Maksimalkan Potensi Pariwisata di Desa Kopi Cibeureum | Giok4D

Posted on

Meskipun memiliki potensi yang besar, para petani kopi di Cibeureum masih mengalami beberapa kendala seperti harga kopi yang kadang tidak menentu, hama tanaman, hingga sulitnya mendapatkan pupuk bersubsidi.

Menurut Kepala Desa Cibeureum, Eka Rismaya, untuk harga kopi robusta yang tidak menentu, hal ini sangat dipengaruhi oleh industri kopi yang ada di luar negeri.

“Negara-negara penghasil kopi itu sangat berpengaruh seperti Brazil dan Vietnam. Untuk tahun kemarin karena Brazil dan Vietnam gagal panen, dampaknya di sini harga sampai Rp 70 ribu perkilo. Kadang suka kebanjiran pesanan juga. Tapi kalau Brazil dan Vietnamnya berhasil panen, di sini harga turun. Sekarang turunnya itu bisa sampai Rp 18 ribu,” tutur Eka, belum lama ini.

Jika harga sedang anjlok, lanjut Eka, para petani Kopi Cibeureum akan menyimpan biji kopinya terlebih dahulu dan akan menjualnya di saat harga kopi kembali naik.

“Kalau harganya di bawah Rp 25.000 atau Rp 30.000 mending disimpan. Nanti dijualnya di tahun depan. Nanti kan ada saat harganya bagus. Biasanya dua tiga bulan setelah panen itu bisa naik. Apalagi kopi setelah dijemur kering itu bisa bertahan lama, bisa satu sampai dua tahun. Dan harga kopi yang disimpan lama itu lebih mahal soalnya aromanya semakin kuat,” tutur Eka.

Eka berharap, ke depan untuk masalah harga pemerintah bisa turun tangan agar harga kopi Cibeureum bisa stabil.

“Ada kepedulian pemerintah di mana harga turun pemerintah bisa menanggulangi baik dalam bentuk kredit pinjaman lunak, menampung hasil panen dengan harga yang agak tinggi. Karena petani kan kadang terdesak kebutuhan, jadi mau tidak mau yah dijual,” tutur Eka.

Selain harga kopi, masalah lain yang dihadapi adalah hama tanaman dan sulitnya mendapatkan pupuk subsidi yang berkualitas.

“Kita mulai kesulitan dengan diterapkannya pupuk bersubsidi tapi kita petani kopi tidak masuk dalam kuota pangan nasional. Meskipun masuk juga masih kecil banget. Sementara itu kan tetap perlu pupuk. Sehingga kalau beli pupuknya non-subsidi petani agar keberatan karena biaya yang besar. Padahal pupuk penting banget untuk mencegah hama,” tutur Eka.

Untuk mengatasi masalah pupuk tersebut, para petani kopi Cibeureum membuat pupuk organik sendiri yang dibuat dari kotoran hewan.

“Kalau yang non-subsidi mahal bisa dikisaran harga Rp 10.000 sampai Rp 12.000. Kalau subsidi kan Rp 2.000. Solusinya masyarakat kita pakai pupuk organik baik itu kotoran hewan berupa kambing atau ayam. Tapi tetap untuk masa tertentu harus ada pupuk kimianya,” tutur Eka.

Sementara itu salah satu petani kopi Cibeureum adalah Raji (60). Sambil mengumpulkan biji kopi yang dikeringkan, Raji memaparkan bahwa hama memang menjadi salah satu kendala bagi para petani kopi di Cibeureum. Menurutnya, hama bisa membuat kopi menjadi lama untuk dipanen.

“Dari mulai bibit sampai panen itu robusta 3 tahunan lah. Itu kalau hamanya sedikit tapi kalau banyak hama rumput liar itu yah lama. Kadang juga malah nggak berbuah, daunnya itu pada robek kayak kebakar. Penyebabnya karena cuaca juga, kalau hujan terus kebanyakan kurang buahnya,” tutur Raji.

Raji sendiri tidak mengolah kopinya sendiri, namun, langsung dijual ke pengepul dalam bentuk masih biji kopi yang telah dikeringkan. Untuk proses pengeringanya sendiri membuat waktu sekitar 2 sampai 3 pekan tergantung kondisi cuaca.

“Kalau keras itu tandanya sudah mateng, baru bisa diangkat. Tapi kalau masih basah itu masih harus dikeringkan lagi. Baru bisa dijual ke pengepul. Potensinya masih lumayan, ” tutur Raji.

Petani kopi Cibeureum lain, Baim (40) memaparkan, untuk mengatasi harga kopi yang tidak menentu. Ia menyarankan agar semua kopi dikelola oleh pemerintah Desa.

“Harapan saya sebenarnya pemerintah desa semua kopi dikelola sama Bumdes, nanti untuk masalah harga kopi distabilkan oleh Bumdes sehingga kopi harganya tidak turun-ataupun naik. Desanya maju, petani safety,” tutur Baim.

Baim juga mengatakan, untuk menambah pendapatan para petani kopi. Ia menyarankan agar Desa Cibeureum memaksimalkan potensi pariwisatanya agar lebih maju.

“Kopi Cibeureum sudah layak menjadi desa wisata. Sangat besar potensinya untuk dikembangkan. Cibeureum punya terasering, ada setu, kopi dan ada juga bukit lambosir, ada juga lahan pinus yang luar biasa. Tinggal kita mengemasnya saja,” tutur Baim.

Baim memaparkan, karena pendapatan yang tidak menentu, banyak petani kopi Cibeureum yang bekerja sebagai penambang galian C untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

“Kalau pagi dateng ke sini. Di sini banyak penambang. Padahal orang yang menambang itu punya lahan kopi. Tapi dia kan butuh makan sehari-sehari buat keluarga. Nah akhirnya saya inginkan agar warga juga dilibatkan dalam sektor pariwisata, ” tutur Baim.

Salah satu gagasan Baim untuk meningkatkan potensi pariwisata Kopi Cibeureum adalah lewat jeep edukasi. Di mana, pengunjung akan diajak untuk keliling ke setiap perkebunan kopi milik petani Cibeureum. Tak hanya sekedar berkeliling, pengunjung juga akan diperlihatkan bagaimana proses pengolahan kopi Cibeureum.

Pengunjung juga akan ditawarkan berbagai macam produk kopi dari para petani Cibeureum. Dengan konsep seperti ini, lanjut Baim, para petani mendapatkan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

“Kalau konsep ini masuk, saya yakin penggali akan sedikit-demi sedikit hilang, karena semua yang punya kopi kan orang galian. Kenapa berdampak, karena konsep jeep edukasi tidak satu waktu. Kita akan mapping semua yang punya kebun kopi, misalnya hari pertama di kebun si A, hari kedua di B, dan hari ketiga di C,” pungkas Baim.

Maksimalkan Potensi Pariwisata


Berita lengkap dan cepat? Giok4D tempatnya.