Pagi di Ciawi belum sepenuhnya ramai ketika Dadang sudah berdiri di tepi jalan. Rompi reflektif menempel di badannya, peluit tergantung di leher, dan matanya tak pernah lepas dari arus kendaraan yang mulai mengular menuju Puncak.
Di balik kemacetan yang menjadi pemandangan rutin setiap musim libur, ada wajah-wajah seperti Dadang, Supeltas atau sukarelawan pengatur lalu lintas, yang bekerja tanpa banyak dikenal, tapi memegang peran penting menjaga kelancaran perjalanan ribuan orang.
Dadang bukan polisi, bukan pula petugas resmi lalu lintas. Ia adalah warga desa yang tahun ini dipilih oleh Binmas Polsek Ciawi untuk bergabung sebagai Supeltas.
Dari sekitar sepuluh orang yang diajukan di desanya, hanya empat yang terpilih. Sebelum diterjunkan, mereka mengikuti pelatihan singkat di Polres Bogor.
“Pelatihannya cuma sehari, tapi cukup untuk ngerti tugas di lapangan,” kata Dadang berbincang dengan infojabar, Kamis (25/12/2025).
Tugas mereka sederhana sekaligus krusial, mengawasi titik-titik rawan di jalur menuju Puncak, membantu pengaturan lalu lintas, dan melaporkan kondisi ke Polsek.
Fokus utama mereka adalah menekan praktik joki, para pengatur lalu lintas ilegal yang memanfaatkan kemacetan untuk mencari keuntungan. Jika ada pelanggaran, penindakan tetap dilakukan oleh Polsek dan Polres Bogor. Supeltas seperti Dadang menjadi mata dan telinga di lapangan.
Wilayah tugas Dadang membentang dari Desa Ciawi dan Bendungan. Di sepanjang jalur itu, mereka berjaga terutama di titik rawan seperti Simpang Lampu Merah Ciawi dan jalur Gadog menuju Puncak. Saat sistem satu arah atau one way diberlakukan, mereka ikut turun membantu mengatur arus kendaraan.
Ada beban emosional tersendiri dalam tugas ini. “Awalnya kagok,” aku Dadang.
Warga yang dia awasi bukan orang asing, mereka tetangga sendiri. Tapi justru karena itu ia ditempatkan di wilayahnya sendiri, agar lebih memahami karakter lingkungan. Perlahan, rasa kagok berubah menjadi tanggung jawab.
“Alhamdulillah warga cukup tertib,” katanya.
Masa tugas mereka berlangsung 14 hari, dimulai sebelum Tahun Baru dan berakhir sekitar awal Januari. Setiap hari mereka menerima honor Rp100.000 dan disediakan makan.
Bukan jumlah besar, tapi cukup sebagai bentuk penghargaan atas waktu dan tenaga yang mereka berikan. Dadang tak tahu apakah tahun depan akan kembali dilibatkan.
Menjelang siang, matahari mulai naik, arus kendaraan kian padat. Dadang meniup peluit, memberi isyarat kepada pengendara untuk bergerak perlahan.
Di tengah hiruk-pikuk klakson dan deru mesin, ia berdiri sebagai salah satu penjaga ketertiban lalu-lintas. Di balik lancarnya perjalanan wisatawan menuju Puncak, ada kerja sunyi para Supeltas, warga biasa yang memilih turun ke jalan demi kepentingan bersama.
Strategi itu bukan tanpa dukungan struktur. Kapolres Bogor AKBP Wikha Ardilestanto mengatakan bahwa kondisi jalur Puncak yang panjang, sekitar 22,5 kilometer dari Gadog hingga perbatasan Cianjur, membutuhkan tambahan petugas di luar personel polisi yang ada.
“Kita tidak bisa mengandalkan seluruh personil yang ada karena kita hanya menggelar 277 personil di sepanjang jalur Puncak,” ujar Wikha.
Karena itu, masyarakat sekitar direkrut menjadi Supeltas untuk membantu pengaturan lalu lintas, terutama pada titik alternatif dan jalur dalam yang rawan kemacetan.
