Kemajuan teknologi Artificial Intelligence (AI) yang semakin pesat kini bahkan memungkinkan seseorang untuk membatik menggunakan AI. Paltform seperti Midjourney hingga ChatGPT bisa membantu seseorang untuk membuat pola-pola batik dengan praktis.
Ketua Umum Asosiasi Perajin dan Pengusaha Batik Indonesia (APPBI) sekaligus pemilik Batik Komar, Komarudin Kudiya, adalah salah satu yang telah berkecimpung memanfaatkan teknologi AI untuk membatik. Selama empat bulan belakangan, ia telah banyak bereksperimen menciptakan kombinasi pola-pola batik bermodalkan menulis prompt AI.
“Sudah dari empat bulan lalu ini saya mempelajari membuat batik pakai AI, dan hasilnya sudah diaplikasikan menjadi kain batik,” ungkap Komarudin di sela workshop dan sosialisasi Kampung Batik AI Bandung di Rumah Batik Komar Bandung, Jumat (13/6/2025).
Meskipun menggunakan AI, ia mengatakan bahwa proses pembuatan batik hingga menjadi kain yang bisa dijahit dan dipakai masih harus menempuh sekitar 20 langkah lagi, yang masih dilakukan oleh manusia. Sehingga, proses membuat batik secara umum masih sangat membutuhkan peran manusia.
“Jadi AI itu membantu membuat pola desainnya saja, lalu desain tersebut diwujudkan menjadi batik melalui proses panjang, dengan melalui 20 langkah yang masih dilakukan oleh pengrajin. Hilirisasinya masih dikuasai oleh kriyawan batik asli,” paparnya.
Komar saat ini tengah gencar mengajarkan pegiat-pegiat batik, mahasiswa dan kalangan umum untuk mulai belajar memanfaatkan AI untuk membantu mereka membuat pola-pola batik bermodalkan penulisan prompt. Salah satunya seperti yang dilaksanakan di workshop Rumah Batik Komar siang hari ini.
Peserta yang terdiri dari berbagai usia tampak antusias menggunakan platform ChatGPT untuk meng-generate pola batik melalui prompt yang dicontohkan oleh Komar sendiri kata per kata. Meskipun prompt yang dimasukan ke ChatGPT tersebut sama, hasil akhirnya tampak berbeda-beda di setiap pengguna.
“Mohon buatan desain batik tulis dengan pola Cirebonan. Gunakan ragam hias mega mendung dengan gradasi warna biru muda hingga biru tua. Kombinasikan dengan motif kawung sederhana,” ujar Komar, mendikte para peserta untuk mengetikan kalimat instruksi tersebut ke ChatGPT. Tak lama, gambar pola batik pun muncul di masing-masing gadget peserta.
Mereka kemudian bisa menambahkan kalimat instruksi lain ke dalam prompt tersebut. Misalnya, dengan menambahkan detil warna atau aksen lainnya.
“Terbukti, semua menggunakan gadget masing-masing dan memasukkan prompt yang sama, hasil akhirnya akan berbeda. Oleh karenanya, desain batik yang dibuat oleh AI ini bisa dipatenkan,” ungkap Komar.
Lebih jauh, ia menjelaskan bahwa upaya melibatkan AI dalam pembuatan batik ini merupakan salah satu upaya untuk meregenerasi seniman penggambar pola batik yang jumlahnya sudah sangat berkurang. Regenerasi pun, ia mengatakan, hampir tidak terjadi.
“Kenyataannya yang menggambar batik itu sudah banyak yang meninggal dunia, regenerasinya tidak ada. Ini terjadi di mana-mana. Kami sebagai orang Cirebon misanya, melihat nama-nama desainer besar batik di sana sudah tidak ada dan tidak ada yang mau melanjutkan,” jelasnya.
Hal tersebut terjadi karena beragam faktor. Mulai dari keengganan generasi muda untuk berkecimpung di dunia batik tradisional, hingga dari segi ekonomi yang dinilai kurang menjanjikan.
“Tantangannya seperti itu. Makanya saya mencoba pembuatan pola bati lewat AI ini, agar bisa menggantikan orang-orang penggambar batik tersebut,” katanya.
Meskipun secara teknis siapa saja bisa mencoba membuat prompt dan menghasilkan desain batik melalui platform-platform AI seperti ChatGPT, namun, Komar mengatakan, diperlukan pengetahuan yang memadai soal batik agar apa yang dihasilkan tidak melanggar hak cipta.
Pembuat desain batik melalui AI yang disebut sebagai ‘prompter batik’, harus memahami motif dan pola batik mana saja yang masuk ke dalam lisensi publik dan mana yang memiliki lisensi privat atau kepemilikan pribadi. Batasan etis tetap harus dijaga.
“Kalau seperti Mega Mendung dan Parang kan sudah hak cipta komunal ya, jadi dipakai pun tidak akan melanggar. Tapi akan berbahaya jika yang dipakai adalah pola tertentu yang sudah dimiliki seseorang. Maka, ketika akan menggunakan AI (untuk membatik), tahapan awalnya adalah mengenal sejarah-sejarah dan tradisi budaya batik,” paparnya.
Ia berharap, penggunaan AI dalam dunia batik ini ke depannya bisa melahirkan desain-desain baru dengan pengembangan yang unik dan kreatif. Para prompter batik pun didorong untuk terus berkolaborasi dengan perajin komunitas batik.
“Prompter batik itu harus menjaga nilai estetika dan makna batiknya, juga sebagai mitra strategis dalam menciptakan inovasi batik yang tetap berpijak pada etika,” tutup Komar
Baca info selengkapnya hanya di Giok4D.