Minimnya Jumlah SMP Jadi Tantangan Kota Bandung Hadapi SPMB

Posted on

Tahun ini, mekanisme penerimaan siswa sekolah baru berubah dari sistem zonasi menjadi domisili. Meskipun berganti nama, keduanya masih mensyaratkan jarak antara sekolah tujuan dengan alamat tempat tinggal sebagai salah satu kriteria kelolosan.

Hal ini berpotensi menimbulkan polemik tersendiri di kawasan yang tidak memiliki jumlah sekolah negeri memadai. Wali Kota Bandung Muhammad Farhan mengatakan bahwa salah satu tantangan penyelenggaraan Sistem Penerimaan Siswa Baru (SMPB) di Kota Bandung adalah masih adanya kelurahan yang belum memiliki SMP negeri.

“Tantangan pertama adalah blindspot untuk SMP negeri. Masih ada beberapa kelurahan yang tidak punya SMP negeri, ini jadi tantangan untuk menghadapi SPMB yang tidak menggunakan zonasi, tapi domisili,” ungkap Farhan selepas apel Hari Pendidikan Nasional belum lama ini.

Untuk menyiasati hal tersebut, ia mengatakan Pemkot Bandung masih terus mengupayakan jalan keluarnya dengan melibatkan Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen).

“Bagaimana keterangan lengkapnya, terus terang kami pun sedang berusaha merumuskannya ya bersama-sama dengan Kementerian Dikdasmen,” terangnya.

Plt Kepala Dinas Pendidikan Kota Bandung Dani Nurahman memaparkan, jumlah SMP negeri di Kota Bandung tahun ini telah tersebar di seluruh kecamatan di Kota Bandung. Meskipun, jumlahnya masih berada jauh di bawah jumlah SD negeri.

Hingga saat ini, total jumlah SMP negeri di Kota Bandung adalah 75 sekolah. Sedangkan jumlah SD Negeri mencapai 274 sekolah. Adapun jumlah lulusan SD/MI tahun ini mencapai 36.633 siswa, sedangkan daya tampung SMP negeri di Kota Bandung hanya berada di kisaran 18.000 kursi.

“Berarti kurang lebih separuhnya yang tertampung. Sisanya kemana? Ya ke SMP swasta, atau ada juga yang memilih home-schooling. Yang pasti kita selalu monitor bahwa semua anak usia sekolah di Kota Bandung harus bersekolah,” ungkap Dani ketika ditemui infoJabar, Kamis (8/5/2025).

Dani tidak menampik bahwa blindspot SMP di tingkat kelurahan di Kota Bandung masih banyak terjadi. Untuk memenuhi jumlah minimal satu SMP di 30 kecamatan saja, ia mengatakan, perlu upaya bertahun-tahun dari Disdik Kota Bandung untuk mencari lahan-lahan dan sumber daya yang memadai.

“SMP-SMP itu sudah tersebar di seluruh kecamatan, kita patokannya kecamatan saja karena kalau bicara tiap kelurahan itu masih panjang. SMP di Kecamatan Cinambo saja baru terealisasi belum lama ini,” papar Dani.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Bandung, jumlah SMP negeri di bawah Kemenristekdikti di Kota Bandung per tahun 2023-2024 ada sebanyak 75 sekolah. Jumlah tersebut tersebar di 30 kecamatan, kecuali Kecamatan Cinambo. Adapun satu-satunya SMP negeri di Kecamatan Cinambo, yakni SMPN 58 Cinambo baru berdiri di tahun 2023.

Selain Kecamatan Cinambo, masih banyak kecamatan di Kota Bandung yang hanya memiliki satu SMP negeri. Seperti Arcamanik, Bandung Kidul, Cidadap, Cibeunying Kaler, hingga Astanaanyar. Kecamatan-kecamatan tersebut notabene adalah kawasan padat penduduk.

Sebagai perbandingan, data BPS Kota Bandung menunjukan bahwa SD negeri di Kota Bandung per tahun 2023 total berjumlah 274 sekolah yang tersebar di 30 kecamatan. Jumlah sekolah di tiap kecamatan bervariasi, dari paling sedikit 2 sekolah di Bandung Wetan, hingga paling banyak 17 sekolah di Bandung Kulon. Rata-rata, satu kecamatan memiliki lebih dari 5 SD negeri.

