Saat Hakim Tegur Borgol di PN Cibinong: Ini Ruang Sidang

Posted on

Ruang sidang Prof. Asikin di Pengadilan Negeri Cibinong berubah senyap. Dari kursi majelis, sorot mata Ketua Hakim Ahmad Taufik tertuju pada deret bangku tunggu di seberang ruangan. Ada 12 orang terdakwa yang baru saja dibawa masuk. Dua perempuan duduk tanpa borgol, sementara sepuluh pria di samping mereka masih terikat besi di pergelangan tangan.

Teguran pun meluncur. “Kenapa ini borgol semua? KUHAP mengatakan tidak ada borgol di ruang sidang,” ucap Ahmad Taufik lantang, Rabu (17/9/2025).

Kalimatnya sederhana, tapi terasa berat. Ia menegaskan kembali, “Tidak ada borgol di dalam ruang sidang. Itu risiko tugas kami.”

Petugas pengadilan lantas melepas satu per satu borgol yang masih mengikat para terdakwa.

Kata-kata itu bukan sekadar koreksi prosedur. Hakim mengingatkan bahwa ruang sidang bukan hanya tempat membacakan dakwaan atau putusan, melainkan juga ruang di mana martabat terdakwa tetap dihormati.

“Enggak boleh pakai rompi. Masuk ruang sidang rompi buka. Kalau semua pakai baju dalaman, saya suruh buka. Labeling itu namanya,” kata Hakim Taufik.

Perhatian hakim kemudian bergeser kepada pengunjung sidang. Kursi yang tersedia penuh sesak, terdakwa yang masuk belakangan terpaksa berdempetan di bangku tunggu, bahkan ada yang duduk di lantai.

Hakim Ahmad Taufik menghela napas. “Tolong pengunjung sidang berdiri, beri tempat duduk bagi terdakwa. Mereka sudah tidak nyaman, jangan menambah mereka tidak nyaman,” tegasnya lagi.

Hari itu, ruang sidang Prof. Asikin memang padat. Sebanyak 54 terdakwa dijadwalkan menjalani persidangan, dengan perkara beragam: pencurian, tawuran, penyalahgunaan narkotika, hingga kasus asusila yang berlangsung tertutup. Sidang demi sidang bergulir, dari satu perkara ke perkara lain.

Sesekali, hakim berkelakar untuk mencairkan suasana. Seperti saat sidang terdakwa AR (18), remaja yang didakwa membawa senjata tajam untuk tawuran.

Agenda sidang hari itu adalah pemeriksaan saksi. Dua anggota polisi yang menangkap AR di jalan alternatif Sentul hadir di ruang sidang, bersama seorang pengemudi online.

Dalam kesaksiannya, salah seorang polisi menyebutkan AR ditangkap saat terjatuh dari motor yang diparkir, rekan-rekan AR langkah seribu saat polisi mengadang gerombolan remaja saat itu.

Dari tangan remaja itu, polisi menemukan sebilah celurit dan sebuah handphone yang berisi pesan ajakan tawuran. Dua barang tersebut kemudian dihadirkan sebagai bukti.

Usai mendengar keterangan saksi, suasana yang semula tegang sedikit mencair. Ketua Majelis Hakim Ahmad Taufik menatap AR yang duduk di kursi terdakwa. Dengan nada setengah berkelakar, ia bertanya, “Mana teman-temanmu, ndak besuk kamu?”

AR menunduk, menjawab lirih sambil menggeleng, “Tidak ada, Pak.”

Hakim tersenyum tipis lalu menimpali, “Apes kamu. Kamu waktu pergi enggak wudhu.”

Beberapa orang di ruang sidang terdiam, sebagian tersenyum. Di tengah keseriusan persidangan yang menumpuk perkara, percakapan singkat itu menjadi pengingat bahwa ruang sidang bukan hanya arena hukum, tapi juga ruang manusiawi, tempat teguran, canda, dan keadilan bertemu.