Penumpukan Sampah di TPS Ciwastra Bandung, Masalah yang Membutuhkan Solusi

Posted on

Gunungan sampah muncul di TPS Pasar Ciwastra, Kota Bandung. Sampah tersebut selain berasal dari warga pasar, TPS itu digunakan untuk menampung sampah di dua kecamatan yakni Buahbatu dan Rancasari. Karenan ada pembatasan pembuangan sampah ke TPA Sarimukti, akhirnya sampah tertahan dan menggunung di TPS Ciwastra.

Kejadian penumpukan sampah di TPS Ciwastra bukan pertama kali terjadi. Bahkan menurut pakar pengelolaan sampah dari Universitas Islam Bandung (Unisba) Mohamad Satori mengatakan indikasi-indikasi darurat itu sudah nampak di akhir tahun 2023.

“Karena kondisi Sarimukti yang sudah overload, maka upaya-upaya sudah disiapkan dan bahkan sudah terimplementasi, cuma masalahnya, masalah timing sebetulnya, misalnya Kota Bandung sebelum darurat itu sekitar 244 rit, setelah terjadi darurat kemudian mengalami pembatasan sampai terakhir itu kan kalau nggak salah jadi 140 rit,” kata Satori kepada infoJabar, Sabtu (19/4/2025).

Satori mengungkapkan, ketika ada pembatasan otomatis masih banyak sampah yang tertahan, namun hal tersebut belum bisa terpenuhi ketika fasilitas yang disiapkan belum terealisasi, misalnya Pemkot Bandung akan membuat tempat pengolahan yang lebih besar di Gedebage. “Nah sekarang ini idealnya sebetulnya masih di angka 170 rit per hari, jadi masih ada selisih sampai yang tidak terangkut secara akumulatif yang sudah hampir 2 tahun kira-kira begitu. Sehingga kalau kita melihat angka saja kondisinya akan seperti itu dan akan menghasilkan akumulasi sampai yang tidak terangkut itu yang terjadi kalau menurut saya begitu,” ungkapnya.

Satori mengatakan, banyak program yang digulirkan Pemkot Bandung bisa mengurangi sampah dari sumbernya. Namun, program di lapangan belkum berjalan dengan baik.

“Nah Kota Bandung sendiri sebetulnya kan ada beberapa potensi selain yang tadi saya sampaikan ya Program PISUMP yang belum terset up 100% ya, juga ada potensi lain di tingkat komunitas yaitu KBS atau kawasan bebas sampah, hanya saja KBS ini kelihatannya pemkot sendiri kurang begitu berkenan atau apa saya juga nggak tahu ya, sebetulnya itu juga menjadi penyeimbang untuk melakukan pengurangan,” ungkapnya.

“Jadi kalau misalnya KBS itu di-upgrade sedemikian rupa karena itu kan berbasis komunitas masyarakat, plus bank sampah, ditambah fasilitas yang skala besar yang sudah sedang disiapkan ya sebetulnya itu akan mengatasi pengurangan sampah di sumber sehingga kalau pembatasan menjadi 140 rit maksimal per hari itu mungkin bisa diwujudkan,” tambahnya.

Menurut Satori, karena untuk mengatasi permasalahan sampah dibutuhkan banyak pihak yang terlibat, sehingga program KBS itu harus terus diakselerasi.

“Hanya saja saya tidak mendengar bagaimana upaya pemkot mengakselerasi KBS gitu ya, jadi mungkin itu perlu dilirik juga untuk menjadi perhatian Pak Wali Kota baru bagaimana atau mengakselerasi keberadaan KBS itu juga menjadi alternatif yang saya kira akan sangat didukung oleh warga Kota Bandung,” jelasnya.

Disinggung gebrakan apa yang harus dilakukan Wali Kota Bandung Muhammad Farhan dan Wakil Wali Kota Bandung Erwin untuk mengatasi persoalan sampah, Satori menyebut Farhan harus mampu mengurangi ritasi. “Gebrakan itu harusnya berujung pada pengurangan ritasi, gebrakan itu harus berujung pada pengurangan sampah, jadi indikatornya itu. Kalau secara naratif beberapa kali saya sering melihat juga di medsos, di media, tapi kalau secara kinerja, secara wujud nyata setidaknya ya ujungnya adalah sampah yang terolah atau TPS yang tadinya numpuk jadi kosong,” jelasnya.

