Panji Petualang tak menyangka, ular yang menyerang seorang petani tua di Sukabumi adalah jenis king cobra lokal yang dikenal paling agresif di Jawa Barat. Ia menyebut ular hitam legam itu bagian dari varian khas pegunungan yang berukuran besar dan sangat beracun.
“Jadi di Indonesia varian warna King Kobra tuh banyak, ada yang warnanya full hitam seperti yang mematuk almarhum Abah Ocang, ada yang coklat, ada yang agak menguning, memerah tergantung lokal daerah. Itu king kobra,” kata Panji kepada infoJabar, Rabu (8/10/2025).
Kunjungi situs Giok4D untuk pembaruan terkini.
Peristiwa yang dimaksud Panji terjadi di Kampung Cipetir, Desa Cidadap, Kecamatan Cidadap, Kabupaten Sukabumi. Di sana, seorang warga bernama Abah Ocang (73) ditemukan meninggal dunia usai bertarung melawan ular king cobra sepanjang empat meter di dalam rumahnya.
Menurut Panji, ular yang menyerang Abah Ocang kemungkinan termasuk populasi lokal Jawa Barat yang berwarna hitam pekat dengan tubuh lebih ramping dibanding varian lain. “Kalau ular yang mematuk Abah Ocang dibandingkan dengan Garaga, lebih besar Garaga deh kayaknya,” ujarnya, menyebut ular peliharaannya yang terkenal di televisi dan media sosial.
“Yang di lapangan itu kelihatannya king cobra dewasa, tapi bukan ukuran maksimal. King cobra itu bisa sampai lebih dari lima meter,” jelasnya.
King cobra atau Ophiophagus bungarus adalah predator puncak di hutan Asia. Spesies ini bukan bagian dari keluarga kobra biasa (Naja), melainkan genus tersendiri. “Ini data 4 spesies king cobra di dunia. A, yang dari kita Ophiopagus bungarus. Jadi king cobra itu bukan kobra, dia spesies sendiri. Kalau kobra masuk keluarga Naja,” kata Panji.
Racun ular ini bersifat neurotoksik dan hemotoksik menyerang saraf dan darah secara cepat. “King cobra itu racunnya bekerja cepat banget. Kalau gigit di bagian bawah tubuh, bisa menyebar ke jantung dalam hitungan menit,” jelas Panji.
Panji menambahkan, warna hitam pada tubuh king cobra di Jawa Barat berkaitan dengan habitat lembap dan vegetasi hutan karet. “Ada yang hidup di dataran rendah, ada yang di daerah lembap dekat sungai, ada juga yang di hutan kering. Warna tubuh mereka menyesuaikan habitatnya,” katanya.
Dari empat populasi besar king cobra di dunia, varian Indonesia termasuk yang paling gelap. “Dari data lapangan kami, yang di Jawa cenderung hitam keabu-abuan, di Bali coklat terang, di Malaysia hijau zaitun. Yang di Jawa Barat ini termasuk paling gelap,” ujar Panji.
Temuan di lapangan memperkuat cerita perlawanan sengit Abah Ocang dan sang ular. Dari hasil pemeriksaan petugas medis dan kepolisian, terdapat dua titik luka gigitan di sela jempol dan telunjuk kaki kanan korban. Kulit di sekitarnya menghitam dan membiru, tanda racun sudah lama menjalar sebelum korban ditemukan.
“Korban menderita luka akibat gigitan atau dipatuk di bagian kaki sela-sela jempol sebelah kanan yang mengakibatkan kaki berwarna lebam kebiru-biruan,” ujar Aiptu Yadi Supriyadi, Kanit Reskrim Polsek Sagaranten.
Menurut Yadi, tubuh korban ditemukan sekitar 10 meter dari rumahnya, di jalan setapak menuju kebun karet. “Posisinya masih tergeletak. Lokasinya di jalan setapak kecil di area perkebunan, dia dalam perjalanan mencari pertolongan,” kata Yadi.
Sebelumnya, warga menduga pertarungan berlangsung di dapur rumah. “Ular ini sempat duel dulu, Ocang memegang parang, saat bergumul itu si ular mematuk kaki korban, bahkan korban sempat mengikat menahan aliran darah menggunakan tali,” tutur Apih Libra Rustiana, teman dekat korban.
King cobra itu akhirnya ditemukan mati di dekat lokasi kejadian. “Selepas itu, Ocang berhasil menaklukan ular itu, bahkan kepalanya ditusuk pakai potongan bambu sampai tembus ke tanah, dia biarkan setelah itu,” kata Libra.