Fenomena penularan HIV/AIDS di Jawa Barat terbilang cukup mengkhawatirkan. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Jawa Barat tahun 2024, rata-rata ditemukan 29 kasus baru setiap hari. Artinya, setiap jam selalu ada satu warga Jabar yang terinfeksi HIV.
“10.405 kasus setahun, kalau kita bagi 350 hari, itu artinya 29 kasus baru setiap hari. Kebayang nggak, sehari 29 orang positif HIV, entah dari Kota Bandung atau dari daerah lain di Jawa Barat,” ujar Landry Kusmono, Pengelola Program KPA Provinsi Jawa Barat.
Data terbaru pada awal 2025 pun tak jauh berbeda. Dari Januari hingga Maret saja sudah tercatat 2.254 kasus baru, atau sekitar 25 kasus per hari. Di Kota Bandung sendiri, terdapat 258 kasus dalam tiga bulan, yang berarti hampir tiga orang per hari terdiagnosis positif HIV.
“Kota Bandung berapa? 258, bagi 90 hari berapa? Hampir tiga orang sehari di Kota Bandung (yang positif). Berarti kalau di Jawa Barat kalau sehari 25, berarti setiap jam itu pasti ada yang positif. Dan orang itu nggak sadar bahwa dirinya positif,” ungkapnya.
Landry memaparkan, bahwa penularan tidak hanya terjadi di kelompok risiko tinggi, tetapi juga merambah ke populasi umum dan calon pengantin. Kelompok terakhir bahkan, kata dia, menyumbang angka yang cukup tinggi.
“Kalau lihat dari populasi umum itu 513 kasus, pasien TB ada 287, calon pengantin 192, dan laki-laki seks dengan laki-laki (LSL) ada 156,” jelasnya.
“Bayangin aja 192 orang dari kelompok calon pengantin itu kebanyakan laki-laki. Kalau mereka tidak membeli seks, dari mana mereka tertular? Bisa saja mereka pengguna narkoba, LSL, atau aktivitas berisiko lainnya. Dan mayoritas dari mereka tetap melanjutkan pernikahan,” tegas Landry.
Selain penyebaran, kekhawatiran KPA Jabar juga terkait keberlanjutan pengobatan. Saat ini pengobatan HIV masih ditanggung pemerintah, namun Landry mengingatkan bahwa beban anggaran bisa menjadi bom waktu.
“Estimasi orang dengan HIV/AIDS di Indonesia itu 543.100. Obatnya satu botol sebulan harganya Rp300.000. Itu untuk terapi lini satu. Kalau naik ke lini dua bisa sejuta, dan lini tiga bisa sampai Rp3,5 juta sebulan. Itu harus diminum seumur hidup, sampai meninggal,” bebernya.
Di sisi lain, berdasarkan estimasi, terdapat 64.635 orang dengan HIV di Jawa Barat. Namun, hanya 46.721 yang mengetahui statusnya. Dari jumlah itu, baru 69 persen atau sekitar 32.452 orang yang mendapat pengobatan antiretroviral (ARV).
Kemudian dari 32.452 pasien yang mendapat ARV, hanya sekitar 15.054 orang yang melakukan tes viral load (VL), uji untuk mengetahui jumlah virus dalam tubuh. Dari jumlah itu, 14.324 menunjukkan hasil supresi virus, artinya virus berhasil ditekan dan tak terdeteksi.
“Dari yang mengetahui statusnya ini dari yang 46.721 ini yang dapat pengobatan ini ada 69%, ada 32.452. Artinya dari 46.721 ke 32.452 ini sekitar 14.000 dia tidak pengobatan dan potensi untuk menyebarkannya tadi tinggi,” katanya.
“Dari 32.452 ini dites viral load, ini cuma 15.054 nih yang mau dites, setengahnya,” tutup Landry.