Desa Kaduela yang Beri Harapan Baru bagi Dedeh dan Maman

Posted on

Siang itu, di sebuah ruangan sederhana di kantor BUMDes Arya Kemuning Kaduela, Dedeh (28) tampak sibuk menatap layar komputer. Tangan kanannya bergerak lincah mengatur dokumen, sesekali ia berhenti untuk menjawab pertanyaan dari rekannya.

Di balik kesibukannya sebagai sekretaris desa wisata, tersimpan cerita penuh haru tentang perjuangannya melawan kegagalan dan harapan yang sempat pudar.

Dedeh adalah salah satu warga yang merasakan langsung dampak positif dari hadirnya Desa Wisata Kaduela. Lulus dari salah satu universitas swasta di Cirebon pada tahun 2020, ia sempat bersemangat menatap masa depan. Namun, kenyataan tak semudah rencana. Berbulan-bulan lamaran tak berbalas, dan waktu terus berjalan. Hingga akhirnya, Dedeh berada di titik nyaris menyerah.

“Saya dari lulus kuliah 2020. Sampai masuk sini itu jangka waktunya 10 bulan. Itu sudah melamar kerja di mana-mana. Awal-awal mah masih menikmati, pas 10 bulan sudah sampai frustasi kayak kondisi nganggur kayak gini sampai kapan,” tutur Dedeh saat berbincang dengan infoJabar, Selasa (5/8/2025).

Di tengah masa sulit itulah, peluang datang dari tempat yang tak disangka-desanya sendiri. Ia diajak bergabung sebagai sekretaris di BUMDes. Meski tidak sejalan dengan bidang kuliahnya, Dedeh menerima tawaran itu. Dari sanalah ia mulai belajar banyak hal baru, mulai dari sistem administrasi hingga komunikasi dengan berbagai pihak.

“Karena mulai dari nol. Jadi semuanya belajar dari awal. Saya tanya-tanya ke dinas ke segala macam yang jadi pendamping desa. Jadi paling penting itu komunikasi,” ujar Dedeh sambil tersenyum.

Tidak hanya Dedeh, kisah kepulangan dan perubahan hidup juga dialami oleh Maman (55). Selama lebih dari 30 tahun, ia bekerja di Jakarta, membangun karier di perusahaan swasta sejak lulus SMA. Namun, kerinduan akan kampung halaman dan peluang yang terbuka di desa membuatnya akhirnya memutuskan kembali.

“Dulu saya kerja di luar bekerja di perusahaan swasta di Jakarta selama ada 30 tahun mah. Dari keluar SMA udah kerja di luar. Nah semenjak ada desa wisata, empat tahun lalu diajak pak dirut buat kerja di sini,” tutur Maman.

Baginya, meskipun penghasilan di desa tak sebesar di ibu kota, namun kenyamanan dan kedekatan dengan keluarga tak tergantikan. Terlebih, kebutuhan sehari-hari bisa tercukupi. Istrinya pun ikut terlibat dalam geliat ekonomi desa, berjualan di Telaga Biru Cicerem.

“Selama kerja di sini, alhamdulillah nyaman, deket keluarga. Di Jakarta walaupun penghasilan banyak tapi pengeluaran banyak. Tapi di sini cukup lah buat masa depan kami dan keluarga. Dampaknya sebelum ada desa wisata, kami jual hasil bumi seperti mangga itu keluar. Tapi semenjak ada desa wisata tinggal jual di sini saja. Soalnya Istri juga jualan di sini,” tuturnya.

Cerita Dedeh dan Maman hanyalah dua dari sekian banyak wajah yang mendapat kesempatan kedua di Desa Kaduela. Semua itu tak lepas dari visi besar sang direktur BUMDes, Iim Ibrahim, yang sejak awal ingin membuat desa menjadi tempat yang layak untuk berkarya.

“Mulai terbentuk di tahun 2021. Motivasi awalnya bagaimana masyarakat bisa bekerja di desa. Karena dulu banyak masyarakat yang bekerja di luar desa atau merantau. Awalnya kita sekitar 20 orangan,” tutur Iim Ibrahim.

Kini, jumlah tenaga kerja yang terserap mencapai sekitar 170 orang. Mereka tersebar di berbagai bidang, mulai dari penjaga tiket, petugas kebersihan, juru parkir, staf administrasi, hingga tukang bangunan. Tak hanya memberi pekerjaan, BUMDes juga memberikan perlindungan dengan BPJS dan upah yang sesuai standar UMR.

“Tenaga kerja kita itu sudah tercover BPJS semua. Upahnya standar UMR Kuningan. Tapi ada juga yang memakai sistem terjadwal jadi ada yang harian bulanan. Karena kalau mengcover semuanya kita tidak mampu juga,” jelas Iim.

Tak berhenti di situ, geliat ekonomi juga menyentuh UMKM lokal, terutama di sektor olahan hasil bumi. Lewat kelompok wanita tani, warga desa difasilitasi pelatihan untuk membuat produk seperti keripik pisang, keripik durian, dan wajik. Ada 45 stan UMKM yang kini aktif di area wisata, semuanya dikelola warga dan hanya dikenai iuran kebersihan.

“Kami ada kelompok wanita tani Desa Kaduela. Kami memberikan sedikit pemodelan dan dorongan serta mengadakan pelatihan seperti memproduksi keripik pisang, kripik durian, wajik dan lain-lain seperti itu. Di sini ada 45 stand UMKM. Itupun kami tidak memungut biaya atau sewa, hanya uang kebersihan saja,” ucap Iim.

Melihat dampak besar itu, Iim tak ingin berhenti berinovasi. Ia ingin desa terus bergerak, menciptakan sarana baru, mengembangkan wisata, dan membuka lebih banyak lapangan pekerjaan.

“Terus melakukan inovasi dengan membuat sarana-sarana yang baru. Kayak tahun kemarin kita bangun destinasi wisata baru namanya Side Land Kaduela, bisa buat camping ground, jeep wisata. Alhamdulillah jadinya nggak sepi dan bisa terus membuka lapangan kerja,” pungkasnya.