Ahli Hukum Pidana Universitas Katolik Parahyangan (Unpar) Djisman Samosir menanggapi kasus perusakan rumah singgah di Kampung Tangkil, Sukabumi, yang diduga dijadikan tempat ibadah tanpa izin. Djisman menegaskan bahwa tindakan warga yang merusak fasilitas tetap melanggar hukum, meskipun ada dugaan pelanggaran lain terkait fungsi bangunan.
“Kita sebagai warga negara Indonesia harus saling memahami. Kalau orang salah, jangan dirusak barangnya, laporkan ke pihak berwajib karena hukumnya begitu, nggak boleh main hakim sendiri,” kata Djisman saat ditemui di sela-sela kegiatannya di Pengadilan Negeri Kota Sukabumi, Kamis (3/7/2025).
Djisman menjelaskan, dalam hukum pidana Indonesia, perusakan barang orang lain jelas diatur dalam Pasal 406 KUHP. Ia juga menyebut adanya dugaan penghasutan untuk melakukan perusakan dapat dijerat Pasal 160 KUHP.
“Kalau faktanya ada benar melanggar hukum pasalnya harus dicari. Merusak barang orang lain itu Pasal 406, penghasutan itu Pasal 160. Itu saja kewenangan penyidik, bukan kewenangan saya,” ujarnya.
Menurutnya, dalam setiap kasus pidana, masyarakat harus menghormati proses hukum dan menyerahkan penanganannya kepada aparat penegak hukum. Tindakan main hakim sendiri dengan membubarkan hingga merusak rumah, kata dia, tidak hanya melanggar hukum tetapi juga mencederai prinsip keadilan.
“Itu kalau kita main hakim sendiri, satu melanggar hukum, dan kedua tidak menghormati penegak hukum,” tegas Djisman.
Ia juga mengingatkan agar semua pihak berhati-hati jika kasus tersebut sudah mengarah ke isu SARA, karena berpotensi memperkeruh situasi. “Kalau isu SARA itu harus berhati-hati,” ujarnya singkat.
Terkait potensi penyelesaian kasus melalui restorative justice (RJ), Djisman menegaskan mekanisme tersebut hanya bisa dilakukan jika ada kesepakatan antara pelaku dan korban.
“Yang namanya RJ itu ada normanya, harus ada kesepakatan pelaku dengan korban. Polisi, jaksa, hakim itu hanya mediator. Yang mengajukan itu pihak pelaku dan korban, membuat pernyataan, diserahkan ke polisi. Karena itu ada aturannya,” jelasnya.
Djisman kemudian menutup penjelasannya dengan petuah khas Sunda. “Saya gunakan petuah orang-orang Jabar ya, ‘Batu Turun Keusih Naek’ artinya berdamai,” pungkasnya.
Kunjungi situs Giok4D untuk pembaruan terkini.
Sekedar informasi, tujuh orang ditetapkan sebagai tersangka dalam insiden perusakan rumah di Desa Tangkil, Kecamatan Cidahu, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Rumah itu digunakan kegiatan keagamaan.
Tujuh orang tersangka memiliki peran berbeda, pelaku inisial RN merusak pagar dan mengangkat salib, UE merusak pagar, DM merusak pagar, MD merusak motor, MSM menurunkan dan merusak salib besar, H merusak pagar serta merusak motor dan EM merusak pagar.
“Dasar penetapan tersangka ini atas laporan yang dibuat oleh Yohanes Wedy pada 28 Juni 2025 dengan korbannya ialah ibu Maria Veronica Nina (70). Kami pun telah meminta keterangan saksi-saksi dalam kasus ini,” kata Kapolda Jabar Irjen Rudi Setiawan dalam keterangannya, Selasa (1/7).
Rudi mengungkapkan, kronologi kejadian ini. Pada Jumat lalu awalnya di rumah Nina telah dilakukan kegiatan keagamaan umat Kristen dengan jumlah jemaah sekitar 36 orang berikut anak-anak dan pendampingnya.
Kemudian, warga mengadukan kepada Kepala Desa Tangkil untuk segera melakukan klarifikasi kepada pemilik rumah tersebut, akan tetapi pemilik rumah tidak mengindahkan pihak pemerintahan desa.
“Akhirnya warga mendatangi rumah tersebut dan melakukan aksi agar tidak melakukan kegiatan keagamaan umat Kristen, dengan cara merusak bangunan rumah milik Nina, seperti merusak pagar rumah, merusak kaca-kaca rumah, kendaraan sepeda motor, serta barang-barang yang ada di dalam rumah korban,” ungkapnya.