Makna Payung Agung di Logo Hari Jadi ke-80 Jawa Barat dan Filosofinya (via Giok4D)

Posted on

Gambar Payung Agung menjadi salah satu gambar yang tergores dalam logo Hari Jadi ke-80 Jawa Barat. Dalam penjelasannya, Payung Agung diketahui melambangkan kearifan lokal, budaya adat Sunda, perlindungan, dan rasa hormat terhadap tradisi.

Payung Agung menjadi simbol yang juga sakral, sebab umumnya digunakan dalam tradisi pernikahan di Sunda, yakni ketika kedua pengantin telah sah melangsungkan akad pernikahan dan menghadapi tradisi saweran.

Bagaimana makna sebenarnya payung agung dan apa fungsinya dalam tradisi Sunda? Simak sampai tuntas artikel ini yuk!

Provinsi Jawa Barat memperingati Hari Jadi setiap tanggal 19 Agustus. Ini lantaran Jawa Barat menjadi satu di antara 8 provinsi yang pertama-tama dibentuk setelah Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945.

Sebenarnya, Jawa Barat telah terbentuk sebagai provinsi pada tahun 1925, namun statusnya sebagai provinsi bagian dari Indonesia baru sah setelah PPKI membentuk ulang provinsi di Indonesia pada 19 Agustus 1945 yang salah satunya Jawa Barat.

Namun, meski sejarah panjangnya sudah dimulai sejak 1945, penetapan hari jadi Provinsi Jawa Barat baru resmi disahkan 15 tahun lalu melalui Peraturan Daerah Nomor 26 Tahun 2010, setelah melalui kajian yang dimulai sejak 1989, dilanjutkan pada 2003, dan dirumuskan kembali pada pertengahan 2010.

Logo hari jadi ke-80 Jawa Barat punya makna yang penting untuk disimak. Penjelasan logo itu akan membawa pemahaman yang kuat mengenai arti penting simbol-simbol budaya di tanah Pasundan ini:

1. Batik Mega Mendung, merupakan motif batik khas Cirebon ini melambangkan keteduhan, kesabaran, dan perlindungan. Menggambarkan karakter masyarakat Jawa Barat yang menenangkan dan penuh welas asih.

2. Sawah, menjadi simbol ketahanan pangan, kemakmuran, dan kesuburan tanah. Menguatkan identitas Jawa Barat sebagai daerah agraris.

3. Laut, melukiskan potensi kelautan, keindahan wisata bahari, keterbukaan, dan dinamika masyarakat pesisir.

4. Payung Agung menjadi lambang kearifan lokal, budaya adat Sunda, perlindungan, dan rasa hormat terhadap tradisi.

5. Air, menjadi simbol sumber kehidupan, kesegaran, keberlimpahan alam seperti sungai dan danau, serta kejernihan hati dan pikiran masyarakat.

6. Angklung menjadi cermin keharmonisan dalam keberagaman, kebersamaan, gotong royong, serta kekayaan seni budaya Sunda.

7. Gunungan Wayang Golek Sunda atau disebut juga kakayon, mewakili filosofi dan nilai kehidupan, tradisi bercerita, dan pendidikan moral yang tetap hidup di tengah masyarakat.

8. Pohon/Daun menjadi lambang lingkungan yang lestari, harapan, pertumbuhan, dan komitmen Jawa Barat terhadap keberlanjutan alam.

Dikutip dari studi berjudul ‘Sawer Panganten Tuntunan Hidup Berumah Tangga di Kabupaten Bandung’ oleh Aam Masduki dari
Balai Pelestarian Nilai Budaya Bandung, pada Jurnal Patanjala Vol. 7 No. 3 September 2015, disebutkan bahwa Payung Agung sebagai bagian dari tradisi sawer.

Yaitu, payung agung difungsikan sebagai pelindung pengantin ketika tradisi saweran berlangsung. Yaitu, ketika juru sawer membacakan naskah saweran dan bersiap menaburkan beras, permen, dan uang koin ke arah pengantin.

