Mitos vs Fakta: Pertolongan Pertama Gigitan Ular yang Sering Salah Kaprah

Posted on

Gigitan ular berbisa kepada manusia dapat berakibat fatal dan berisiko merenggut nyawa bila tidak ditangani dengan benar. Namun, di tengah masyarakat masih banyak mitos yang berkembang soal pertolongan pertama terhadap korban gigitan ular.

Banyak orang masih percaya bahwa menyedot bisa, menyayat luka, atau memberikan ramuan tradisional adalah cara yang benar untuk mengobati gigitan ular. Apakah metode tersebut ampuh?

Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menjelaskan dalam studi herpetologi (cabang ilmu yang mempelajari ular), salah satu cara umum untuk membedakan ular berbisa dan tidak berbisa adalah dengan melihat keberadaan sisik loreal. Ular dari kelompok Colubridae (ular tidak berbisa) biasanya memiliki sisik loreal, yang terletak di antara mata dan lubang hidung. Sebaliknya, pada sebagian besar ular berbisa, sisik ini tidak ada, sehingga bagian depan mata langsung menempel pada sisik di depan hidung.

“Ular berbisa memiliki tool atau alat yang digunakan untuk menginjeksi atau menghantarkan bisanya ke mangsa atau ke musuhnya. Alat ini disebut taring, jadi ular yang berbisa pasti memiliki gigi taring/bisa. Gigi taring bisa terletak di belakang, bisa dilipat atau tidak dilipat. Ukuran gigi bisa sangat besar, dibandingkan gigi-gigi lainnya,” tutur Amir Hamidy, Peneliti Pusat Riset Biosistematika dan Evolusi, Organisasi Riset Hayati dan Lingkungan-BRIN sebagaimana dikutip dari situs resmi BRIN yang diakses infoJabar pada Rabu (2/7/2025)

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) dalam buku Pedoman Penanganan Gigitan, Sengatan Hewan Berbisa dan Keracunan Tumbuhan dan Jamur (2023) memaparkan langkah-langkah pertolongan pertama gigitan ular. Selain itu, buku tersebut menjelaskan rinci mengenai jenis dan ciri-ciri ular berbisa.

Lantas, mitos dan fakta apa saja berkaitan pertolongan kepada orang yang digigit ular berbisa? Simak berikut ini.

Mitos: Menyedot bisa dengan mulut akan mengeluarkan racun ular dari tubuh.
Fakta: Dalam buku pedoman Kemenkes tersebut, menyedot luka gigitan tidak efektif dan sangat tidak dianjurkan. Hal ini bisa menyebabkan infeksi, memperparah perdarahan, dan membahayakan penolong jika ada luka di mulut.

“Melakukan penyedotan darah, sayatan, pemanasan, atau pemberian ramuan tradisional tidak memperbaiki kondisi korban, bahkan memperburuk,” tulis buku tersebut.

Mitos: Membuat sayatan pada luka gigitan akan membantu racun mengalir keluar.
Fakta: Sayatan justru memperparah luka dan meningkatkan risiko infeksi serta perdarahan. Racun ular tidak hanya berada di permukaan kulit, tapi telah masuk ke jaringan dalam dan menyebar lewat sistem getah bening.

Mitos: Mengikat anggota tubuh di atas luka gigitan sekuat mungkin bisa mencegah racun menyebar.
Fakta: Mengikat terlalu kencang dapat menyebabkan kerusakan jaringan (nekrosis), gangguan aliran darah, hingga amputasi. Kemenkes dan WHO menyarankan metode pressure immobilization yang dilakukan dengan tekanan lembut dan pembidaian tanpa memutus aliran darah sepenuhnya.

Mitos: Bisa ular dapat dimatikan dengan cara membakar luka atau menggunakan bahan panas.
Fakta: Tindakan ini hanya akan merusak jaringan kulit, menambah nyeri dan luka bakar. Racun ular tidak bereaksi terhadap panas lokal, dan metode ini sudah lama ditinggalkan oleh dunia medis.

