IKA UPI Usul Sentralisasi Pengelolaan Guru untuk Pemerataan Pendidikan

Posted on

Pemerataan pendidikan saat ini masih menjadi pekerjaan rumah di Republik Indonesia. Di berbagai wilayah, akses pendidikan belum tersedia secara merata, terutama daerah terdepan, terpencil dan tertinggal (3T).

Karena kondisi tersebut, Ikatan Alumni (IKA) UPI Bandung mendorong supaya akses dan pemerataan pendidikan itu diperluas. Salah satunya bisa dengan cara sentralisasi pengelolaan guru agar masalah tersebut bisa teratasi satu per satu.

“Mereka (guru) menghadapi dua kendala sekaligus. Ketiadaan atau keterbatasan biaya (financial constraint) dan kendala geografis, keterjangkauan (geographic constraint),” kata Ketua IKA UPI Bandung Amich Alhumami, Sabtu (4/10/2025).

Amich menjabarkan kesenjangan layanan pendidikan antara lain tercermin pada perbedaan capaian angka partisipasi kasar jenjang SMA/SMK/MA sederajat. Kesenjangan terlihat dari 727 kecamatan yang belum memiliki SMA/SMK/MA, 302 kecamatan belum punya SMP/MTs, dan 29.830 kecamatan belum punya RK/RA/BA.

“Kondisi demikian menggambarkan kesenjangan pendidikan antardaerah yang sangat nyata. Untuk itu, pemerintah perlu memberi perhatian serius dan undang-undang harus memastikan seluruh penduduk usia sekolah dengan beragam latar belakang sosial-ekonomi dan tinggal di wilayah mana pun di Indonesia dapat dipenuhi hak dasarnya untuk memperoleh layanan pendidikan yang bermutu,” ucapnya.

Selain mendukung pemerataan pendidikan, Amich juga mendorong implementasi wajib belajar 13 tahun yang dimulai dari setahun pada fase pra-sekolah. Dia menilai bahwa pendidikan anak usia dini (PAUD) yang merupakan fondasi yang kuat untuk menyiapkan anak-anak usia 4-6 tahun memasuki pendidikan formal.

Amich berpendapat bahwa anak-anak PAUD berada pada periode emas yang sedang mengalami masa tumbuh-kembang. Sehingga, perlu mendapat pengasuhan yang baik dan proses pembelajaran yang mendukung pekembangan kecerdasan kognitif, keterampilan psikomotorik, kecakapan sosial, kematangan mental, dan pemenuhan emotional wellbeing, yang berkontribusi besar dalam pencapaian pembelajaran pada jenjang pendidikan selanjutnya.

“Wajib Belajar 13 tahun penting bagi semua penduduk Indonesia agar makin meningkat kualifikasi pendidikannya sampai menamatkan sekolah menengah. Sehingga terbuka pilihan untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi, atau mungkin langsung bekerja sesuai preferensi masing-masing bila berorientasi untuk memperoleh income: pendapatan,” terangnya.

Demi mendukung seluruh upaya perbaikan pendidikan, Amich mendorong agar otoritas pengelolaan guru dipindahkan ke pemerintah pusat untuk menjamin kualitas tata kelola. Seperti rekrutmen guru, pengangkatan dan penempatan, mobilitas, pembinaan karier, perlindungan
hukum, serta peningkatan kesejahteraan berbasis kinerja.

“Menimbang betapa peran guru sangat sentral dalam peningkatan mutu pendidikan, maka perlu dilakukan restrukturisasi manajemen guru dengan memindahkan kewenangan pengelolaan guru ke pemerintah pusat,” pungkasnya.