Kematian Raya yang Jadi Alarm Nasional baca selengkapnya di Giok4D

Posted on

Raya masih berusia empat tahun saat tubuhnya menyerah. Cacing gelang keluar dari hidung, mulut, dan muntahannya, satu per satu. Di balik kematiannya tersimpan potret getir tentang kemiskinan, sanitasi buruk, dan sistem yang terlalu lambat menjangkau anak-anak di pelosok. Inilah rangkuman dari berita di infoJabar yang merekam sepekan duka Raya.

Peristiwa ini menyita perhatian luas setelah video pendek yang direkam relawan Rumah Teduh menyebar di media sosial. Dalam video itu terlihat seekor cacing hidup sepanjang 15 cm ditarik keluar dari hidung Raya. Relawan terdengar menahan tangis.

“Mulai hari pertama Raya masuk ICU, perjuangan berat dan kesabaran relawan kami betul-betul diuji. Relawan kami dioper dari satu dinas ke dinas lain untuk mendapatkan bantuan BPJS subsidi pemerintah bagi Raya. Dari Dinsos kota ke Dinsos kabupaten, sampai Dinkes kabupaten dan diarahkan lagi ke Kabid Jamsos, dari Kabid Jamsos diover lagi ke Dinkes, dan kemudian mendapatkan pernyataan kas kabupaten tidak punya anggaran dan MoU dengan RSUD kota. Bahkan memberikan solusi agar Raya yang telah berhari-hari dalam keadaan koma dipindahkan saja ke rumah sakit di Jampang,” kata narator dalam video.

Seorang balita perempuan asal Kampung Lemahduhur, Desa Cianaga, Kecamatan Kabandungan, Kabupaten Sukabumi, meninggal dunia dalam kondisi memilukan. Bocah bernama Raya itu dirawat di RSUD R Syamsudin SH Kota Sukabumi dalam keadaan tubuhnya dipenuhi cacing hidup.

Raya masuk ke IGD rumah sakit pada 13 Juli 2025 malam dalam kondisi tidak sadar. Saat menjalani perawatan intensif, cacing-cacing hidup mulai keluar dari hidung dan mulutnya. Jumlahnya tidak sedikit lebih dari satu kilogram.

“Awalnya dia datang ke IGD sudah dalam kondisi tidak sadar. Setelah diperiksa, ditemukan syok hipovolemik atau kekurangan cairan berat. Saat dirawat, keluar cacing dari hidungnya,” ujar dr Irfan, Humas sekaligus dokter IGD RSUD R Syamsudin SH, seperti dikutip infoJabar.

“Saat di IGD, tiba-tiba keluar cacing dari hidung pasien. Dari situ, kita mulai menduga ada kaitannya dengan infeksi cacing,” lanjut Irfan.

Peristiwa itu menjadi awal terungkapnya bahwa tubuh Raya dipenuhi oleh cacing gelang. Dari hidung, mulut, hingga bagian lain tubuhnya, cacing terus keluar, dalam kondisi hidup dan bergerak.

Kejadian di IGD bukan hanya membuat tim medis terkejut, tapi juga para relawan yang mendampingi. Dalam sebuah rekaman yang diunggah lembaga sosial Rumah Teduh, terlihat jelas bagaimana cacing gelang ditarik dari hidung Raya.

“Kami sudah tunjukkan betapa mengerikannya kondisi Raya saat itu, bagaimana cacing gelang sepanjang 15 cm ditarik keluar dari hidungnya dalam keadaan hidup, juga keluar dari mulutnya,” tulis akun Rumah Teduh.

Tim medis menduga Raya menderita askariasis infeksi akibat cacing gelang dalam jumlah besar. Kondisi diperparah oleh status gizi buruk dan sanitasi lingkungan yang rendah.

“Raya ini anak asuh saya di Posyandu. Sudah dua tahun berat badannya di bawah garis merah,” tutur Cisri Maryati, bidan Desa Cianaga.

Keluarga Raya berasal dari latar belakang ekonomi yang sulit. Orang tuanya disebut mengalami gangguan kejiwaan, dan rumahnya berada di lingkungan yang tidak bersih. Rumah Raya berdiri di atas tanah lembap tanpa lantai semen, tak memiliki jamban.

