Kala Kepala Naga Muncul di Tengah Permakaman Tua Bandung

Posted on

Tahun 2017 lalu, di pertengahan Bulan Agustus, warga yang tinggal di kawasan Gunung Lalakon, Desa Jelegong, Kecamatan Kutawaringin, Kabupaten Bandung sempat dihebohkan dihebohkan dengan penemuan artefak berupa bongkahan menyerupai kepala naga.

Dari wujudnya, artefak tersebut memiliki panjang sekitar 110 cm dengan diameter antara 20-25 cm dan bobot sekitar 30 kilogram. Sekilas artefak berwujud seperti kepala naga yang menggunakan mahkota di atasnya.

Lalu, pada bagian badan memanjang dengan aneka ornamen dan sisik pada beberapa bagian sisinya. Terdapat pula sejumlah batu berwarna yang mengelilingi bagian tengah leher naga. Namun sejumlah batu berwarna tersebut sudah hilang dan hanya tersisa lima.

Romulo, Kurator Museum Sri Baduga mengatakan, artefak itu ditemukan dua orang warga, lalu penemuan artefak itu dilaporkan kepada pihak Museum Sri Baduga.

“Waktu melapor ke sini tapi artefak itu tidak dibawa. Jadi saya dan tim kemudian menuju lokasi. Ternyata artefak sudah diamankan di rumah warga,” kata Romulo kepada infocom di Museum Sri Baduga, Senin, 18 September 2017 lalu.

Romulo mengungkapkan, saat diperlihatkan artefak tersebut sudah dalam kondisi tidak asli. Pasalnya artefak itu sudah dibersihkan menggunakan air untuk selanjutnya di simpan di dalam rumah warga tersebut.

Artefak tersebut ditemukan di sebuah areal pemakaman tua yang tidak lagi digunakan. Artefak tersebut ditemukan dalam kondisi tertutup tanah liat tidak jauh dari salah satu makam.

“Akhirnya saya minta izin pada warga yang menemukan untuk membawa ini (artefak) ke museum, dan mereka mengizinkan tanpa meminta imbalan apapun,” ungkapnya.

Menurut Romulo, penemuan diawali dari firasat seorang warga yang diberi pesan untuk membawa dan menyelamatkan artefak tersebut. Mendapat firasat, warga tersebut langsung mengajak temannya untuk mencari artefak yang dimaksud.

Berbekal firasat itu kedua warga langsung menuju sebuah pemakaman tua tak lagi difungsikan yang berjarak sekitar satu jam dari jalan warga. Perjalanan mereka juga harus memutar gunung ke arah timur karena arah berlawanan sangat terjal.

“Menurut mereka mengambilnya juga harus Hari Jumat jam 10 siang. Katanya benda itu ada penunggunya berupa ular,” jelasnya.

“Kemudian mereka bawa turun dan dibersihkan. Setelah itu melapor ke museum,” ucapnya.

Pihaknya berterima kasih pada dua warga tersebut karena sudah mau melaporkan penemuan artefak tersebut. Meski sudah terlanjur diamankan dan dibersihkan namun pihaknya mengapresiasi inisiatif warga untuk menyelamatkan artefak.

“Kami sangat apresiasi. Meski sebaiknya jangan dulu diamankan apalagi dibersihkan karena tanah atau lokasi penemuan itu bisa jadi bahan penelitian. Tapi apa yang dilakukan oleh dua warga itu sudah benar dengan melapor pada kami. Dan keduanya tidak ada motif apa-apa, apa lagi minta imbalan pada kami,” ujar Romulo.

Artefak itu, saat ini disimpan di dalam sebuah ruangan khusus yang berada di bagian kantor museum. Ruangan tersebut khusus menyimpan benda-benda koleksi dengan suhu sekitar 25 derajat celcius.

Opan Safari, Sejarawan asal Cirebon mengatakan, artefak kepala naga yang ditemukan warga di Gunung Lalakon itu kalau dilihat bentuknya memang mirip Paksi Naga Liman Cirebon. Bedanya, sambung dia, jika Paksi Naga Liman adalah gabungan dari tiga hewan mitologi yaitu burung, naga (ular), dan gajah, sedangkan artefak kepala naga itu punya unsur dua hewan mitologi yakni ular dan gajah.

“Kalau yang ditemukan di Gunung Lalakon itu gabungan dari dua unsur hewan mitologi, Naga dan Liman. Kalau Paksi Nagaliman itu tiga unsur,” kata Opan saat ditemui infocom di Kantor Kemenag Kabupaten Cirebon.

Opan menuturkan, tren penggunaan simbol naga, ular, maupun burung di masa Sunan Gunung Jati sekitar tahun 1479 hingga 1568. Penggunaan simbol-simbol tersebut dipengaruhi pula oleh peradaban Kerajaan Majapahit yang bercorak Hindu-Buddha.

“Kalau di Cirebon itu mulai masuk di zaman Panembahan Losari. Buktinya adalah adanya kereta Singa Barong dibuat oleh Panembahan Losari, Panembahan Losari ini merupakan cucu dari Sunan Gunung Jati. Kemudian ada juga kereta Paksi Nagaliman. Bentuknya memiliki kemiripan dengan artefak (kepala naga) itu,” tutur Opan.

Opan menyebut, mahkota berbentuk teratai pada artefak kepala naga itu disebut Binokasih, yang mencirikan sebagai raja naga. Mahkota Binokasih, sambung Opan, sering digunakan dalam cerita pewayangan.

“Motif seperti itu juga banyak ditiru pada cerita pewayangan. Arda Walika itu berperan sebagai raja naga yang menguasai Alas Amer. Mahkotanya Binokasih. Dalam cerita pewayangan versi Cirebonan, penguasa Alas Amer ini dikalahkan oleh Bima,” kata Dosen IAIN Syekh Nurjati Cirebon ini.

Bentuk naga yang tren di masa Sunan Gunung Jati, dia menambahkan, memiliki berbagai fungsi yang tergantung dari desain pembuatannya. Di Cirebon, sambung Opan, bentuk Nagaliman ada difungsikan untuk penadah dan saluran air hujan.

Jabar X-Files adalah rubrik khas infoJabar yang menyajikan peristiwa-peristiwa aneh dan unik yang terjadi di masa lampau serta menarik perhatian publik

Ditemukan di Makam Tua

Kata Sejarawan Cirebon

Gambar ilustrasi
Gambar ilustrasi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *