongan.

Menilik ke belakang, perkembangan Jalan ABC berkaitan erat dengan pembangunan Jalan Raya Pos (De Grote Postweg) oleh Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels. Jalan ABC adalah bagian dari pusat kota lama, bersama Jalan Banceuy dan kawasan Alun-alun.

Pada pertengahan abad ke-19, kawasan Banceuy yang terhubung langsung dengan Jalan ABC dikenal sebagai tempat peristirahatan kuda dan penggantian kuda bagi kereta pos yang melintasi jalur Anyer-Panarukan. Letaknya yang strategis-dekat dengan pusat pemerintahan (Pendopo Kabupaten) dan Masjid Raya-menjadikannya lokasi yang cocok sebagai pusat perdagangan.

Seiring berjalannya waktu, toko-toko permanen mulai dibangun. Arsitektur bangunan di sepanjang Jalan ABC mencerminkan gaya Indische Empire (arsitektur Eropa) dan Art Deco (arsitektur tahun 1920-an), dengan ciri khas toko di lantai bawah dan tempat tinggal pemilik di lantai atas. Barang yang dijual kala itu sangat beragam, mulai dari tekstil, rempah-rempah, hingga barang-barang rumah tangga seperti kaca, keramik, dan barang pecah belah impor lainnya.

Memasuki abad ke-21, Jalan ABC menghadapi tantangan besar dari e-commerce dan pusat perbelanjaan modern (mal). Namun, kawasan ini memiliki ketahanan yang luar biasa.

Hingga hari ini, Jalan ABC dikenal sebagai lokasi tujuan utama untuk mencari jam tangan, baik baru maupun bekas (antik), serta kacamata. Deretan toko kacamata di sini terkenal karena kemampuan mereka menyediakan lensa dan bingkai dengan harga miring namun kualitas bersaing.

Transformasi paling mencolok adalah dominasi toko barang elektronik. Sebelum adanya e-commerce, pusat elektronika di Bandung pasti akan merujuk ke Jalan ABC dan Cikapundung (yang bersebelahan) untuk mencari komponen langka, suku cadang televisi, hingga peralatan sound system.

Di tengah gempuran pusat perbelanjaan modern dan e-commerce, Jalan ABC menunjukkan kekuatan ekonominya. Suasana di jalan ini menawarkan pengalaman yang tidak bisa diduplikasi oleh e-commerce: interaksi tawar-menawar, keahlian teknisi reparasi jam di pinggir jalan, dan aroma nostalgia kota tua.

Sejarah Jalan ABC bukan sekadar cerita infrastruktur fisik, melainkan tentang pertemuan budaya dan ketangguhan ekonomi rakyat. Dari singkatan etnis Arab, Bumiputera, dan Cina, jalan ini menunjukkan perpaduan budaya dan ketangguhan yang menjadi ciri khas denyut nadi perekonomian kota.

Asal-Usul Di Balik Nama ABC

Jalan ABC di Era Kolonial

Transformasi Jalan ABC Hingga Saat Ini