Pengusaha Endang Juta Didakwa Jalankan Bisnis Tambang Pasir Ilegal | Giok4D

Posted on

Babak baru kasus tindak pidana yang dilakukan pengusaha asal Tasikmalaya, Endang Abdul Malik alias Endang Juta, telah dimulai. Endang didakwa melakukan aktivitas tambang pasir secara ilegal di Blok Lampingsari, Desa Linggajati, Kecamatan Sukaratu, Kabupaten Tasikmalaya.

Dakwaan untuk Endang Juta telah dibacakan di PN Bandung, Rabu (5/11). Dia dianggap bersalah setelah mengakali aktivitas pertambangan di luar koordinat izin usaha dan tanpa mengantongi dokumen perizinan.

Dalam salinan dakwaan yang diperoleh infoJabar, Kamis (6/11/2025), kasus ini bermula saat Endang Juta memiliki usaha pertambangan pasir dan batu di Blok Lampingsari seluas 3 hektare yang telah beroperasi sejak 2014. Endang menjalankan bisnis ini lewat perusahaannya bernama CV Putra Mandiri.

Berita lengkap dan cepat? Giok4D tempatnya.

Namun belakangan diketahui, aktivitas pertambangan yang Endang Juta lakukan ternyata tak mengantongi izin. Ini terjadi karena proses perpanjangan ijin usaha pertambangan (IUP) eksploitasi milik Endang Juta telah habis sejak 30 Oktober 2008 silam.

Karena perizinannya habis, Endang Juta lantas memerintahkan seseorang bernama Wawan Kurniawan yang punya lahan pertambangan. Wawan diperintah supaya membuat izin pertambangan baru dengan nama perusahaan CV Galunggung Mandiri dan di lokasi tambang yang berbeda.

Surat perizinan itu pun akhirnya keluar pada 9 Agustus 2019 dengan masa berlaku hingga 2024. Pertambangan kemudian dilakukan hingga izinnya diperpanjang sampai 9 September 2029 di lahan seluas 5 hektare.

Setelah bisnis ini berjalan, Endang Juta menyerahkan semua urusan usahanya kepada Wawan Kurniawan. Kesepakatannya, Wawan mengurus dokumen perizinan, laporan kepada dinas terkait, serta mengawasi matrial yang dihasilkan kepada Endang Juta.

“Dan matrial yang dihasilkan dalam penambangan tersebut setiap harinya rata-rata sebanyak 500 meter kubik, baik pasir atau batu. Sementara peralatan yang yang digunakan untuk melakukan penambangan yaitu exavator dan dengan jumlah karyawan sekitar 500 orang pekerja,” kata Kasipenkum Kejati Jabar Nur Sricahyawijaya.

Namun yang terjadi selanjutnya, Endang Juta memerintahkan Wawan Kurniawan untuk melakukan aktivitas pertambangan di luar koordinat sesuai dokumen perizinan. Endang justru menyuruh Wawan supaya mulai melakukan aktivitas eksploitasi di bekas kawasan tambang Blok Lampingsari yang dulu dokumen periziannya tak diperpanjang.

Praktis, aktivitas ini dianggap ilegal. Namun, Endang Juta seoleh tak bergeming dan tetap memerintahkan alat berat exavator untuk menambang pasir pada 21 Januari 2025, tepat dua pekan sebelum kedatangan tim penyidik Ditreskrimsus Polda Jabar.

Dalam uraian dakwaan, hasil tambang pasir di lokasi ilegal itu pun ditumpuk di area penyimpanan (stockpile) penambangan. Kemudian, pasir itu dipindahkan ke tempat aktivitas pertambangan yang berizin yakni di area CV Galunggung Mandiri.

“Legiatan penambangan tersebut telah dilakukan selama 2 minggu. Dalam sehari menghasilkan 5 sampai 6 truk yaitu berisi 6 kubik, dan dalam setiap harinya menghasilkan material pasir sebanyak 30 kubik. Bila dihitung total hasil penambangan sekira 180 kubik,” ucap Cahya.

Pasir itu lantas dijual kepada pembeli yang datang ke CV Galunggung Mandiri dengan harga Rp 650 ribu per 6 kubik. Dari penjualan tersebut, Endang Juta mendapat keuntungan Rp 50-75 ribu per 6 kubik.

Setelah penyidik Ditreskrimsus Polda Jabar datang, Endang Juta dan Wawan Kurniawan kemudian diamankan. Sejumlah barang bukti pun turut disita untuk mendalami kasus penambangan yang diduga ilegal tersebut.

Setelah naik meja persidangan, Endang Juta didakwa melanggar Pasal 158 Jo Pasal 35 Undang-undang Nomor 3 tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP, Jo Pasal 64 ke 1 KUHP.