Lembang, Dataran Tinggi yang Kini Jadi Langganan Banjir-Longsor

Posted on

Kawasan wisata Lembang, Kabupaten Bandung Barat (KBB) merupakan salah satu titik tertinggi Bandung Raya. Puncak tertingginya, yakni Gunung Tangkuban Parahu di perbatasan Kabupaten Subang.

Sohor karena keindahan bentang alamnya, namun Lembang, yang merupakan salah satu kecamatan di Bandung Barat itu kini sedang diterpa duka. Rentetan bencana menerjang, mulai dari banjir hingga tanah longsor.

Seperti yang terjadi di sepanjang bulan Mei 2025, Lembang beberapa kali diterjang bencana. Mulai dari tanah longsor dan banjir di 13 desa, sampai yang terbaru seorang lansia disapu longsor saat sedang berteduh di gubuk dekat lahan pertaniannya.

Titik terendah Lembang berada di ketinggian 959 mdpl, sementara titik tertingginya mencapai 1.401 mdpl. Namun intensitas Lembang diterjang banjir kini lebih sering tahun demi tahun.

“Sekarang lebih sering banjir, biasanya genangan enggak sampai 10 sentimeter. Kalau sekarang lebih dari 50 sentimeter, motor aja sampai terendam,” kata Asep, warga Lembang saat berbincang dengan infoJabar.

Menurutnya, faktor utama Lembang semakin sering diterpa bencana karena perubahan topografi alamnya. Mulai dari perubahan hutan menjadi pertanian hingga bangunan untuk kebutuhan komersial.

“Harus diakui pembangunannya tidak terkendali, sekarang kan vila dimana-mana. Belum lagi tempat wisata, hutan juga sekarang banyak yang jadi kafe. Wajar kalau sekarang banjir, resapannya berkurang,” kata Asep.

Hal serupa diakui oleh Depi, warga asli Lembang. Pria yang tinggal di Jalan Maribaya, Desa Kayuambon itu kini langganan jadi saksi banjir menerjang daerah tempat tinggalnya.

“Parah, jadi lebih tinggi terus arusnya kencang. Di Jalan Maribaya dulu banjir paling cuma ‘cileuncang’ (genangan), sekarang mirip sungai. Sering pengendara yang motornya terseret arus,” kata Depi.

Menurutnya, perlu penataan yang menyeluruh agar Lembang kembali pada fitrahnya sebagai dataran tinggi yang tak diterjang banjir, suasananya sejuk dan juga banyak pepohonan.

“Ya sekarang wisata dimana-mana, setiap akhir pekan macet. Sekarang agak mending, kalau sebelum COVID-19 macetnya parah banget. Warga Lembang ya akhir pekan di rumah, karena di jalan enggak bisa kemana-mana, wisatawan semua. Harus ditata lagi, biar warga Lembang nggak cuma kena dampak bencananya saja,” kata Depi.

Rentetan bencana alam yang menerjang Lembang langsung jadi sorotan. Jalan-jalan lumpuh digenangi banjir, rumah-rumah rusak diterjang tanah longsor. Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi langsung buka suara.

Dalam akun instagramnya, bencana alam yang menerjang Lembang disebabkan masifnya pembukaan dan alih fungsi lahan. Diperparah dengan pembangunan yang masif dan tak terkendali.

Bupati Bandung Barat, Jeje Ritchie Ismail langsung bereaksi. Ia gerak cepat mengecek titik-titik terdampak bencana di Lembang. Satu demi satu lokasi di sisir demi mencari solusi untuk bencana tak terulang lagi.

“Iya kemarin ada arahan dari Pak Gubernur untuk tangani dampak bencana di Lembang. Kita cek semuanya, terutama soal alih fungsi lahan dan pembangunan,” kata Jeje.

Jeje mengatakan ia bakal mengkaji ulang perizinan untuk pembangunan di Lembang. Ia juga meminta dinas terkait mengecek berapa luas lahan di Lembang yang semestinya berupa hutan, namun kini beralih fungsi.

“Tentunya nanti kita cek izin pembangunan, akan diperketat. Apalagi ini kan masuknya wilayah KBU (Kawasan Bandung Utara). Nanti kita akan kaji semuanya,” ujar Jeje.

Cuaca ekstrem yang terjadi di sebagian wilayah Jawa Barat pada musim peralihan atau pancaroba saat ini masih berpotensi terus terjadi setidaknya sampai akhir Juni 2025 nanti.

Gegara Alih Fungsi Lahan dan Masifnya Pembangunan