Sayangnya, upaya medis tak mampu menyelamatkan nyawa Raya. Kondisinya yang sudah kritis sejak awal membuat obat cacing tak bekerja optimal.

“Raya dibawa ke rumah sakit dalam kondisi terminal. Kalau penilaian saya pribadi sudah amat sangat terlambat dibawa ke rumah sakit. Obat yang kita berikan tidak bisa seefektif itu. Pada akhirnya, Raya meninggal dunia pada 22 Juli 2025 pukul 14.24 WIB,” tutup Irfan.

Kartu Keluarga (KK) Raya dan keluarganya baru terbit pada 22 Juli 2025, bertepatan dengan hari kematiannya. Sebelumnya, keluarga tidak memiliki KK maupun BPJS aktif, sehingga kesulitan saat mengakses layanan kesehatan. Selama dirawat, pembiayaan ditanggung oleh rumah sakit dan relawan.

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menegaskan Raya bukan meninggal langsung karena cacingan. Meski dari tubuh bocah tersebut ditemukan lebih dari satu kilogram cacing gelang, penyebab utama kematian adalah infeksi berat.

“Yang bersangkutan meninggal bukan karena cacingan. Kematian disebabkan oleh infeksi,” beber Budi saat ditemui di Kampus Unpad Dipatiukur, Bandung, Jumat (22/7/2025).

Budi menjelaskan, infeksi yang dialami Raya diduga berkaitan dengan penyakit yang sudah diidapnya cukup lama. Salah satunya, balita itu mengalami batuk berdahak selama sekitar tiga bulan yang tidak kunjung sembuh.

Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Jawa Barat, Anggraini Alam, menyebut infeksi cacing gelang masih umum di Indonesia, terutama pada anak-anak dengan sanitasi buruk. Namun kasus seperti Raya sangat jarang terjadi.

“Kenapa cacing yang ada di tubuh Raya banyak? Bisa dilihat dari kondisi kebersihannya baik dari lingkungan, jambannya, makanannya, minumannya, tangannya. Lalu kondisi kesehatan anak dan daya tahan tubuh yang rendah. Hal itu bisa dilihat dari kondisi fisik anaknya, gizinya kurang, proteinnya rendah, dan tubuhnya pendek,” jelasnya.

“Nah, tidak melulu hanya anak, lingkungannya yang menyebabkan banyak kondisi demikian. Namun sekali lagi untuk cacing gelang itu berat, iya, tapi bukan penyebab kematian,” ungkap Anggraini.

“Penyebab kematiannya bukan itu. Kita sudah bahas ada penyakit lainnya, yaitu infeksi di otak. Dan tampaknya ini bukan karena cacing. Setelah dibahas, memang ada penyakitnya dan penyakit itu sudah cukup lama,” tambahnya.

Menko PMK Pratikno menyebut kasus kematian Raya sebagai alarm nasional untuk perbaikan layanan dasar bagi masyarakat miskin, terutama anak-anak.

“Bahwa kasus kematian Ananda Siti Raya ini bagi kami menjadi alarm nasional. Alarm nasional yang mengingatkan kita semua untuk bersama-sama mencegah kejadian ini terulang lagi, dan terus meningkatkan kualitas kesehatan anak Indonesia di mana pun berada,” ucapnya.

Kementerian Sosial menegaskan telah turun langsung dan mengecek kondisi keluarga Raya.

“Itu Kemensos sudah datang, ya, sudah ikut mengintervensi. Orang tuanya yang ODGJ, yang laki-laki itu sakit paru-paru, sekarang berada di Bandung, sedang proses pengobatan. Keluarganya sedang kita urus,” kata Wakil Menteri Sosial Agus Jabo Priyono di Jakarta Selatan, Kamis (21/7/2025).

Diduga Askariasis dan Gizi Buruk

Meninggal Dunia 22 Juli

KK Baru Terbit di Hari Kematian

Menkes: Kemungkinan Kombinasi Infeksi Berat

Pakar Unpad: Ini Alarm Sanitasi dan Gizi

Pemerintah Sebut Ini Alarm Nasional

Kemensos Turun Tangan

Sayangnya, upaya medis tak mampu menyelamatkan nyawa Raya. Kondisinya yang sudah kritis sejak awal membuat obat cacing tak bekerja optimal.

