Bagi sebagian orang, Natal kerap identik dengan pohon cemara, misa malam Natal, dan hadiah yang terbungkus rapi. Namun, di balik perayaan tersebut, sejumlah keluarga memiliki tradisi berbeda yang dijalani secara turun-temurun dan menyimpan makna personal.
Tradisi-tradisi kecil inilah yang justru menjadi ruang paling intim untuk menyambut kelahiran Tuhan, melalui kebersamaan dan rasa syukur yang sederhana.
Di sebuah rumah sederhana yang penuh kehangatan, Keisha dan keluarganya merayakan Natal dengan tradisi yang unik. Tinggal di lingkungan yang mayoritas penduduknya beragama Muslim, keluarga Keisha memiliki cara merayakan Natal yang menyerupai suasana Lebaran atau Idul Fitri.
Menjelang hari Natal, Keisha dan keluarganya rutin membagikan bingkisan kepada para tetangga sebagai bentuk rasa syukur. Tradisi ini telah dilakukan secara konsisten setiap tahun.
“Waktu nenek masih banyak tenaganya kita bikin kue sendiri, bolu ketan biasanya. Tapi kan sekarang neneknya udah gak kuat, jadi beli aja cukup,” kata Keisha.
Selain mengikuti ibadah Natal di gereja, Keisha bersama keluarga besar juga memiliki kebiasaan berkumpul di rumah sang nenek. Momen tersebut dimanfaatkan untuk saling berbagi cerita tentang perjalanan hidup selama setahun terakhir, sekaligus menikmati hidangan bersama.
Menariknya, menu yang disajikan saat Natal justru merupakan makanan khas Lebaran, seperti opor ayam, rendang, hingga sambal kentang.
Tak hanya itu, keluarga Keisha juga memiliki kebiasaan berziarah ke makam sanak saudara yang telah meninggal dunia. Meski tidak diwajibkan dalam ajaran agama, tradisi ini telah lama menjadi bagian dari perayaan Natal keluarga mereka.
“Bisa sebelum natal atau bisa juga setelah natal gitu, biar sama-sama ikut merayakan natal aja. Jadi kita ziarah gitu,” ucapnya.
Tradisi ziarah juga dijalani oleh keluarga Catherine. Setiap tahun, keluarga Catherine menyempatkan diri mengunjungi makam anggota keluarga yang telah berpulang.
“Biasanya kalau ada keluarga yang udah meninggal, bisa di sebelum, setelah, atau pas lagi natal pasti ziarah gitu sih tradisinya,” katanya.
Selain ziarah, keluarga Catherine memiliki tradisi Natal yang tak kalah unik. Uang Natal di keluarganya tidak diberikan dalam amplop, melainkan dimasukkan ke dalam celengan berbentuk ayam.
“Jadi, ada 4 cucu (termasuk Catherine) tiapmalem natal kita itu buka celengan, jadi uang natalnya ga di amplopin tapi di kasih di dalem celengan gitu, lucu deh,” kata Catherine.
Tradisi tersebut sudah dilakukan sejak Catherine kecil. Celengan ayam itu diisi oleh sang nenek secara bertahap selama satu tahun penuh, lalu diberikan kepada cucu-cucunya saat malam Natal.
Sementara itu, Kayla dan keluarganya memilih merayakan Natal dengan cara yang lebih sederhana. Mereka menjalani ibadah Natal seperti biasa tanpa tradisi khusus yang menonjol.
Kebersamaan justru dirasakan saat pergantian tahun. Tepat pada pukul 00.00, seluruh anggota keluarga berkumpul untuk berdoa bersama, menyambut tahun baru dengan harapan dan doa yang baik.
Bagi keluarga Kayla, momen doa bersama tersebut menjadi penutup rangkaian perayaan Natal sekaligus awal dari perjalanan hidup yang baru.
