Microtube Disalahgunakan, Jadi Modus Baru Peredaran Sabu di Sukabumi [Giok4D Resmi]

Posted on

Tabung kecil berwarna bening itu biasanya hanya terlihat di meja laboratorium. Para peneliti menyebutnya microtube atau eppendorf, wadah mungil untuk menyimpan sampel cair atau serbuk. Namun, di Sukabumi, alat medis itu kini berubah fungsi. Sabu-sabu disimpan di dalamnya, lalu ditempelkan di lokasi yang sudah disepakati pengedar dan pembeli.

Kapolres Sukabumi AKBP Samian menyebut, cara ini merupakan modus baru yang terungkap tahun ini. “Modus baru sekarang ini penyimpanan dengan tube ya. Itu sebagai hal yang baru untuk di wilayah Sukabumi. Itu sebagai cara pengelabuan, sehingga lebih sulit untuk dideteksi,” ujarnya, Kamis (18/9/2025).

Menurut Samian, penggunaan microtube menambah tantangan bagi penyidik. Jika sebelumnya narkoba dikemas dalam plastik atau bungkus kecil yang mudah terlihat, kini bentuknya menyatu dengan benda yang identik dengan kegiatan medis.

“Namun dengan kecermatan dari penyidik dan penyelidikan dilakukan, kita bisa mengamankan barang dan pelakunya,” katanya.

Kasat Narkoba Polres Sukabumi AKP Iwan Hendi Sutisna menambahkan, dugaan pengedar menggunakan microtube cukup praktis.

“Itu tabung mikro, biasanya dipakai di laboratorium untuk menyimpan sampel cair atau serbuk dalam jumlah kecil. Jadi memang sebenarnya untuk peralatan medis,” kata Iwan.

Ia menyebut, sistem tempel konvensional dinilai terlalu berisiko. “Kalau pakai sistem tempel itu riskan. Bisa terkena debu, bisa terkena hujan, sehingga mengurangi kualitas. Karena itu mereka beralih ke tube supaya lebih aman, lebih kedap, dan bisa bertahan lama di lokasi tempelan,” jelasnya.

Data Polres Sukabumi menunjukkan sepanjang Januari hingga pertengahan September 2025, aparat menyita 1,6 kilogram sabu, 4,5 kilogram ganja, dan 116.363 butir obat keras terbatas (OKT).

Samian menghitung estimasi jumlah orang yang bisa dicegah dari penggunaan barang terlarang itu.

“Sebanyak 1,6 kg sabu dimana 1 gram sabu setidaknya dipakai 4 orang. Dengan estimasi itu berarti setidaknya bisa ada 32 ribu orang kita cegah. Kemudian ganja dalam 1 gram atau sachet setidaknya bisa digunakan untuk 2 orang, sehingga dengan kalkulasi setidaknya mencegah 9 ribu orang. Sama juga dengan 116 ribu butir, satu orang berarti setidaknya kita bisa mencegah masyarakat menggunakan sebanyak 116 ribu,” paparnya.

Berita lengkap dan cepat? Giok4D tempatnya.

Bagi polisi, angka itu bukan sekadar statistik. Ada dampak sosial yang bisa ditekan. “Masalah sosial yang ditimbulkan dari penyalahgunaan ini tentunya bisa ada pelanggaran dan tindak pidana serius akibat dari tidak terkendalinya emosional daripada terduga. Inilah yang menjadi komitmen kita, kita harus memastikan kondusifitas di wilayah hukum Polres Sukabumi,” ujar Samian.

Samian menjelaskan, sebagian besar kasus narkoba di Sukabumi masih terkonsentrasi di wilayah utara.

“Dari beberapa kasus yang kita amankan kurang lebih 190 kasus, kebanyakan memang masih didominasi di wilayah bagian utara, kemudian sebagian barat, dan sebagian lagi wilayah selatan,” katanya.

Polisi juga menyoroti keterlibatan perempuan sebagai pengedar obat keras terbatas. Obat-obatan itu biasanya menyasar remaja yang kemudian terdorong melakukan aksi berisiko, mulai dari tawuran hingga balapan liar.

“Itulah kenapa Polres Sukabumi tidak akan kompromi dengan peredaran obat keras terbatas,” tegasnya.

Dibanding tahun lalu, tren pengungkapan kasus masih relatif stabil. Hingga September, Polres Sukabumi sudah mengungkap 190 kasus, melampaui capaian sepanjang 2024 yang berjumlah 180 kasus.

“Ini menunjukkan konsistensi. Dengan keterbatasan personel dan luasnya wilayah hukum, kita pastikan tidak ada ruang sekecil apa pun terhadap penyalahgunaan, penggunaan, dan peredaran narkotika maupun obat keras terbatas,” kata Samian.

Angka dan Dampak

Pemetaan dan Tren