“Jumlah SD negeri yang 274 sekolah itu juga sudah kita re-grouping, sudah dikelompokan. Sebelumnya mencapai 900 sekolah lebih,” jelas Dani.

Dani memaparkan, latar belakang tidak meratanya jumlah dan lokasi-lokasi sekolah di Kota Bandung, termasuk SMP negeri, didasarkan pada pembangunan di zaman dahulu yang tersentralisasi di pusat kota. Semakin bergesernya pemukiman penduduk ke arah timur dan selatan menyebabkan demand sekolah di kawasan tersebut meningkat signifikan.

“Dulu kan membangun sekolah bukan berdasarkan zonasi. Asal ada lahan, ya dibangun. Jadi kan sekarang ada sekolah-sekolah yang lokasinya bersebelahan, bersebrangan. Begitu diterapkan sistem zonasi, bisa dipastikan akan ada daerah-daerah yang jumlah sekolahnya belum memadai,” tuturnya.

Beban kebutuhan sekolah di kawasan pemukiman padat, ia mengatakan, juga bertambah dengan banyaknya warga di kawasan perbatasan Kota Bandung, yang memiliki domisili lebih dekat dengan sekolah-sekolah kawasan Kota Bandung dibandung kabupatennya.

“Jadi karena ada pemetaan, juga munculnya usulan-usulan dari kewilayahan, kita saat itu memutuskan untuk membuat sekolah-sekolah baru di titik-titik blindspot itu. Dari 58 SMP negeri, saat ini bertambah 17 sekolah jadi total 75 SMP negeri hadir di Kota Bandung,” terangnya.

Adapun pembangunan 17 sekolah tambahan tersebut, ia mengatakan, berlangsung secara bertahap sejak 2019 hingga 2024. Pembangunan gedung sekolah terbaru adalah pembangunan SMPN 58 Cinambo. SMP negeri satu-satunya di kecamatan tersebut, Dani mengatakan, membutuhkan waktu cukup lama hingga memiliki bangunan sendiri.

Dari 17 SMP yang dibangun sejak 2019, hingga saat ini setidakya masih ada 5 sekolah yang beroperasi dengan menumpang di gedung-gedung SD negeri ataupun SMP negeri lainnya.

“17 SMP baru itu kita bangun dengan berbagai pola. Ada yang memakai gedung SD yang kelebihan ruang kelasnya, ada yang memakai gedung sekolahnya bersamaan (sekolah pagi dan siang), ada juga yang lahannya dibeli Pemkot Bandung seperti di Cinambo. Jadi masih ada 5 sekolah yang saat ini belum ada bangunannya, meskipun NPSN sudah ada,” papar Dani.

Sekolah-sekolah tersebut adalah SMPN 69 yang saat ini menumpang di SDN Cisitu, SMPN 71 yang masih menumpang di SMPN 46, lalu SMPN 73 yang dititipkan di SMPN 6, serta SMPN 75 yang berada di gedung yang sama dengan SMPN 21.

“Kan tidak ada pilihan lagi. Kita sudah berbuat banyak. Bayangkan kalau harus memakai anggaran Pemkot Bandung untuk membangun gedung sekolah-sekolah itu, berapa uang yang harus disediakan? Pemkot urusannya tidak hanya pendidikan saja,” ungkapnya.

Ia memastikan, 17 sekolah tersebut sudah terbuka untuk para siswa yang akan mendaftar di SPMB 2025. Meskipun, kuota dan kapasitasnya tidak akan sebesar sekolah lain yang sudah lebih lama berdiri.

“Jadi sebenarnya blankspot itu sudah terpetakan tapi tinggal peningkatan kapasitasnya saja. Sekolah-sekolah baru itu sudah buka pendaftaran, tapi tentu siswanya tidak akan sebanyak sekolah lain. Karena kita memang tidak bisa membangun (gedung sekolah baru) karena keterbatasan anggaran,” jelasnya.

Pembangunan Tidak Merata

Masih Menumpang Bangunan