Mitos: Ramuan herbal, kerokan, atau ‘batu hitam’ bisa menyerap racun dari gigitan ular.
Fakta: Tidak ada bukti ilmiah bahwa metode ini efektif. Kemenkes RI secara tegas melarang penggunaan bahan tradisional tak terstandar karena berisiko memperparah infeksi dan menunda penanganan medis yang sebenarnya dibutuhkan.

Gigitan ular yang berujung nyawa manusia melayang kerap terjadi di Indonesia. Sekadar diketahui, Indonesia memiliki sekitar 350 hingga 370 spesies ular, dan 77 di antaranya adalah ular berbisa.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) dalam buku Pedoman Penanganan Gigitan, Sengatan Hewan Berbisa dan Keracunan Tumbuhan dan Jamur (2023) mengungkapkan bahwa tiap tahunnya diperkirakan ada sekitar 135.000 kasus gigitan ular, dengan tingkat kematian mencapai 10% per tahun. Angka-angka tersebut berasal dari laporan 10 tahun terakhir oleh Indonesia Toxinology Society.

Gigitan ular berbisa seperti kobra, weling, welang, atau viper mengandung bisa yang berbahaya yakni neurotoksin (melumpuhkan saraf) atau hemotoksin (merusak jaringan dan darah). Korban bisa mengalami kelumpuhan napas, gangguan penglihatan, pembengkakan ekstrem, hingga kematian jika tidak segera ditangani. Tubuh manusia yang paling sering menjadi target gigitan ular yakni pada kaki bagian bawah, pergelangan kaki, dan telapak kaki.

Berikut langkah pertolongan pertama yang benar sesuai pedoman Kemenkes RI dan WHO:

Membedakan gigitan ular berbisa dan tidak berbisa sangat penting untuk penanganan awal yang tepat. Identifikasi ini dapat dilakukan berdasarkan pola luka gigitan dan, jika memungkinkan, karakteristik fisik ular itu sendiri. Mengutip dari buku Pedoman Penanganan Gigitan, Sengatan Hewan Berbisa dan Keracunan Tumbuhan dan Jamur (2023), berikut penjelasannya.

Gigitan Ular Tidak Berbisa

Ditandai dengan luka yang berbentuk robekan atau lecet pada kulit, digambarkan sebagai ‘robekan dan babras. Ini menunjukkan bahwa gigi ular non-berbisa meninggalkan jejak yang lebih dangkal dan menyebar.

Gigitan Ular Berbisa

Ditandai dengan luka tusukan yang jelas, disebut vulnus ictum. Jumlah tusukan dapat bervariasi, mulai dari satu hingga tidak terbatas, karena adanya variasi gigi taring ular dan kemampuannya untuk mengunyah. Sebagai contoh, gigitan Calloselesma rhodostoma dapat menunjukkan 4 tusukan, sementara gigitan King Kobra bisa lebih dari 7 tusukan. Adanya luka tusukan yang dalam mengindikasikan penetrasi taring yang membawa bisa.

Mitos seputar pertolongan pertama gigitan ular masih banyak dipercaya masyarakat. Padahal, tindakan seperti menyedot bisa, menyayat luka, atau memberikan ramuan tradisional justru membahayakan. Edukasi mengenai pertolongan pertama yang benar dan berbasis medis sangat penting, apalagi di wilayah rawan gigitan ular.

Biasakan melakukan tindakan pertolongan yang benar terhadap orang digigit ular. Ingat, gigitan ular adalah kondisi gawat darurat yang harus ditangani oleh tenaga kesehatan profesional.

Seputar Mitos dan Fakta

Menyedot Bisa Ular dari Luka Gigitan

Menyayat Luka untuk Mengeluarkan Bisa Ular

Mengikat Luka dengan Sangat Kencang

Membakar Luka untuk Membunuh Bisa Ular

Memberikan Obat atau Ramuan Tradisional

Tindakan Pertolongan Pertama yang Dianjurkan

Apa yang Harus Dihindari?

Apa yang Harus Dilakukan Saat Melihat Korban Digigit Ular?

Membedakan Gigitan Ular Berbisa dan Tidak Berbisa

Berdasarkan Tanda Gigitan