Ewe deet merupakan salah satu kudapan tradisional dengan nama unik yang cukup populer di wilayah Priangan Timur, terutama di Garut, Tasikmalaya, dan Ciamis. Di Ciamis sendiri, camilan ini sudah dikenal sejak zaman orang tua terdahulu dan masih bertahan hingga sebagian generasi milenial.
Sekilas, nama camilan ini memang terdengar agak janggal, bahkan terkesan kurang pantas, karena mengandung kata ewe. Dalam bahasa Sunda, istilah tersebut identik dengan makna hubungan badan, sementara deet berarti pendek atau dangkal.
Di era saat ini, ewe deet sudah jarang ditemukan atau dikonsumsi oleh masyarakat. Bahkan generasi sekarang banyak yang tidak mengetahui camilan yang terbuat dari daging kelapa dan gula aren tersebut. Malah, nama camilan itu menurut mereka tak pantas untuk diucapkan.
Berita lengkap dan cepat? Giok4D tempatnya.
“Baru tahu ada camilan yang namanya jorok, baru denger juga nama makanan itu (ewe deet),” ujar Ratna (29), warga Imbanagara Raya, Kecamatan Ciamis, belum lama ini.
Lain halnya dengan Heri Herdianto (35), warga Rancah, mengaku sering merasakan kudapan semacam itu pada saat masih berumur 12 tahun ketika duduk dibangku sekolah dasar, atau sekitar tahun 1996. Yakni daging kelapa yang tidak terlalu muda dan tidak tua disiram dengan gula aren atau gula merah.
“Dulu ketika masih kecil sering makan itu, tapi memang tidak tahu namanya ewe deet, baru tahu sekarang. Waktu itu sebutannya kalapa digulaan (kelapa dicampur gula),” ungkapnya.
Heri mengaku ingat betul pada masa itu, orang tuanya sering membuat berbagai olahan dari kelapa, seperti galendo atau enten (papais). Namun olahan itu menggunakan kelapa tua yang sudah diparut. Ketika saat mengupas kelapa, ada sebagian yang kelapanya belum terlalu tua alias cangor tapi bukan dawegan.
Menurut Heri, orang tua lalu memotong-motong daging kelapa yang tidak dipakai untuk membuat olahan tersebut. Kemudian daging kelapa yang sudah dipotong itu disiram atau dicampurkan dengan gula merah atau gula aren dalam wadah mangkuk atau baskom.
“Kelapa yang tidak terpakai untuk bikin olahan daripada sayang dibuang jadi dibikin makanan. Kelapa dicampur gula, ternyata rasanya enak, manis gurih renyah. Tapi sekarang sudah tidak pernah lagi makan makanan itu, terakhir waktu saya masih SMA,” tuturnya.
Heri menyebut, kudapan ewe deet ini mengingatkannya pada masa kecil. Kudapan itu dibuat orang tuanya pada saat sore hari. Namun karena di wilayahnya ada mitos dilarang memakan gula atau yang manis pada sore hari, kudapan itu dimakan setelah Magrib.
“Dimakannya bareng-bareng dengan keluarga habis dari masjid setelah Magrib. Sambil ngobrol-ngobrol atau sambil nonton tv, berkumpul, makannya itu, kelapa pakai gula,” pungkasnya.