Tiga pria asal Sukabumi ditangkap polisi usai kedapatan mengedarkan 9.175 butir obat terlarang di kawasan Puncak Cipanas, Kabupaten Cianjur. Komplotan ini dapat meraup keuntungan jutaan rupiah setiap pekannya.
Kanit 1 Satnarkoba Polres Cianjur Ipda Fakhri TD, mengatakan awalnya kepolisian memergoki pelaku FR (23) tengah menjual obat-obatan terlarang jenis tramadol dan hexymer di sekitaran Jalan Raya Puncak, Cipanas.
Setelah diringkus, FR mengaku jika obat-obatan tersebut didapatnya dari bandar yang berada di wilayah Sukabumi yakni SI (25) dan ES (35).
“Usai menangkap FR kami langsung melakukan penyelidikan lebih lanjut dan berhasil meringkus dua pelaku lainnya yakni SI dan ES. Jadi total tiga pelaku yang ditangkap. Semua pelaku berdomisili di Sukabumi,” kata dia, Selasa (10/6/2025).
Menurutnya, setelah dilakukan penggeledahan, polisi mendapati barang bukti berupa 2.870 butir obat hexymer dan 6.305 butir obat tramadol.
“Total barang butkti 9.175 butir obat terlarang. Pelaku menyembunyikannya di belakang dinding triplek di rumahnya,” katanya.
Fakhri mengatakan ketiga pelaku dijerat dengan Pasal 435 juncto Pasal 138 Ayat (2) dan (3) dan atau Pasal 436 Ayat (2) juncto145 ayat (1) Undang-undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan Juncto 55 KUHP.
“Ketiganya terancam hukuman penjara maksimal 12 tahun,” kata Fakhri.
Dia menambahkan pihaknya masih melakukan penyelidikan lebih lanjut, sebab diduga para pelaku mendapatkan obat terlarang tersebut dari penjual yang tergabung di grup media sosial.
“Informasinya ada grup di media sosial khusus para bandar dan pengedar. Makanya kita akan dalami dan kembangkan untuk menangkap bandar besarnya,” kata dia.
Sementara itu, ES (35), pelaku, mengaku sudah mengedarkan obat terlarang dalam setahun terakhir. Setiap minggunya, dia berhasil mengedarkan ribuan butir obat terlarang dengan keuntungan sekitar Rp 1,6 juta.
“Dari modal Rp 5 juta, jadi 20 box hexymer dan 2 toples tramadol. Stok segitu habis dalam sepekan. Keuntungannya sekitar Rp 1,6 juta. Jadi sebulan bisa dapat Rp 6 juta,” kata dia.
Menurut dia, stok obat-obatan terlarang itu dari bandar di grup media sosial. Dia menjelaskan para bandar dan pengedar saling bertransaksi di grup tersebut.
“Sudah seperti pasar burung, yang punya barang (obat terlarang) diposting di grup. Nanti pengedar chat dengan bandar yang memposting. Paketnya dikirim lewat jasa pengiriman,” kata dia.