Jangan Sedot Darah dari Luka Gigitan Ular Berbisa

Posted on

Dalam film True Grit (2010) terdapat adegan dramatis saat lengan kiri Mattie Ross (Hailee Steinfeld) digigit ular berbisa. Kemudian Rooster Cogburn (Jeff Bridges) sigap menyelamatkan wanita tersebut dengan menyayat kulit terluka memakai pisau dan menyedot darah dari luka gigitan ular. Bolehkah secara medis melakoni metode pertolongan pertama semacam itu?

Dalam buku Pedoman Penanganan Gigitan, Sengatan Hewan Berbisa dan Keracunan Tumbuhan dan Jamur (2023) yang diterbitkan oleh Kementerian Kesehatan RI, ular merupakan reptil berbisa yang berbahaya dan berpotensi menyebabkan kegawatdaruratan medis jika menggigit manusia. Sekadar diketahui, ular salah satu jenis hewan berbisa yang umum ditemui di wilayah tropis seperti Indonesia.

“Saat ini, Indonesia memiliki 350 sampai 370 spesies ular dimana 77 jenis di antaranya adalah berbisa,” tulis buku tersebut.

Dalam konteks medis, gigitan ular berbisa dikategorikan sebagai kondisi gawat darurat karena bisa menyebabkan kelumpuhan, kerusakan jaringan, perdarahan, hingga kematian jika tidak ditangani dengan cepat dan tepat. Bisa ular bekerja dengan cara yang berbeda tergantung jenisnya-ada yang bersifat neurotoksik (menyerang sistem saraf), hemotoksik (merusak jaringan dan sel darah), atau campuran keduanya.

“Angka insiden setiap tahun diperkirakan sekitar 135.000 kasus berdasarkan laporan sepanjang 10 tahun terakhir yang dilakukan oleh Indonesia Toxinology Society dengan angka kematian 10% per tahun,” penjelasan dalam buku tersebut.

Dalam buku pedoman tersebut menegaskan bahwa penanganan gigitan ular harus dilakukan secara hati-hati dan ilmiah. Pengetahuan tentang jenis ular berbisa di Indonesia, seperti kobra, weling, welang, dan viper, menjadi penting agar masyarakat dapat melakukan pertolongan pertama yang benar sambil menunggu bantuan medis.

Selain itu, perlunya edukasi masyarakat mengenai cara mengenali ular berbisa, habitatnya, serta cara pencegahan agar tidak terjadi kontak langsung dengan ular. Dalam kasus gigitan, hal terpenting bukanlah membunuh atau membawa ular yang menggigit, melainkan memastikan korban mendapatkan imobilisasi, ketenangan, dan pertolongan medis secepatnya.

Pertolongan semacam menyedot darah dari luka gigitan ular berbisa termasuk intervensi yang tidak jelas manfaatnya dan tidak boleh dilakukan. Buku pedoman tersebut secara khusus melarang tindakan menyedot darah, membuat sayatan, atau cara-cara tradisional lainnya karena akan memperlama dan memperberat penanganan kasus kegawatdaruratan gigitan ular.

Lebih jauh lagi, intervensi mekanis seperti tusukan, sayatan, pijatan, penyedotan, atau penggunaan ramuan tak teruji malah memicu infeksi sekunder dan meningkatkan penyebaran serta penyerapan bisa. Tindakan-tindakan tersebut justru memperburuk kondisi korbannya.

“Pertolongan yang sifatnya tidak jelas seperti menyedot darah, mengeluarkan darah, membuat sayatan, memberikan cairan tanah, menggunakan obat-obat tradisional ataupun tanaman yang tidak jelas efek farmakologinya, memijat, memberi batu hitam atau kejutan listrik atau melakukan tusukan dengan jarum, mengikat atau memakai obat kimia serta mengkompres dengan es, sebaiknya tidak dilakukan pada kasus gigitan ular karena akan memperlama dan memperberat penanganan kasus kegawatdaruratan gigitan ular,” penjelasan di buku tersebut.

