Kisah Telur Bebek di Pojok Gawang, Momen Aneh Sutiono Lamso

Posted on

Nama Sutiono Lamso akan selalu terpatri dalam sejarah Persib Bandung. Bukan hanya karena gol tunggalnya di final Liga Indonesia 1994/1995 yang mengantar Maung Bandung jadi kampiun edisi perdana kompetisi nasional, tapi juga karena satu momen ganjil nan jenaka yang terjadi di semifinal melawan Barito Putera.

Ya, ini soal telur bebek. Bukan kiasan, bukan metafora. Benar-benar sebutir telur bebek di pojok gawang lawan.

Cerita ini disampaikan langsung oleh Sutiono dalam kanal YouTube resmi Persib Bandung berjudul Cerita Sutiono Lamso, Sang Legenda PERSIB Juara 1994-1995 | Satu PERSIB Berjuta Cerita. Dari tutur lugu dan spontan khas pemain era lawas, terselip satu kisah yang sampai kini masih ia kenang dengan tawa dan sedikit rasa tak percaya.

“Waktu itu kita main di semifinal lawan Barito. Banyak banget peluang yang mestinya jadi gol, tapi enggak masuk-masuk. Saya udah lewatin kiper, kasih bola ke Yudi Guntara, gawang kosong, tinggal dorong, tapi bolanya malah belok,” kenang Sutiono.

Dalam kondisi frustrasi, ada pemain cadangan yang menyarankan untuk mengecek gawang. Sutiono mendekat ke tiang kiri dan menemukan sesuatu yang tidak lazim, sebutir telur bebek tergeletak di dekat pojok gawang.

“Itu di belakang tiang gawang sebelah kiri. Saya lihat, wah ada telur. Saya kira apaan, mau saya ambil, eh pemain Barito jaga. Teriak-teriak, ‘Apaan kamu?’ Jadi si telurnya beneran dijaga,” tuturnya.

Ia sempat memberi tahu rekan-rekannya, termasuk Yudi Guntara. Tapi mereka memilih fokus ke pertandingan. Hingga akhirnya datang momen sepak pojok.

“Saat corner, Kekek injak si telur itu, pecah. Saya lihat pemain lawan lagi konsentrasi ke bola. Begitu bola ditendang, semua lihat bola, saya malah ambil telurnya, saya lempar ke belakang, ke arah wartawan,” ucapnya.

Sampai akhirnya terjadi gol, karena fokus ke telur ia tidak melihat bagaimana proses gol itu terjadi.

“Saya enggak tahu proses golnya kayak gimana. Karena saya malah sibuk ngurusin telur. Kekek yang bikin gol, tapi saya dikejar pemain lawan karena buang telur. Mereka teriak, ‘Kualat kamu!’. Lah saya cuma mikir, ini telur bebek kok dijaga banget,” kenang Sutiono.

Kejadian itu mungkin tak masuk akal jika diceritakan hari ini. Tapi bagi Sutiono, momen itu nyata. Ia tak ingin menyangkutpautkan dengan mistis, tapi tetap mengakui bahwa kejadian itu mengganggu pikirannya saat itu.

“Saya enggak percaya begituan, tapi ya kenapa itu bisa ada? Saya enggak tenang kalau masih ada itu, takut ngeganggu,” tuturnya.

Sutiono lahir dan besar di Desa Patikraja, Purwokerto, Banyumas. Cintanya pada Persib tumbuh jauh sebelum ia berseragam biru. Ia sempat membela tim lokal di Piala Soeratin U-17 dan sudah mengidolakan Persib sejak era Ajat Sudrajat dan Robby Darwis masih bersinar di Perserikatan.

“Saya orang Banyumas, tapi dari dulu senangnya Persib. Waktu lihat final lawan Medan di Temanggung, saya udah jatuh cinta,” kata Sutiono.

Jam terbangnya terbentuk di tarkam, sampai akhirnya bermain di turnamen di Pangandaran dan bertemu pemain-pemain Produta Bandung. Ia diajak ke Bandung dan ikut kompetisi intern Persib. Hanya dalam dua pertandingan, namanya langsung meledak.

“Pertama lawan Sidolig, saya bikin dua gol. Minggu berikutnya lawan Isuda, saya bikin dua gol lagi. Jadi dua laga, empat gol. Langsung dipanggil Kang Nandar Iskandar,” ungkapnya.

Tanpa pernah membayangkan sebelumnya, ia kemudian diboyong ke turnamen Piala Persija Cup bersama enam pemain muda lainnya. Nama-nama seperti Asep Somantri dan Nandang Kurnaedi turut bergabung dalam rombongan itu.

“Saya enggak kebayang bisa gabung Persib. Dari tarkam ke Senayan. Pertama kali main, saya cuma dikasih 10 menit, tapi buat saya udah luar biasa,” jelasnya.

Di Perserikatan 1990 kala itu ada mitos yang juga menghantui bagi dua tim yang berlaga di sesi pertama, namun kala itu Sutiono malah mencetak dua gol ke gawang Persebaya di laga pembuka.

Saat itu, ada mitos bahwa laga pembuka enam besar di Senayan selalu berakhir imbang. Tapi Persib menang 2-0. Dan, Sutiono mencetak dua gol.

“Saya mulai diperhitungkan sejak itu. Dulu saya anak baru, mungkin banyak yang meremehkan. Tapi setelah itu, susah ditempel,” kenangnya.

Ia juga mencetak gol penting saat Persib menang 3-2 di Medan kemenangan yang langka. Laga itu dikenangnya sebagai yang paling keras.

“Main di Medan itu bukan sliding kaki, tapi sliding leher. Tapi ya itu, motivasi saya bawa nama Bandung. Embung eleh,” ucapnya.

Puncaknya, tentu saja, adalah saat membawa Persib jadi juara Liga Indonesia 1994/1995. Tapi bagi Sutiono, kenangan tentang telur bebek di pojok gawang Barito tetap jadi bagian tak terpisahkan dari perjalanan itu.

Dan sampai hari ini, Sutiono masih menyimpan perasaan mendalam pada klub yang telah membesarkannya.

“Jiwa saya masih Persib. Kalau Persib kalah, saya suka sedih. Karena saya pernah ikut membesarkan tim ini,”pungkasnya.

Dari Patikraja ke Persib, Cinta yang Tumbuh Sejak Soeratin