Kenangan Warga Saat Delman Berjaya di Kuningan

Posted on

Meskipun delman sebagai alat transportasi di Kuningan sudah punah berganti dengan angkutan rekreasi. Namun, kenangan mengenai kejayaan delman sebagai alat transportasi masih kuat dalam ingatan penduduk Kuningan. Salah satu yang mengingat jelas tentang kejayaan delman di Kuningan adalah Buhun (49).

Menurut Buhun, kondisi tanah Kuningan yang naik dan turun membuat delman lebih diminati dibandingkan moda transportasi tradisional lain seperti becak. “Dulu delman tuh bukan angkutan wisata, tapi transportasi umum orang Kuningan. Di Kuningan becak tuh sedikit, soalnya jalannya naik turun. Pada lebih milih naik delman kalau dulu,” tutur Buhun.

Kala itu sekitar tahun 1990-an, orang Kuningan ketika bepergian selalu menggunakan delman. Biasanya, orang Kuningan naik delman untuk bepergian menuju pasar, menengok kerabat hingga mengunjungi rumah sakit. Saat itu, transportasi umum seperti mobil dan motor masih jarang ditemukan di Kuningan.

Tidak seperti sekarang, lanjut Buhun, dulu delman bisa parkir dan menjemput penumpang di mana saja. Hal ini membuat delman menjadi angkutan primadona warga Kuningan.

“Dulu ada sekitar 400 delman di Kuningan. Paling banyak mangkalnya tuh di pasar,” tutur Buhun.

Namun, semakin banyaknya moda transportasi modern membuat delman sebagai alat transportasi perlahan ditinggalkan. Puncaknya, sembilan tahun yang lalu, di mana delman sebagai alat transportasi berubah menjadi kendaraan pariwisata.

Kini, lanjut Buhun, delman sebagai moda transportasi sudah hampir punah, yang tersisa hanya delman hias yang berjejer di sekitar Alun-alun Kuningan.

“Sembilan tahun yang lalu, delman mulai jadi kendaraan wisata. Itu inisiatif sendiri, karena delman biasanya kan mulai ditinggalkan, yang lain pada ngikutin buat bikin delman hias. Jadi delman biasanya tersisihkan,” tutur Buhun.

Sementara itu, warga Kuningan lain, Khalisa (24) mengatakan bahwa dulu di Kuningan delman merupakan alat transportasi. Meskipun sekarang delman sebagai alat transportasi sudah hampir punah. Namun, Khalisa beruntung saat ia masih duduk di sekolah dasar, ia sering diajak orangnya untuk berkeliling Kuningan naik delman.

Khalisa mengenang, kala itu, untuk sekali naik delman, pe rorang cukup membayar tarif Rp 2.000. Suasana Kuningan yang masih asri dan adem dengan pemandangan Gunung Ciremai membuat naik delman menjadi pengalaman yang tidak terlupakan.

“Tiap ke Kuningan kota naiknya delman tapi bukan delman hias. Pas itu bayarnya cuman Rp 2.000, masih murah. Meski jalanan pelan nggak kayak mobil juga, tapi adem, enak suasananya,” tutur Khalisa.

Sebagai kota yang dijuluki Kota Kuda, Khalisa berharap agar keberadaan delman di Kuningan jangan sampai punah. Karena merupakan ciri khas dari Kabupaten Kuningan itu sendiri.

Sementara itu Kusmadi (63) yang berprofesi sebagai seorang kusir delman, tampak sedang duduk di dalam delmannya yang berwarna pink dengan dipenuhi aneka hiasan bunga dan lampu. Meskipun sudah menghias delmannya semenarik mungkin. Namun, hingga sore hari, Kusmadi masih belum menarik penumpang.

“Pendapatan nggak menentu, susah. Tadi saja berangkat jam 14.00 WIB sampai sekarang belum narik. Kadang pulang ke rumah nggak bawa uang,” tutur Kusmadi.

Kusmadi sendiri sudah berprofesi sebagai kusir delman selama puluhan tahun. Menurut Kusmadi, dulu, delman merupakan transportasi utama masyarakat Kuningan. Setidaknya, di tahun 1980 sampai 2010, ada sekitar ratusan delman transportasi yang ada di Kuningan

“Saya sudah jadi kusir delman dari tahun 1985, sudah 30 tahun lebih jadi kusir, dulu mah bukan kuda hias, tapi kuda tarik. Dulu mah ada banyak delman sampai 400 delman ada. Julukan Kuningan Kota Kuda itu dari situ, karena Kuningan banyak delmannya, lambangnya juga kuda, ” tutur Kusmadi.

Menurut Kusmadi, populasi delman Kuningan lebih banyak dibandingkan dengan becak. Hal ini disebabkan karena kondisi tanah Kuningan yang naik-turun sehingga sulit untuk dilintasi oleh becak.

“Becak nggak ada di Kuningan, jalan Kuningan tuh naik turun. Becak mah nggak bakal kuat, tapi kuda kuat,” tutur Kusmadi.

Tidak seperti sekarang, dulu, meskipun delman tidak dihiasi sama sekali. Namun, delman Kusmadi sering menarik penumpang. Dalam sehari, Kusmadi bisa mengantar puluhan penumpang. Kala itu, untuk sekali naik delman, Kusmadi memasang tarif sekitar Rp 250.

“Harganya cuman Rp 250, cuman penumpangnya banyak, sehari bisa sampai 50 penumpang. Nganternya jauh-jauh. Kalau ke sebelah barat bisa ke Karangwangi, Lengkong, Kalau sebelum beratnya bisa sampai Babakan, Cigaduh. Kalau sebelah selatan yang bisa sampai Cilimus. Itu tahun 1980-an, angkot masih belum ada,” tutur Kusmadi.

Namun, semenjak Alun-alun Kuningan mulai direvitalisasi dan dijadikan taman kota, ditambah dengan hadirnya transportasi modern. Perlahan, Kusnadi mengalami penurunan pendapatan.