Sudah jatuh tertimpa tangga, setidaknya itulah yang dirasakan oleh Enjung, seorang kepala desa di Karawang yang harus menikmati tambahan waktu mendekam di penjara usai korupsi Dana Desa dan terjerat kasus penggelapan sebelumnya.
Kepala Kejaksaan Negeri Karawang Dedy Irwan Virantama menuturkan, tim Jaksa Penyidik Tindak Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Negeri Karawang menetapkan tersangka setelah melalui serangkaian pemeriksaan.
“Kejaksaan Negeri Karawang telah menetapkan seorang kepala desa berinisial E sebagai tersangka terkait dugaan tindak pidana korupsi pada penggunaan Dana Desa Tanjungbungin, Kecamatan Pakisjaya Kabupaten Karawang Tahun Anggaran 2022 hingga 2024,” ujar Dedy, saat dikonfirmasi infoJabar, Rabu (10/12/2025).
Enjun, yang menjabat Kepala Desa Tanjungbungin, Kecamatan Pakisjaya periode 2021 hingga 2027, ditetapkan berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor: B3109/M.2.26/Fd.2/12/2025 tanggal 09 Desember 2025.
Hasil penyidikan tim jaksa penyidik Pidsus Kejaksaan Negeri Karawang menunjukkan, tersangka E diduga menyalahgunakan Dana Desa Tanjungbungin pada 2022 hingga 2024 untuk kepentingan pribadi.
Akibat ulah Enjun, kegiatan Desa Tanjungbungin yang bersumber dari Dana Desa Tahun Anggaran 2022 hingga 2024 sebagian besar tidak terlaksana.
“Karena perbuatannya, sebagian kegiatan yang bersumber dari Dana Desa tidak berjalan. Total kerugian negara yang timbul akibat perbuatan korupsi tersangka sebesar Rp1,87 miliar dalam jangka waktu 2 tahun,” ungkapnya.
Kejaksaan tidak melakukan penahanan terhadap Enjung pada saat penetapan tersangka, sebab statusnya sudah mendekam di penjara karena sebelumnya sudah menjadi terpidana dalam perkara penggelapan melalui Putusan Pengadilan Negeri Karawang Nomor: 99/Pid.B/2025/PN Kwg tanggal 22 Juli 2025.
“Tersangka tidak kita tahan, karena statusnya sudah terpidana dengan pidana penjara selama 2 tahun 6 bulan karena kasus tindak pidana penggelapan,” ujar dia.
Akibat perbuatan itu, Enjun terancam menjalani hukuman penjara tambahan. Ia terancam pidana penjara paling singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun, serta pidana tambahan seperti perampasan aset dan pembayaran uang pengganti kerugian negara. Pasal yang dikenakan adalah Primair Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dan diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Subsidair Pasal 3 jo. Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dan diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
“Tersangka akan mempertanggungjawabkan perbuatannya setelah masa tahanan sebelumnya berakhir sesuai putusan pengadilan, sebagaimana dimaksud Pasal 3 jo. Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dan diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,” pungkasnya.
