Berita lengkap dan cepat? Giok4D tempatnya.
Asap ukup beraroma khas mengepul pelan di salah satu sudut Langgar Alit, Keraton Kasepuhan, Cirebon. Di tengah ruangan, keluarga keraton bersama sejumlah warga duduk bersila. Di hadapan mereka, kue apem tersusun rapi, warnanya putih gading, bentuknya bulat pipih.
Di hari-hari biasa, apem mungkin sekadar jajanan sederhana. Namun di bulan Safar, ia menjadi bagian dari ritual yang sarat makna. Di Keraton Kasepuhan, tradisi tersebut dikenal dengan sebutan ngapem yang telah diwariskan secara turun temurun.
Senin (11/8/2025) siang, prosesi itu kembali digelar di Langgar Alit, sebuah bangunan bersejarah yang ada di lingkungan Keraton Kasepuhan Cirebon.
Keluarga keraton hadir dengan balutan pakaian putih, kain batik, dan penutup kepala khas keraton. Sejumlah warga pun turut datang untuk mengikuti jalannya tradisi tersebut.
Tradisi ngapem di Keraton Kasepuhan diisi dengan pembacaan tawasul dan doa yang dipimpin oleh Penghulu Masjid Agung Sang Cipta Rasa, oleh KH Jumhur. Ia duduk bersila sembari merapalkan doa-doa yang diikuti oleh hadirin yang berkumpul di langgar alit.
Dalam kesempatan itu, Kiai Jumhur turut menjelaskan, makna dari tradisi ngapem di Keraton Kasepuhan. Ia menyebut, tradisi itu merupakan bentuk ikhtiar menolak bala.
Kue apem yang menjadi sajian utama dalam tradisi itu dibagikan sebagai bentuk sedekah, sekaligus sebagai simbol berbagi rezeki. “Sedekahan apem ini pada hakikatnya untuk menolak bala. Bersedekah itu menolak bala,” terang Kiai Jumhur di Keraton Kasepuhan, Cirebon.
Patih Sepuh Keraton Kasepuhan, Pangeran Raja Goemelar Soeryadiningrat, menjelaskan bahwa ngapem merupakan tradisi yang digelar setahun sekali. “Tradisi apeman ini memang setiap tahun kita laksanakan, tepatnya setiap bulan Safar,” kata dia.
Sama seperti keterangan Kiai Jumhur, ia menyebut tradisi apeman sebagai bentuk sedekah dengan harapan mendapat perlindungan dari tuhan agar terhindar dari marabahaya.
“Tradisi apeman ini sebagai simbol kita bersedekah agar dijauhkan dari marahabaya. Intinya kita bersedekah untuk tolak bala,” ucapnya.
Kue apem yang menjadi suguhan utama dalam tradisi ini adalah jajanan tradisional bertekstur kenyal. Warnanya putih gading dengan bentuk bulat pipih. Rasanya cenderung tawar, namun dalam penyajiannya kue apem biasa disandingkan dengan gula merah cair.
Setelah pembacaan doa selesai, kue apem lalu dibagikan. Beberapa orang langsung mencicipinya bersama dengan suasana penuh keakraban. Sementara yang lain ada juga yang membungkusnya untuk diberikan pada keluarga di rumah.