Lapas Kelas II B Sumedang memperkuat sistem keamanan internal dengan menghadirkan teknologi deteksi dini bernama SIGAP (Sistem Gawat Darurat dan Pertolongan). Sistem ini dirancang sebagai perangkat komprehensif untuk mencegah potensi kerusuhan, gangguan keamanan, hingga risiko kebakaran maupun bencana alam di lingkungan pemasyarakatan.
Berbeda dari pendekatan konvensional, SIGAP mengintegrasikan tombol darurat, sinyal visual, dan audio yang langsung terkoneksi ke pos jaga. Mekanisme ini memungkinkan respons jauh lebih cepat dalam hitungan info ketika terjadi situasi gawat.
Menurut Kepala Lapas (Kalapas) Kelas IIB Sumedang, Ratri Handoyo Eko Saputro, SIGAP dirancang berdasarkan tiga pilar risiko yang selama ini menjadi titik rawan di lapas seperti kesehatan, keamanan dan ketertiban (kamtib), serta bencana.
“Dalam pelaksanaannya, SIGAP menggunakan sistem peringatan darurat berbasis tombol dan sinyal visual-audio yang dipasang di area hunian,” ujar Ratri, Jumat (14/11/2025).
Ratri menjelaskan, teknologi ini memungkinkan warga binaan memicu sinyal darurat ketika mereka menghadapi kondisi kritis, mulai dari penyakit mendadak, ancaman keributan atau chaos hingga tanda-tanda kebakaran atau gempa.
“Penekanan tombol ini akan memicu lampu darurat (indikator visual) dan sirine peringatan (indikator audio) di pos jaga, sehingga petugas dapat segera memberikan pertolongan dengan cepat dan tepat. Inovasi SIGAP menjadi langkah strategis Lapas Sumedang dalam menghadirkan sistem tanggap darurat yang efektif, terukur, dan humanis,” katanya.
Selain mempercepat waktu respons, sistem ini juga dirancang untuk meningkatkan koordinasi antarpetugas. Informasi yang diterima melalui sinyal SIGAP memungkinkan pengaturan komando yang lebih jelas, terutama ketika terjadi potensi konflik atau ancaman kebakaran.
Ratri menegaskan bahwa teknologi ini bukan sekadar alat bantu, melainkan upaya membangun kultur baru di internal lapas.
“SIGAP bukan hanya teknologi, tetapi budaya kesiapsiagaan. Kami ingin setiap petugas memahami bahwa cepat tanggap bukan pilihan, tapi kewajiban,” ucapnya.
Melalui integrasi teknologi ini, Lapas Sumedang berharap mampu memperkecil risiko gangguan keamanan dan memperkuat mitigasi bencana, sekaligus menjadi model penerapan sistem deteksi darurat yang modern di lembaga pemasyarakatan lainnya.
