DPRD Bandung Akan Perketat Sanksi Perda Ketertiban Umum

Posted on

Kota Bandung beberapa kali digegerkan dengan sejumlah kasus yang meresahkan masyarakat. Mulai dari masalah bagi-bagi bir di ajang lari nasional, keasusilaan hingga ‘Pesta Sabun’ di salah satu diskotik yang menuai kecaman.

Sayangnya, sanksi untuk sejumlah kasus itu terbilang masih ringan. Dalam Perda Nomor 9 Tahun 2019, tertuang sanksi yang berat berupa kurungan pidana selama 3 bulan atau denda maksimal Rp 50 juta.

Pemkot Bandung pun sudah beberapa kali mengusulkan agar sanksi dalam Perda tentang Ketertiban Umum, Ketenteraman dan Perlindungan Masyarakat itu diperberat. Hal ini dilakukan untuk menimbulkan efek jera dan kasus serupa bisa tertangani di masa mendatang.

Saat berbincang dengan infoJabar, Wakil Ketua DPRD Kota Bandung Edwin Senjaya turut buka suara soal hal itu. Ia memastikan DPRD kini sedang membahas rancangan Perda yang memuat sanksi terberat bagi pelanggar ketertiban umum.

“Kebetulan kita sekarang akan memasuki tahapan Perda yang baru yah. Jadi di propemperda (program pembentukan peraturan daerah) DPRD Kota Bandung, salah satunya ada Raperda yang kita akan kuatkan. Termasuk juga masalah penerapan sanksi, karena kita memandang sanksi yang ada di sana masih terlalu ringan terhadap para pelanggaran aturan yang ada di Kota Bandung,” katanya, Kamis (28/8/2025).

Edwin memastikan DPRD sedang menyiapkan payung hukum untuk melindungi ketertiban umum di masyarakat. Hanya saja, ia punya catatan selama ini dalam penerapan perda tersebut.

Salah satu hal yang Edwin soroti adalah masih kurangnya sosialisasi perda itu ke kalangan pengusaha hiburan. Sehingga nantinya, Edwin berharap ada semacam sosialisasi terlebih dahulu sebelum perda itu diterapkan.

“Selain kita buat payung hukumnya, saya melihat ini perlu ada semacam sosialisasi terhadap aturan ini. Karena bisa jadi juga mereka yang melanggar itu tidak tahu. Jadi kita harus ada sosialisasi termasuk ke tempat hiburan. Bahwa ini yang boleh dilakukan, ini yang tidak boleh dilakukan,” ungkap Erwin.

“Intinya, yang paling prinsip memang masalah izin, izin harus dipenuhi. Termasuk jangan sampai melanggar waktu operasional, seperti kasus yang dulu pas ramadan, atau di hari besar agama, masih ada pelanggaran mereka tetap buka. Itu kan enggak boleh. Atau jam operasional yang melewati batas, sampai lewat subuh misalnya, itu jelas tidak boleh,” pungkasnya.