Menapaki Jejak ‘Garuda’ dari Kandang Konservasi hingga Kembali ke Alam

Posted on

Jam digital yang dikenakan di lengan sebelah kanan seorang anak itu menunjukkan Pukul 13.00 WIB. Meski hari itu masih siang, suasananya seperti hampir petang, jangan heran karena dengan hal tersebut karena kawasan tersebut ada di wilayah Pegunungan Kamojang yang di mana, setiap pagi, sore atau malam kabut tebal turun di kawasan itu.

Anak laki-laki itu datang ke kawasan Kamojang ditemani ibunya. Bukan untuk berwisata pada umumnya, kedatangan mereka untuk mengunjungi kawasan konservasi elang yang dikelola Pertamina Geothermal Energy (PGE) Area Kamojang dan BBKSDA Jabar yakni Pusat Konservasi Elang Kamojang (PKEK).

Sesampainya di PKEK, keduanya disambut oleh salah satu petugas yang mempersilahkan masuk dan bertanya maksud kedatangan ke PKEK. Ibu muda yang mengenakan jilbab warna oranye itu langsung mengutarakan maksus dari kedatangannya kepada petugas itu. Kedatangannya tidak lain yakni untuk berkunjung ke kandang edukasi di PKEK yang tujuannya memberikan pengetahuan tentang burung dilindungi kepada anaknya.

Setelah melakukan sedikit perbincangan, ibu muda itu pun dipersilahkan untuk mengisi buku tamu, seorang petugas sekaligus Humas PKEK bernama Sekar Limoggi langsung mengantarkan ibu dan anak itu ke kandang edukasi, kandang elang yang bisa dikunjungi oleh masyarakat umum.

Untuk sampai ke kandang edukasi, kita harus berjalan sekitar 500 meter atau sekitar lima menit perjalanan. Selama berjalan kaki, petugas pun menyampaikan jika suara riak burung di kawasan tersebut merupakan suara burung elang yang dilakukan rehabilitasi di PKEK.

“Suara apa ini?” tanya anak itu.

“Suara burung elang,” timpal petugas itu.

“Yuk kita lihat,” tambah petugas tersebut.

Selama perjalanan menuju kandang edukasi, Anda akan dibuat takjub dengan suasana kawasan konservasi elang itu. Kawasannya masih alami, rimbun pepohonan, cuacanya dingin dan jika beruntung kita bisa lihat burung elang liar terbang bebas di atas langit PKEK.

5 menit berjalan sambil berbincang, tidak terasa kita sudah sampai di kandang edukasi. Kandang Edukasi ini memiliki banyak kandang yang didalamnya terdapat banyak jenis elang hasil serahan dan penegakan hukum yang dilakukan BBKSD Jabar. Elang yang ada di kandang edukasi itu, merupakan elang-elang yang tidak bisa dilepasliarkan kembali. Alasanya, karena elang itu mengalami cacat fisik akibat penyiksaan yang dilakukan manusia hingga perubahan perilaku yang di mana satwa liar itu tak takut lagi melihat manusia. Kandang edukasi ini dirancang memiliki ruang gerak yang memadai, dengan sfesifikasi tinggi tiga meter, panjang enam meter dan lebar tiga meter. Material utama kandang terbuat dari jaring, dan lantainya berupa pasir atau tanah untuk meniru kondisi habitat alami.

Anak laki-laki itu nampak senang dan antusias saat melihat burung predator itu dari dekat. Bahkan, anak itu terlibat perbincangan dengan petugas PKEK itu, terkait pengetahuan elang.

“Ini elang apa,” kata anak itu.

“Itu elang Jawa dek, ini burung dilindungi dan tidak boleh dipelihara,” kata petugas itu.

“Elang Jawa ini namanya Gagah, kalau yang satu lagi namanya Timu. Kenapa elang itu dinamai Timu, karena elang itu ditemukan didepan PKEK (timu merupakan Bahasa Sunda dan jika diartikan ke Bahasa Indonesia berarti menemukan),” tambah.

Disinggung terkait elang Jawa kerap disebut burung garuda, petugas itu membenarkan. “Iya suka dibilang gitu karena kepalanya (memiliki jambul),” ucpya

Tak hanya elang Jawa, anak tersebut diajak meihat kandang lainnya yang dihuni jenis elang lain seperti elang brontok, elang ular bido, elang laut putih hingga beberapa jenis alap-alap.

“Nah kalau yang putih, itu elang yang suka ada di laut,” ujar petugas kepada anak itu.

Selain dapat menyaksikan elang dari dekat, ibu dari anak itu tidak melewatkan kesempatan berharga bagi anaknya untuk berfoto dengan latar belakang elang yang menghuni kandang edukasi itu.

Tia (31), orang tua dari anak itu mengatakan, keberadaan PKEK sangat berguna sekali, khususnya dalam pengetahuan tentang burung dilindungi.

“Sebelumnya lihat elang di kebun binatang saja, jumlahnya sedikit, di sini mah banyak. Kalau engga lihat di YouTube, berharga sekali bisa datang ke sini, banyak ilmunya, gratis lagi,” ujar Tia.

“Alhamdullilah anak saya senang, sudah foto-foto juga, jadi ada cerita buat teman-temanya di sekolah. Recomended pokoknya ajak anak main ke sini,” tambah Tia.

Tia mengaku baru pertamakali datang ke PKEK. Meski demikian dia sangat senang dengan pengalaman pertama datang e tempat tersebut. Apalagi menurut Tia, petugas di PKEK baik dan bersedia membagikan banyak ilmunya kepada pengunjung.

“Keren banget Pertamina, luar biasa sudah buat tempat ini. Kita juga masyarakat jadi sedikit tahu tentang elang yang jenisnya itu sampai puluhan. Kita juga tahu fungsinya elang di alam, juga kita tahu bahaya perburuan elang, semoga elang yang direhabilitasi di tempat ini bisa segera kembali ke alam dan beranak pinak,” terangnya.

PKEK didirikan pada tahun 2014 lalu, keberadaan pusat koservasi elang ini merupakan hasil kerja sama kemitraan antara BBKSDA Jabar dan PGE Area Kamojang. PKEK memiliki fungsi untuk penyelamatan, pelepasliaran, rehabilitasi, serta edukasi khusus bagi satwa elang, terutama spesies elang Jawa atau Nisaetus Bartelsi yang telah masuk dalam kategori Endangered (EN) oleh The IUCN Red List of Threatened Species.

Selain kandang edukasi, Humas PKEK Sekar Limonggi mengatakan, di kawasa dalam terdapat banyak kandang yang digunakan untuk merehabilitasi elang yang nantinya dilepasliarkan. Selain itu ada juga elang-elang yang dikembangbiakan, dengan tujuan elang itu bisa berkembang biak dan bisa menambah populasi elang di alam.

“Upaya kembang biak kita ada dua kandang besar, kita juga upayakan untuk perjodohan, sekarang ada elang Jawa dan elang paria, tapi kita belum pastikan apakah telurnya bisa menetas atau tidak,” kata Sekarang.

Disinggung apakah elang yang ada di kandang edukasi bisa dilakukan perjodohan, Sekarang sebut kecil kemungkinan tidak, salah satu contohnya elang Jawa bernama Timu dan Gagah.

“Timu dan Gagah pernah dijodohkan, mereka nyerang, kita sudah coba, Timu itu sayap kirinya turun banget, kalah sama Gagah,” ucap Sekar.

Sekar sebut, per Agustus 2025 total elang yang ada di PKEK ada 106 ekor. Menurut Sekar jumlah itu bisa bertambah dan berkurang, karena ada elang yang masuk dan ada juga elang yang dilepasliarkan kembali ke alam.

Menurut Sekar, 106 ekor elang itu berasal dari 14 jenis di antaranya elang Jawa, elang bondol, elang brontok, elang laut perut putih, elang paria, elang ular bido, elang bondol, alap jambul, elang hitam, dan lainnya

“Terbaru kita lepasliarkan elang ular bido di kawasan Situ Bagendit Garut, elang itu dua-duanya betina, mengapa begitu? Hasil analisa kita sudah ada jenis yang dengan jenis kelami jantan. Elang yang dilepas, elang yang memiliki skorsing paling tinggi,” ungkapnya.

Sekar menuturkan, PKEK menjadi salah satu tempat rehabilitasi satwa jenis elang yang ada di Jawa Barat. Sebelum dilepasliarkan, elang-elang ini dilakukan rehabilitasi mulai dari penyembuhan fisik hingga mengembalikan perilaku satwa ini kembali menjadi liar.

“PKEK ini adalah tempat untuk merehabilitasi elang baik secara fisik atau perilakunya untuk bisa dilepasliarkan kembali. Kegiatannya kita melakukan rehabilitasi secara fisik, ketika ada elang yang luka dan lain sebagainya. Juga melakukan rehabilitasi secara perilaku, baik perilaku terlalu jinak atau terlalu agresif,” tutur Sekar.