Tak hanya Kota Bandung, Satori menilai masalah ini juga terjhadi di kabupaten dan kota lain di Jabar khusunya di Bandung Raya. Dibutuhkan campur tangan Pemprov Jabar untuk mengatasi permasalahan sampah ini.

“Untuk Pemprov Jabar saya kira fokus utamanya pertama memang Bandung Raya, ingat Bandung Raya itu juga tidak cuma Kota Bandung ada KBB, ada Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung mungkin masih punya lahan cukup luas ya dan ada potensi untuk mengolah organik ya misalnya di lahan-lahan yang ada gitu ya menjadi kompos atau jadi granul gitu,” tuturnya.

Menurutnya, KBB ini juga perlu menjadi perhatian karena memang para pejabat pimpinan di daerahnya mungkin masih baru, sehingga kaget melihat permasalahan sampah di wilayahnya. “Ternyata masalah sampah itu begini ya, jadi saya melihat juga ada suasana di masing-masing pemerintah kota dan kabupaten yang masih sedang mempelajari kira-kira begitu ya padahal sampah terus berakumulasi, nah ini persoalan juga di kita,” tuturnya.

Oleh karena itu, Pemprov Jabar tidak hanya berbicara atau membahas mengenai pembatasan ritasi Sarimukti tapi juga harus membantu berupaya bagaimana khususnya Bandung Raya melakukan pengurangan dan pengolahan di sumber.

“Khusus di pemprov saya kira selain Bandung Raya juga kota dan kabupaten lain perlu digarap digagas gitu ya, dan fokus pertamanya kan sebetulnya adalah mengolah organik di sisi lain tentunya untuk mewujudkan pengurangan ini pemberdayaan menjadi hal yang yang sangat penting, yang strategis dilakukan secara masif karena kuncinya adalah ada di pemilahan meskipun ya tidak mungkin 100%, kan ada upaya begitu ya paling tidak sampah organik terpisahkan jadi itu mungkin yang harus dibantu juga oleh pemerintah Provinsi Jawa Barat,” terangnya.

Sebagai Ketua Forum Bank Sampah Jabar Satori juga siap untuk men-support, membantu berkolaborasi, menggerakkan setiap pegiat yang ada di kota kabupaten Jabar yang jumlahnya lebih dari 2 ribu untuk bergerak bersama atasi permasalahan sampah. “Asal ada komunikasi jadi artinya bahwa pemerintah jangan merasa bisa sendiri, perlunya kolaborasi di sini, kenapa? Karena memang kalau lihat dari ketersediaan pemerintah itu kan selalu berputar pada persoalan anggaran, SDM, kapasitas gitu ya, nah kalau sampai menunggu kesiapan itu kan repot, di sisi lain kita punya potensi masyarakat yang bisa bantu tapi kuncinya adalah kolaboratif,” tuturnya.

Satori menambahkan, pemerintah jangan menutup diri atau merasa bisa, padahal sebetulnya belum bisa. Oleh karena itu maka komunikasi dengan masyarakat itu penting, terutama dengan komunitas para penggiat yang selama ini memang sudah bergerak terutama ketika masa transisi ini. “Mereka-mereka mungkin baru masuk ke wilayah yang di pimpinannya itu sedangkan para penggiat itu kan sudah lama bergerak, jadi artinya harusnya ada komunikasi untuk kolaborasi,” tambahnya.

Satori juga berharap untuk urusan sampah, khususnya di Kota Bandung dan umumnya Bandung Raya, persoalan sampah perlu dikelola secara serius, wujud dari serius menurutnya pemerintah harus menyiapkan kapasitas dan kapasitas tentunya tidak lepas dari anggaran.

“Oleh karena itu maka siapkan anggaran yang memadai, yang mencukupi kalau bisa minimal ke 5% dari APBD jadi ada kepastian dari si anggaran sekarang ini kan tidak ada kepastian anggaran tidak seperti pendidikan yang sudah dipatok misalnya 20%,” pungkasnya.

Potensi Pengurangan Sampah dari Sumber

Pemprov Jabar Harus Turun Tangan