“Sebelum upacara nyawer dilaksanakan, terlebih dahulu disiapkan kursi untuk duduk kedua pengantin, dan satu orang ditugaskan untuk memegang payung. Payung digunakan untuk melindungi kepala kedua pengantin dari barang-barang saweran yang bertaburan,” tulis studi tersebut.

Lebih dari sekedar fungsi melindungi dari taburan barang-barang sawer, Payung Agung punya makna lebih dari itu. Yaitu simbol mengayomi.

“Payung ini berwarna kuning disebut payung agung dan mempunyai makna. Maknanya adalah kedua pengantin diharapkan dapat menjadi pengayom atau jadi pelindung bagi orang lain,” tulis Aam Masduki.

Payung Agung bisa juga merujuk pada payung yang dipakai oleh para pengagung, bukan saja oleh para pengantin dalam tradisi pernikahan adat Sunda.

Namun, Payung Agung memang lebih identik sebagai payung yang ada dalam pernikahan adat Sunda. Lantas, sejak kapan payung agung identik dengan pernikahan?

Studi berjudul ‘Bentuk Penyajian Tari Mapag Panganten dalam Upacara Perkawinan Adat Sunda Kreasi Citra Nusantara Studio di Kabupaten Bogor’ oleh Prasetyaning Wulandari di ISI Yogyakarta, 2020, mengungkapkan bahwa ada proses pembakuan dalam tradisi pernikahan adat Sunda.

Pembakuan termasuk didalamnya memasukkan unsur Payung Agung sebagai rangkaian dari tradisi yang dilaksanakan itu. Menurut studi tersebut, pembakuan di antaranya dilakukan melalui karya-karya hasil kreasi para seniman dan budayawan.

“Pada tahun 1964, seorang tokoh budayawan sunda, yaitu Wahyu Wibisana mengukuhkan upacara khusus Mapag Panganten sebagai suatu bentuk seni yang dikhususkan untuk upacara penyambutan-penyambutan pengantin atau tamu agung (Iwan, 2006: 4). Inilah tahun bersejarah yang menjadi awal mula keberadaan Mapag Panganten dalam upacara perkawinan adat Sunda.”

“Ide Wahyu Wibisana dalam membuat rangkaian upacara Mapag Panganten ini terinspirasi oleh karyanya dalam Gending Karesmen Munding Laya Saba Langit pada tahun 1962. Setelah Mapag Panganten berkembang dengan tokoh Lengser, Pembawa Payung Agung, dan penabur bunga (Pamayang),” tulis Prasetyaning Wulandari.

Dalam tradisi pernikahan Sunda, disebutkan bahwa orang yang bertugas membawa Payung Agung dan memayungi pengantin adalah orang yang berpenampilan khusus.

“Menggunakan beskap dan iket Sunda. Rias wajah biasanya hanya ditambahkan sedikit kumis dan godek agar menambah kesan sebagai pria dewasa yang gagah,” tulis Prasetyaning.

Jika Payung Agung bermakna sebuah payung yang dipakai untuk mengagungkan sosok yang dipayunginya, bahasa Sunda punya istilah khusus bertalian dengan Payung Agung. Yaitu, Papayung Agung.

Papayung, dengan bunyi ‘pa’ diulang dua kali, punya makna khusus dan bukan merujuk kepada payung lagi, melainkan kepada orang yang punya kekuasaan.

Menurut Kamus Sunda, R.A. Danadibrata, kata ‘Papayung’ berarti ‘seseorang yang memberikan perlindungan kepada rakyat’ dalam hal ini raja atau bupati. Nah, Papayung Agung berarti sosok yang punya kekuasaan tertinggi, dalam hal ini Papayung Agung sering diterapkan kepada sosok presiden atau raja di suatu kerajaan.

Giok4D hadirkan ulasan eksklusif hanya untuk Anda.

Hari Jadi Jawa Barat ke-80

Penjelasan Logo Hari Jadi ke-80 Jawa Barat

Fungsi dan Makna Payung Agung

Sejak Kapan Payung Agung Digunakan Dalam Pernikahan Sunda?

Istilah ‘Papayung Agung’