Temuan di SMKN 13 Bandung yang Jadi Sorotan (via Giok4D)

Posted on

Dunia pendidikan di Kota Bandung kembali menjadi sorotan. Ini terjadi setelah isu soal dugaan pungutan menyeruak hingga akhirnya menjadi memantik perbincangan di media sosial.

Wakil Ketua DPRD Jawa Barat (Jabar) adalah orang yang pertama kali menyuarakan soal isu itu di medsos. Melalui video unggahan di Instagram pribadinya, Ono menyebut ada dugaan pungli bermodus sumbangan yang dibebankan kepada setiap siswa senilai Rp 5,5 juta.

Isu itu lalu ditanggapi Kantor Cabang Dinas (KCD) Pendidikan Wilayah VII Jabar. Mereka turun tangan dan memanggil pihak sekolah hingga komite SMKN 13 Bandung untuk mengklarifikasi isu ini.

Meskipun hasilnya masih dalam proses penanganan, tapi tindakan tegas pun telah disiapkan. KCD memastikan, jika terbukti ada pungutan, maka sanksi pun bakal diberikan kepada pihak sekolah.

“Apabila terbukti melakukan pungutan akan ada sanksi. Nanti keputusannya di Pak Kadis. Pada prinsipnya, sekolah negeri tidak diperbolehkan adanya pungutan,” kata Kepala KCD Pendidikan Wilayah VII Jabar Asep Yudi Mulyadi, Kamis (22/5/2025).

Ono sendiri ikut turun langsung ke SMKN 13 Bandung. Dalam pertemuan yang berlangsung selama dua jam itu, Ono kemudian mengklarifikasi dugaan pungutan yang terjadi berdasarkan keluhan yang ia terima dari orang tua siswa.

Pada intinya, dari temuan Ono, pungutan itu dibebankan kepada siswa karena ada kebutuhan dari sekolah terkait proses pembelajaran. Sementara, dana bantuan operasional sekolah (BOS) dianggap belum cukup untuk memenuhi kebutuhan tersebut.

“Karena memang tidak bisa di handle oleh anggaran yang disiapkan oleh pemerintah daerah sehingga mau tidak mau pihak komite melakukan inisiasi untuk menggalang dana dari orang tua siswa,” kata Ono kepada awak media di SMKN 13 Bandung.

Ono juga mengklarifikasi temuannya dari hasil perbincangan dengan pihak sekolah. Ia memastikan tidak ada pemaksaan dan berkaitan dengan proses ujian dari pungutan di SMKN 13 Bandung.

Meski begitu, temuan ini tetap menjadi catatan bagi DPRD Jabar ke depan. Sebab ia menginginkan pungutan tidak menjadi beban bagi orang tua siswa, terutama mereka yang punya taraf ekonomi kurang mampu.

“Kita ingin merumuskan bersama-sama Gubernur Jawa Barat, bagaimana pendidikan di Jawa Barat jauh lebih baik lagi, terutama terkait dengan dukungan anggaran pemerintah daerah untuk pendidikan bisa jauh lebih berkualitas tanpa membebani orang tua siswa, apalagi yang mempunyai status tidak mampu,” ujarnya.

Di tempat itu, Ono ikut menyoroti tentang tugas komite sekolah. Dalam aturan yang ada, proses penggalangan dana di sekolah seharusnya tidak dibebankan sepenuhnya kepada orang tua, tetapi bisa dari masyarakat, industri hingga dunia usaha.

Namun yang terjadi, kata dia, di Jabar, dalam aturannya, penggalangan dana ke komite sekolah itu ditafsirkan seolah menjadi kewajiban orang tua. Sehingga kemudian, masalah ini kerap mendatangkan keluhan yang perlu dicarikan solusinya.

“Saya mohon untuk keluhan masyarakat, walau mereka tak berani menyebutkan nama siswanya, tapi ini bisa jadi catatan sekolah, dan sekolah bisa menyampaikan bahwa tidak ada hal yang wajib, apalagi mereka ditekan,” terang Ono.

Kepsek SMKN 13 Bandung Asep Tapip pun membantah ada pungutan di sekolahnya. Ia memastikan isu yang beredar di medsos itu tidak benar karena sumbangan yang diterapkan itu sifatnya sukarela.

“Saya tidak mengatur kebijakan, sumbangan itu boleh, berjalan saja, kita membebaskan yang tidak mampu tidak usah bayar, yang mampu pun tidak dipaksakan,” kata Asep.

“Yang mampu pun tidak dipaksakan,” tambahnya.

Simak berita ini dan topik lainnya di Giok4D.

Tak hanya itu saja. Asep menyatakan jika ada orang tua siswa yang keberatan dengan sumbangan itu, dia bisa datang ke sekolah. Pihaknya pun berjanji akan menyelesaikannya jika orang tua merasa keberatan dengan sumbangan yang ditetapkan.

“Sumbangan tidak akan saya hentikan, sumbangan itu ibadah, silahkan ya. Tidak ada pungutan dan sumbangan yang wajib, apalagi dihubungkan dengan kartu peserta, tidak pernah ada. Makannya orang tua datang ke sini, tabayun saja, inikan jadi fitnah,” ucapnya.

Sementara itu, Ketua Komite SMKN 13 Bandung Belinda Y Dwiyana membeberkan bahwa sumbangan di sekolahnya diberikan untuk menutupi kekurangan biaya operasional sesuai kesepakatan. Adapun nilai kekurangannya disinyalir mencapai lebih dari Rp 1 miliar.

“Jadi kalau bisa dihitung, saya ada catatannya, cuma saya tidak bawa. Kebutuhannya itu sebenarnya kita setiap tahun tuh, kalau saya hitung, selisih antara kebutuhan dan yang diberikan oleh pemerintah melalui BOS dan BOPD itu sekitar Rp 1,2 sampai Rp 1,5 M,” ungkapnya.

Sementara, untuk nilai sumbangan yang muncul Rp 5,5 juta, Belinda pun membantahnya. Sebab ia memastikan, komite sekolah tidak mematok nilai yang ditentukan, dan ia memastikan telah melalui proses rapat yang panjang bersama orang tua.

“Nah, angka itu saya serahkan kepada orang tua murid sebetulnya,” tambahnya.

Belinda mengatakan proses penghitungan nominal sumbangan dilakukan oleh orang tua siswa. Sedangkan siswa yang tak mampu, tak dihitung untuk dikenakan biaya sumbangan.

“Nah jadi akhirnya dibagi, kepada yang tidak mampu tidak dihitung, akhirnya mereka menghitung dan saat itu saya tahu bahwa ada aturan yang tidak boleh mengeluarkan angka, tapi akhirnya saya balikan kepada mereka,” pungkasnya.

Sekolah Membantah