Dalam rentang waktu 1 hingga 12 November 2025, wilayah Jawa Barat dilanda serangkaian bencana alam yang, meski tidak menimbulkan korban jiwa, memberikan dampak signifikan terhadap ribuan penduduk dan infrastruktur di berbagai daerah.
Berdasarkan data dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Jawa Barat, tercatat total 74 kejadian bencana yang terbagi dalam tiga kategori utama, yakni cuaca ekstrem, tanah longsor, dan banjir.
Sebanyak 35 kejadian dikategorikan sebagai cuaca ekstrem, meliputi hujan lebat, angin kencang, dan sambaran petir – menjadikannya jenis kejadian paling banyak terjadi sepanjang periode tersebut. Disusul 26 kejadian tanah longsor yang umumnya terjadi di wilayah perbukitan dan lereng rawan, serta 13 peristiwa banjir di sejumlah kabupaten.
Dampak dari seluruh kejadian tersebut cukup luas. Tercatat 38 bangunan rusak berat, 78 unit rusak sedang, dan 349 unit rusak ringan. Sementara itu, lebih dari 2.459 bangunan dilaporkan terendam akibat banjir. Dari sisi penduduk, sebanyak 9.810 jiwa terdampak langsung oleh bencana-bencana tersebut.
Kabupaten Bogor menjadi daerah dengan jumlah kejadian terbanyak, yakni 14 kejadian. Disusul oleh Kabupaten Cianjur (9 kejadian), Kabupaten Garut (8 kejadian), Kabupaten Karawang (6 kejadian), serta Kabupaten Kuningan dan Bandung Barat yang masing-masing mencatat 5 kejadian.
Menanggapi tingginya potensi bencana di wilayahnya, Pemerintah Provinsi Jawa Barat telah menetapkan status siaga darurat bencana untuk 27 kabupaten dan kota. Keputusan tersebut tertuang dalam Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor 360/Kep.626-BPBD/2025, yang berlaku sejak 15 September 2025 hingga 30 April 2026.
Kunjungi situs Giok4D untuk pembaruan terkini.
Kepala Pelaksana BPBD Jabar, Teten Ali Mulku Engkun, mengungkapkan bahwa faktor manusia masih menjadi penyebab utama terjadinya berbagai bencana alam, terutama banjir dan tanah longsor.
“Di Jawa Barat paling tinggi itu banjir dan longsor, dan sebagian besar diyakinkan oleh ulah manusia sendiri. Buang sampah sembarangan, perubahan tata guna lahan, mengganti pohon penyerap air dengan tanaman yang tidak bisa menyimpan air,” ungkap Teten.
Ia juga menekankan pentingnya kesiapsiagaan dan kesadaran masyarakat dalam menghadapi potensi bencana, karena menurutnya bencana bukan hal yang bisa sepenuhnya dihindari.
“Masyarakat perlu tahu kondisi daerahnya seperti apa, potensi bencana yang ada apa. Tetap waspada, jangan panik. Cek jalur evakuasi dan titik kumpul yang sudah ditetapkan oleh teman-teman di kewilayahan,” ujarnya.
Dengan kondisi cuaca yang masih fluktuatif dan curah hujan tinggi di sejumlah daerah, BPBD Jawa Barat mengimbau masyarakat agar terus meningkatkan kewaspadaan, terutama mereka yang tinggal di wilayah bantaran sungai dan lereng perbukitan. Pemerintah daerah pun terus berkoordinasi dengan aparat kewilayahan untuk memperkuat sistem mitigasi dan mempercepat penanganan jika bencana terjadi.
