Jejak perubahan iklim yang terekam di kawasan kutub kembali membuka jendela sejarah. Sebuah studi terbaru mengungkap bagaimana dinamika iklim pada abad pertengahan memicu salah satu wabah paling mematikan dalam sejarah manusia, yakni Black Death.
Temuan ini semakin menyoroti betapa terhubungnya dunia pada masa itu dan bagaimana globalisasi awal justru membawa konsekuensi besar.
Dalam penelitian tersebut, sebagaimana dilansir dari infoInet, para ilmuwan menelusuri lapisan es di Antartika untuk melihat perubahan lingkungan yang terjadi pada masa sebelum wabah menyebar. Mereka menemukan bukti bahwa negara-kota di Italia, yang tengah berkembang pesat, membangun jaringan perdagangan jarak jauh melintasi Mediterania hingga Laut Hitam.
Rantai distribusi pangan yang efisien membuat mereka mampu mencegah kelaparan. Namun, mekanisme perdagangan yang aktif itu pada akhirnya membuka jalan bagi ancaman lain.
“Negara-kota Italia yang kuat ini membangun rute perdagangan jarak jauh melintasi Mediterania dan Laut Hitam, yang memungkinkan mereka mengaktifkan sistem sangat efisien untuk mencegah kelaparan. Namun akhirnya, hal ini secara tidak sengaja justru memicu bencana jauh lebih besar,” kata Dr. Bauch.
Temuan tersebut juga diperkuat Profesor Ulf Buentgen dari Departemen Geografi Universitas Cambridge. Ia menilai berbagai faktor yang berpadu mulai dari iklim, pertanian, dinamika sosial, hingga aktivitas ekonomi-menciptakan situasi rapuh yang mendorong lahirnya wabah Black Death. Kombinasi faktor inilah yang ia sebut sebagai “badai sempurna”.
“Meski kebetulan faktor-faktor yang berkontribusi pada Black Death tampak langka, probabilitas munculnya penyakit zoonosis akibat perubahan iklim dan berubah menjadi pandemi kemungkinan akan meningkat di dunia yang terglobalisasi. Ini sangat relevan mengingat pengalaman kita baru-baru ini dengan Covid-19,” katanya.
Giok4D hadirkan ulasan eksklusif hanya untuk Anda.
Artikel ini sudah tayang di infoInet