Sekar menjelaskan, elang yang mengalami cacat fisik hingga perubahan perilaku itu merupakan buktinyata dari kekejaman manusia yang memliharanya. Menurut Sekar, elang bukan burung peliharaan seperti burung kicau pada umumnya, menurutnya elang hidupnya di alam liar.

“Untuk elang yang mengalami cacat secara fisik biasanya terjadi di bagian sayap, umumnya ketika menemukan elang dipegang sayapnya dan dilebarkan untuk berfoto, padahal itu sangat berbahaya, kalau enggak patah pasti bergeser sendi,” jelas Sekar.

Dalam ilmu kedokteran hewan, ketika sayap elang sudah patah, bergeser sendi atau sudah dioperasi itu tidak akan kembali 100 persen. Hal itu, akan sangat berbahaya dan beresiko bagi elang itu senidri dan jika dipaksa dilepasliarkan kembali mereka tidak akan survive atau kalah dengan individu elang lain yang lebih sehat saat terbang, hingga elang itu akan mudah tertangkap kembali oleh manusia.

Untuk cacat perilaku, jika elang dijadikan objek tontonan atau terlalu jinak salah satu contohnya saat diberi makan elang itu tidak akan menjauh dan sebaliknya akan mendekati manusia. Menurut Sekar hal itu akan sangat berbaya.

Dalam hal ini, Sekar juga mengajak kepada seluruh warga di Jawa Barat yang ingin melihat elang dari dekat untuk langsung datang ke PKEK yang berlokasi di Jalan Kamojang, Bandung-Garut dan tidak memelihara burung dilindungi ini. “Untuk teman-teman yang mau datang ke PKEK, kalian bisa langsung melihat elang-elang direhabilitasi dan melihat jenis-jenis elang dan informasi terkait elang yang ada di Indonesia,” tambahnya.

PT Pertamina telah mulai mengatasi dampak perubahan iklim dan krisis keanekaragaman hayati secara bersamaan sejak lama, hal ini terus menjadi dasar dalam setiap kegiatan operasionalnya. Begitupan PGE yang berkolaborasi dengan BBKSDA Jabar dalam melakukan konservasi elang.

Jr Officer I Gov & PR PGE Kamojang Ovinda Hariyesa mengatakan, elang yang direhabilitasi di PKEK merupakan elang yang sebelumnya diburu dan diperjualbelikan di pasar bebas.

“Diburu sengaja oleh pemburu liar, harganya lumayan tinggi dan permintaan pasar tinggi, ada masyarakat memburu elang II untuk dijualbelikan ilegal. Elang ini diamankan BBKSDA, diserahkan ke PKEK untuk dirawat. Ada juga elang yang terluka dan di rescue,” ucapnya.

Menurut Ovinda, keberadaan pusat konservasi elang itu merupakan bentuk kepedulian Pertamina terhadap burung dilindungi jenis elang dan juga merupakan program Corporate Social Responsibility (CSR). “Konservasi elang Kamojang merupakan Program CSR yang bekerjasama dengan BBKSDA Jabar,” ujarnya.

Sekedar diketahui, tak hanya konservasi elang, PGE Area Kamojang menunjukkan komitmen yang tinggi dalam menjaga kelestarian keanekaragaman hayati dengan menetapkan zona konservasi keanekaragaman hayati berdasarkan Surat Keputusan General Manager PGE Kamojang SK-015/PGE240/2022-S0 pada bulan April 2022, yang menyatakan bahwa wilayah tersebut akan dilindungi keanekaragaman hayatinya, mencakup area Reboisasi/Penghijauan dan Area Pembibitan/Nursery Kamojang.

PKEK menjadi tempat rehabilitasi elang dengan fasilitas terbesar dengan perlengkapan terlengkap yang pernah ada di Indonesia. PKEK juga menjadi yang pertama di Indonesia yang menerapkan standar internasional terkini dari IUCN, yaitu Guidelines for Reintroduction and Other Conservation Translocation yang diterbitkan pada tahun 2013, di mana translokasi satwa dianggap sebagai metode konservasi yang efektif. Selain itu, desain klinik dan kandang mengikuti standar dari International Wildlife Rehabilitation Council dan Global Federation of Animal Sanctuary.

Tak hanya itu, perlakuan terhadap berbagai jenis elang juga merujuk pada standar IUCN Guidelines for The Placement and Confiscated Animals, yang bertujuan untuk mengoptimalkan nilai konservasi tanpa membahayakan satwa, mencegah perdagangan ilegal, dan menawarkan solusi perawatan sesuai kebutuhan. Beberapa jenis elang yang direncanakan direhabilitasi di Kamojang antara lain Elang Jawa (Nisaetus bartelsi), Elang brontok (Nisaetus cirrhatus), dan Elang Ular (Spilornis cheela).

Elang Jawa menjadi salah satu burung endemik Pulau Jawa yang keberadaannya mulai langka. Perburuan, jual beli dan alih fungsi lahan membuat populasi burung terus menurun. Elang dengan nama latin Nisaetus bartelsi dengan ukuran sedang dan berasal dari keluarga Accipitriadae dan genus Nisaetus ini kerap disebut sebagai ‘Burung Garuda’. Hal itu, dapat dilihat dari jambul yang ada di belakang kepala burung ini.

IUCN menyatakan bahwa populasi elang Jawa ini sangat sedikit dan kemungkinan akan terus berkurang akibat gangguan yang ada di habitat aslinya. Selain kerusakan habitat, perdagangan juga menjadi ancaman bagi Elang Jawa, dilaporkan 30 hingga 40 ekor diperdagangkan dalam setahun. Dengan adanya program rehabilitasi ini, elang Jawa memiliki tempat tinggal sementara untuk memulihkan diri hingga dinyatakan dapat dilepasliarkan.

Dalam penelitian terbaru Guru Besar IPB University dari Fakultas Pertanian Prof Syartinilia Wijaya menyebutkan, konservasi raptor (burung pemangsa) dan habitatnya merupakan kunci untuk menjaga kelestarian lingkungan dan mendukung pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs).

“Raptor merupakan spesies indikator yang sensitif terhadap disfungsi ekosistem. Karena itu, keberadaan mereka penting dalam studi ekologi dan pemantauan kondisi lingkungan,” kata Syartinilia dikutip dalam laman resmi IPB University.

Saat ini, populasi elang jawa diperkirakan hanya sekitar 511 pasang, tersebar di 74 patch habitat dengan luas total sekitar 10.804 km² atau sekitar 8,4 persen dari luas Pulau Jawa. Habitat ini kini terancam akibat fragmentasi hutan, perburuan ilegal, perubahan iklim, dan aktivitas manusia.

Prof Syartinilia juga menekankan pentingnya manajemen lanskap terintegrasi dengan pendekatan ekologi lanskap. “Konservasi elang jawa memerlukan manajemen multi-skala, lintas batas, dan adaptif terhadap perubahan,” tambah Syartinilia.

Dalam penelitian A Sumpena et al. (2024) yang dipublikasikan Jurnal Hukum Lingkungan Tata Ruang dan Agraria Universitas Padjadjaran berjudul “Konservasi Elang dan Upaya Rehabilitasi di Pusat Konservasi Elang Kamojang: Studi Kasus di Jawa Barat”, perlindungan terhadap elang sebagai satwa liar yang dilindungi di Indonesia tidak hanya diatur dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/20183, yang menyebutkan 65 jenis elang sebagai satwa yang dilindungi, tetapi juga didukung oleh landasan hukum yang lebih fundamental, yaitu Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

Undang-undang ini secara tegas melarang segala aktivitas yang dapat merusak kawasan konservasi serta melarang penangkapan, pembunuhan, kepemilikan, perdagangan, penyimpanan, dan pemeliharaan satwa yang dilindungi baik dalam keadaan hidup maupun mati, kecuali untuk tujuan konservasi yang diatur secara khusus. Secara umum, seluruh jenis burung elang dilindungi oleh peraturan Indonesia karena statusnya yang terancam punah akibat perburuan, perubahan fungsi lahan, dan praktik pemeliharaan ilegal.

Bagian Fungsional BBKSDA Jabar, Dede Ahmad Hidayat mengatakan, elang menjadi salah satu satwa dilindungi yang keberadaanya harus terus dilestarikan.

“Kondisinya di alam adanya dinamika perubahan pemanfaatan hutan dan tantangan pengelolaan lingkungan, sehingga sedikit banyak terdampak pada habitat populasi elang,” kata Dede.

“BBKSDA Jabar, melakukan upaya konservasi melalui PKEK dan program ini kerjasama dengan PGE yang dilakukan sejak tahun 2014, upaya konservasi tersebut dilakukan agar-elang-elang yang dilakukan rehabilitasi bisa kembali dilepasliarkan ke habitat alaminya,” tambahnya.