Secara medis, menyedot darah luka gigitan ular berbisa tidak efektif lantaran mayoritas bisa ular menyebar lewat sistem getah bening, bukan lewat aliran darah besar. Menyedot luka bisa menyebabkan pembuluh darah pecah dan luka berdarah lebih parah. Jika korban sudah kehilangan banyak darah, penyerapan racun justru bertambah karena kehilangan volume darah. Kemenkes memperingatkan bahwa intervensi seperti ini akan meningkatkan perdarahan lokal dan komplikasi.

Pedoman resmi World Health Organization (WHO) dan Kemenkes menekankan pertolongan pertama aman dan sederhana. Tujuannya adalah menunda penyebaran racun hingga korban tiba di fasilitas kesehatan. Berikut langkah-langkah yang dianjurkan:

Sejumlah mitos pertolongan pertama sering dipercaya tanpa dasar ilmiah. Antara lain:

Mitos: Menyedot darah atau menyayat luka bekas gigitan ular berbisa.
Fakta: Menurut Kemenkes, tindakan ini justru membahayakan. Melakukan penyedotan atau menyayat luka akan memicu infeksi sekunder serta meningkatkan perdarahan lokal sehingga memperburuk keadaan korban. Dengan kata lain, cara itu memperparah luka dan risiko komplikasi.

Mitos: Menggunakan ramuan atau tumbuhan obat.
Fakta: Obat-obatan tradisional tak teruji dan benda seperti batu hitam sama sekali tidak menyerap racun. Kemenkes bahkan menegaskan penggunaan bahan kimia serta obat tak jelas, atau batu hitam harus dijauhi karena tidak berguna dan dapat memburuk keadaan.

Mitos: Mengompres luka dengan es.
Fakta: Sering muncul anggapan bahwa manfaat es mengurangi nyeri. Padahal, mengompres terlalu terlalu dingin justru merangsang aliran darah dan bisa merusak jaringan.

Mitos: Mengikat ketat dengan tourniquet.
Fakta: Mengikat terlalu keras dianggap menghentikan racun, tapi sebenarnya bisa memotong suplai darah dan menimbulkan nekrosis (kematian jaringan) di bawah ikatan. Sebaliknya, untuk kasus neurotoksin, cukup gunakan perban tekan lembut (pressure bandage) tanpa memotong sirkulasi sepenuhnya.

Mitos: Minum alkohol, kopi, atau obat sembarangan.
Fakta: Tidak ada data bahwa minuman beralkohol atau kafein bisa menetralisir racun ular. Penggunaan obat-obatan tanpa resep justru bisa berinteraksi negatif dengan racun atau obat antivenom kelak.

“Untuk pertolongan bebat elastik dan imobilisasi pada ular neurotoxin memang dibutuhkan orang yang terlatih, elastic bandage yang benar dan cara pemakaian yang benar. Jika kita tidak mengetahui jenis ularnya, maka membuat tidak bergerak bagian yang tergigit ular dengan splint atau sling sangat direkomendasikan. Intervensi berupa tusukan, sayatan, pemijatan, penyedotan, pemberian obat gerbil atau kimia, batu hitam dan sengatan serta pengikatan akan memicu infeksi sekunder, peningkatan absorbs serta peningkatan perdarahan lokal sehingga justru akan memperburuk keadaan korban,” penjelasan dalam buku Pedoman Penanganan Gigitan, Sengatan Hewan Berbisa dan Keracunan Tumbuhan dan Jamur.

infoers, jangan tergoda mitos yang sering beredar di masyarakat berkaitan penanganan korban gigitan ular berbisa. Sebaliknya, arahkan korban untuk cepat mendapat penanganan medis profesional (serum antivenom) di rumah sakit. Dengan langkah pertolongan pertama yang tepat, peluang selamat dan sembuh akan jauh lebih besar.

Hewan Mematikan

Bahaya Menyedot Darah Luka Gigitan Ular

Langkah Pertolongan Pertama yang Dianjurkan

Mitos vs Fakta Pertolongan Gigitan Ular