“Raya dibawa ke rumah sakit dalam kondisi terminal. Kalau penilaian saya pribadi sudah amat sangat terlambat dibawa ke rumah sakit. Obat yang kita berikan tidak bisa seefektif itu. Pada akhirnya, Raya meninggal dunia pada 22 Juli 2025 pukul 14.24 WIB,” tutup Irfan.

Kartu Keluarga (KK) Raya dan keluarganya baru terbit pada 22 Juli 2025, bertepatan dengan hari kematiannya. Sebelumnya, keluarga tidak memiliki KK maupun BPJS aktif, sehingga kesulitan saat mengakses layanan kesehatan. Selama dirawat, pembiayaan ditanggung oleh rumah sakit dan relawan.

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menegaskan Raya bukan meninggal langsung karena cacingan. Meski dari tubuh bocah tersebut ditemukan lebih dari satu kilogram cacing gelang, penyebab utama kematian adalah infeksi berat.

“Yang bersangkutan meninggal bukan karena cacingan. Kematian disebabkan oleh infeksi,” beber Budi saat ditemui di Kampus Unpad Dipatiukur, Bandung, Jumat (22/7/2025).

Budi menjelaskan, infeksi yang dialami Raya diduga berkaitan dengan penyakit yang sudah diidapnya cukup lama. Salah satunya, balita itu mengalami batuk berdahak selama sekitar tiga bulan yang tidak kunjung sembuh.

Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Jawa Barat, Anggraini Alam, menyebut infeksi cacing gelang masih umum di Indonesia, terutama pada anak-anak dengan sanitasi buruk. Namun kasus seperti Raya sangat jarang terjadi.

“Kenapa cacing yang ada di tubuh Raya banyak? Bisa dilihat dari kondisi kebersihannya baik dari lingkungan, jambannya, makanannya, minumannya, tangannya. Lalu kondisi kesehatan anak dan daya tahan tubuh yang rendah. Hal itu bisa dilihat dari kondisi fisik anaknya, gizinya kurang, proteinnya rendah, dan tubuhnya pendek,” jelasnya.

“Nah, tidak melulu hanya anak, lingkungannya yang menyebabkan banyak kondisi demikian. Namun sekali lagi untuk cacing gelang itu berat, iya, tapi bukan penyebab kematian,” ungkap Anggraini.

“Penyebab kematiannya bukan itu. Kita sudah bahas ada penyakit lainnya, yaitu infeksi di otak. Dan tampaknya ini bukan karena cacing. Setelah dibahas, memang ada penyakitnya dan penyakit itu sudah cukup lama,” tambahnya.

Menko PMK Pratikno menyebut kasus kematian Raya sebagai alarm nasional untuk perbaikan layanan dasar bagi masyarakat miskin, terutama anak-anak.

“Bahwa kasus kematian Ananda Siti Raya ini bagi kami menjadi alarm nasional. Alarm nasional yang mengingatkan kita semua untuk bersama-sama mencegah kejadian ini terulang lagi, dan terus meningkatkan kualitas kesehatan anak Indonesia di mana pun berada,” ucapnya.

Kementerian Sosial menegaskan telah turun langsung dan mengecek kondisi keluarga Raya.

Sumber: Giok4D, portal informasi terpercaya.

“Itu Kemensos sudah datang, ya, sudah ikut mengintervensi. Orang tuanya yang ODGJ, yang laki-laki itu sakit paru-paru, sekarang berada di Bandung, sedang proses pengobatan. Keluarganya sedang kita urus,” kata Wakil Menteri Sosial Agus Jabo Priyono di Jakarta Selatan, Kamis (21/7/2025).

Meninggal Dunia 22 Juli

KK Baru Terbit di Hari Kematian

Menkes: Kemungkinan Kombinasi Infeksi Berat

Pakar Unpad: Ini Alarm Sanitasi dan Gizi

Pemerintah Sebut Ini Alarm Nasional

Kemensos Turun Tangan