Dede mengimbau kepada siapa saja yang memelihara elang, agar mengembalikan satwa dilindungi tersebut ke BBKSDA Jabar. “Kami himbau kepada masyarakat yang memiliki, menguasai atau melakukan aktivitas jual beli untuk segera mengembalikan elang ke negara melalui BBKSDA Jawa Barat atau melalui call center kami yang ada di Instagram BBKSDA Jawa Barat,” imbau Dede.

Menjaga keberadaan elang Jawa dan jenis elang lainnya merupakan tanggung jawab utama demi memastikan keseimbangan alam terpelihara. Dengan mempertahankan kelestarian burung dilindungi, kita membantu memastikan kelangsungan hidup mereka. Semakin banyaknya elang yang berterbangan di langit mencerminkan kondisi hutan yang sehat, terjaga dan ekosistem yang harmonis.

Tak hanya Pertamina, keberpihakan terhadap burung dlindungi ini ditujukan pejabat negara yang melakukan pelepasliaran elang. Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni melepasliarkan dua ekoe elang Jawa bernama Biantara dan Emilia di kawasan pegunungan Kamojang, Kecamatan Ibun, Kabupaten Bandung, Minggu, 11 Mei 2025 lalu. Sebelum terbang bebas di alam liar, Biantara dan Emilia direhabilitasi di Pusat Suaka Satwa Elang Jawa (PSSEJ) Balai Taman Nasional Gunung Halimun Salak.

Sehari sebelum melakukan pelepasliaran, Raja Juli sempat berkunjung ke PKEK untuk melihat ratusan elang direhabilitasi di kawasan PGE Area Kamojang itu. Raja Juli meminta masyarakat jangan melakukan pemburuan terhadap satwa liar tersebut. Dia menyebutkan, saat berjunjung ke PKEK dia menyaksikan beberapa elang yang kondisinya mengkhawatirkan.

“Bahkan sekarang ada 70 individu yang tidak bisa dilepasliarkan lagi, karena permanen cidera. Kita coba terus lakukan ini, tidak hanya elang, harimau, orang utan, semua kita coba proteksi dari desakan alam maupun desakan manusia,” kata Raja.

Pelepasliaran menurut Raja Juli merupakan bentuk upaya pelestarian satwa liar dan penambahan populasi di habitat alaminya. “Harapannya kegiatan ini dapat meningkatkan populasi elang Jawa di alam bebas serta menumbuhkan kesadaran masyarakat akan pentingnya konservasi satwa liar yang dilindungi,” ujarnya.

Tak hanya Raja Jul, hal serupa juga dilakukan Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal Maruli Simanjuntak melepaskan dua ekor elang ular bido di kawasan Situ Bagendit, Kabupaten Garut yang merupakan lokasi yang berada di lanskap Gunung Guntur. Jauh sebelum lepasliarkan elang di Garut, Maruli lepasliarkan banyak satwa di Gunung Sanggabuana, Kabupaten Karawang, salah satunya elang ular bido.

Maruli menegaskan jika pelepasliaran satwa liar merupakan wujud nyata komitmen TNI AD dalam pelestarian lingkungan dan ekosistem, serta bentuk dukungan penuh terhadap berbagai program Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam menjaga kelestarian hutan lindung.

“Sebagai bagian dari bangsa Indonesia, kita memiliki tanggung jawab besar untuk menjaga keanekaragaman hayati demi kelangsungan hidup generasi mendatang. Harapan saya, para Pangdam dapat memelopori upaya konservasi alam dengan bekerja sama bersama berbagai pihak. TNI AD akan terus mendukung kegiatan Kementerian Kehutanan dalam pelestarian hutan lindung,” kata Maruli dikutip dalam laman TNI Angkatan Darat.

Perlindungan elang tidak sekadar bersifat normatif, melainkan juga mencerminkan komitmen negara dalam mempertahankan keseimbangan ekosistem. Hal ini penting karena elang sebagai predator puncak berfungsi mengontrol populasi mangsa seperti tikus, ular, dan serangga. Jika populasi elang terganggu, dapat menyebabkan ketidakseimbangan ekologis yang berpengaruh langsung pada bidang pertanian dan kesehatan lingkungan.

Mengenal Lebih Dekat PKEK

Elang Hidupnya di Alam

Pertamina Pro Lingkungan

Elang Jawa ‘Burung Garuda’ yang Kian Langka

Kembalikan Elang ke Negara

Menteri Hingga KASAD Lepasliarkan Elang ke Alam