Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Cirebon, Jawa Barat, mulai menegakkan Peraturan Daerah (Perda) tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) sebagai langkah nyata melindungi masyarakat dari bahaya paparan asap rokok di ruang publik.
Bupati Cirebon, Imron mengatakan, aturan tersebut telah resmi diberlakukan setelah disahkan bersama DPRD Kabupaten Cirebon dan diluncurkan bertepatan dengan peringatan Hari Kesehatan Nasional (HKN) 2025.
“Kawasan tanpa rokok ini dibuat supaya orang yang tidak merokok tidak terkena dampaknya. Ada delapan tempat yang ditetapkan sebagai kawasan tanpa rokok,” ujar Imron di Cirebon, Rabu (12/11/2025).
Delapan lokasi yang dilarang untuk merokok meliputi tempat umum, fasilitas pendidikan, perkantoran, rumah ibadah, taman bermain anak, fasilitas kesehatan, serta angkutan umum.
Menurut Imron, perda ini tidak bermaksud melarang masyarakat merokok sepenuhnya, melainkan menata perilaku merokok agar tidak mengganggu kenyamanan dan kesehatan orang lain. “Tujuannya agar orang yang tidak merokok bisa merasa aman dan nyaman. Ini bukan untuk melarang perokok, tetapi mengatur supaya tidak merugikan orang lain,” jelasnya.
Imron juga menegaskan bahwa para pedagang rokok tidak perlu khawatir kehilangan mata pencaharian, asalkan tetap menaati aturan yang berlaku. “Para penjual rokok juga tetap bisa berjualan, tetapi harus mematuhi aturan yang berlaku,” katanya.
Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Cirebon, Eni Suhaeni, menuturkan bahwa penerapan Perda KTR menjadi payung hukum baru dalam upaya mendorong perilaku hidup bersih dan sehat di tengah masyarakat.
“Dengan adanya regulasi ini, semua pihak tahu bahwa sekarang sudah ada aturan yang mengatur kawasan tanpa rokok di Kabupaten Cirebon,” ujarnya.
Ia menambahkan, pemerintah tetap memberikan ruang bagi perokok dengan menyediakan tempat khusus merokok di beberapa fasilitas publik. “Bukan berarti tidak boleh merokok sama sekali, tetapi harus di tempat tersendiri. Kalau ada yang melanggar, misalnya merokok di taman bermain anak, cukup diberi teguran dan diminta keluar dari kawasan tersebut,” terang Eni.
Menurutnya, aturan ini dibuat semata-mata untuk melindungi kelompok rentan, seperti anak-anak dan ibu hamil, dari paparan asap rokok. “Kita ingin masyarakat lebih nyaman dan sehat saat berada di tempat umum,” tegasnya.
Meski disambut positif, sejumlah pelaku usaha berharap pemerintah daerah mempertimbangkan dampak penerapan perda terhadap sektor ekonomi, khususnya pariwisata dan perhotelan.
Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kabupaten Cirebon, Ida Kartika, menyatakan dukungannya terhadap upaya pemerintah melindungi kesehatan masyarakat, namun meminta agar kebijakan tersebut diterapkan secara proporsional.
“Kami mendukung niat baik pemerintah, tetapi kondisi hotel sekarang masih berat. Kalau larangan merokok diberlakukan total, bisa menurunkan okupansi dan menambah beban operasional,” katanya.
Menurutnya, sebagian besar hotel di Cirebon sebenarnya sudah memiliki area khusus merokok. Namun, aturan baru yang mewajibkan area tersebut berada di luar bangunan utama dinilai berpotensi menyulitkan pelaku usaha.
Sementara itu, perwakilan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kabupaten Cirebon, Whisnu Sentosa, juga berharap pemerintah dapat melakukan peninjauan kembali terhadap beberapa pasal dalam Perda KTR.
“Kami tidak menolak aturan kesehatan, tetapi mohon agar regulasi ini tidak mematikan sektor usaha dan tenaga kerja,” ujarnya.
