Kuningan merupakan salah satu Kabupaten di Jawa Barat yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Cirebon, Majalengka, Ciamis dan Brebes. Berbeda dengan daerah sekitarnya, Kuningan memiliki julukan sebagai Kota Kuda.
Julukan Kuningan sebagai kota kuda bukan tanpa alasan. Selain karena masyarakat Kuningan banyak yang menggunakan kuda delman sebagai alat transportasi, julukan kota kuda juga berasal dari kisah kuda legendaris berwarna putih yang bernama Si Windu. Bahkan, kuda putih tersebut diabadikan dalam logo Kabupaten Kuningan.
Pemerhati sejarah dan budaya Kuningan, Asep Budi memaparkan, kuda Si Windu merupakan kuda legendaris dari Kuningan yang dimiliki oleh Adipati Kuningan. Si Windu dianggap sebagai simbol keberanian tokoh sejarah di Kuningan.
“Cerita Si Windu hebat, sehingga menjadi simbol daerah Kuningan. Simbol ini menjadi bagian dari lambang daerah Kuningan. Selain sebagai simbol, Si Windu juga memiliki makna historis bagi masyarakat Kuningan. Ia dianggap sebagai perwujudan dari semangat dan keberanian para tokoh sejarah,” tutur Asep belum lama ini.
Asep memaparkan, kuda Si Windu dikenal sebagai kuda yang tangguh dan gesit. Karena keunggulannya, oleh Adipati Kuningan, kuda Si Windu sering digunakan untuk berperang.
Dalam babad Cirebon, salah satu perang yang pernah diikuti oleh Si Windu adalah ketika Adipati Kuningan bersama pasukannya menyerang daerah Palimanan yang kala itu masih dalam kekuasaan Kerajaan Galuh.
Karena legendarisnya, terdapat sebuah kolam pemandian yang dikeramatkan di Kabupaten Kuningan. Pemandian tersebut dikenal dengan nama pemandian Kuda Si Windu yang berlokasi di Cikedung, Winduhaji, Kabupaten Kuningan. Menurut Asep, konon, setiap malam Jumat Kliwon, Si Windu dimandikan di kolam tersebut.
“Bahkan di Kuningan, dikenal Pemandian Kuda Si Windu di Cikedung, yang masih dikeramatkan. Pemandian Kuda Si Windu merupakan bukti dari keberadaan kuda ini dalam sejarah Kuningan. Si Windu konon dimandikan setiap menjelang Jumat Kliwon,” tutur Asep.
Selain sebagai kisah sejarah, Si Windu juga merupakan lambang dari sifat masyarakat Kuningan yang dinamis, kreatif dan semangat dalam menegakkan keadilan.
“Si Windu juga melambangkan sifat masyarakat kuningan yang dinamis, konstruktif, kreatif, sportif, semangat menegakkan keadilan dan melenyapkan kebatilan,” tutur Asep.
Asep juga menyampaikan tentang perkembangan kuda delman di Kuningan. Asep memaparkan, di Kuningan delman sendiri dikenal dengan nama “Per” yang memiliki arti yang sama dengan delman atau kendaraan yang ditarik menggunakan kuda.
“Delman, sado, andong, dan per khusus di Kuningan artinya sama,” tutur Asep.
Menurut Asep, sebelum masa Hindia Belanda, masyarakat Kuningan sudah menggunakan kuda sebagai alat untuk memindahkan atau mengangkut barang dari satu tempat ke tempat lain. Lalu, seiring berjalannya waktu, kuda delman, mulai digunakan sebagai alat transportasi masyarakat Kuningan.
Namun, karena masih jarang, pada Masa Hindia Belanda, orang yang dianggap penting saja yang bisa menggunakan delman untuk perjalanan jauh.
“Awalnya delman dipakai untuk mengangkut dan memindahkan barang dari satu tempat ke tempat lain. Seiring perjalanan waktu, difungsikan juga untuk alat transportasi manusia. Di masa Hindia-Belanda, hanya orang yang dianggap penting bisa menggunakan delman sebagai angkutan antar-kota,” tutur Asep.
Kini, di tengah berkembangnya kendaraan modern, delman Kuningan mulai tersisihkan. Meskipun tersisihkan, menurut Asep, delman Kuningan sekarang bertransformasi menjadi delman hias. Tidak hanya sekedar untuk tujuan wisata, delman hias di Kuningan juga digunakan untuk acara tradisi dan perayaan di Kuningan.
“Sekarang delman, yang orang Kuningan menyebutnya ‘per’. Dimodifikasi jadi delman hias. Ada yang menggunakan jasa delman hias saat khitanan, iring-iringan pernikahan, atau keliling kota bagi wisatawan,” pungkas Asep.