Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi buka suara terkait kekecewaan sejumlah sekolah swasta atas program Penambahan Akses Pendidikan Sekolah (PAPS) yang disebut-sebut membuat sekolah swasta kesulitan mendapatkan siswa baru pada tahun ajaran 2025/2026.
Polemik muncul setelah pemerintah menambah rombongan belajar (rombel) di berbagai sekolah negeri melalui program PAPS. Kebijakan ini menuai reaksi dari sekolah swasta yang kehilangan calon peserta didik karena banyak siswa mencabut berkas dan beralih ke sekolah negeri.
Menanggapi hal tersebut, Dedi menegaskan keputusan yang diambilnya merupakan bagian dari tanggung jawabnya sebagai kepala daerah. “Yang pertama adalah tugas gubernur itu melindungi rakyatnya agar rakyatnya bisa bersekolah dan saya sudah menunaikan tugas itu dengan berbagai risiko,” ujar Dedi saat diwawancarai, Jumat (11/72025).
Menurut Dedi, pemerintah tetap membuka ruang diskusi dengan sekolah swasta agar pendidikan tetap berjalan beriringan. Ia tidak menutup mata atas tantangan yang kini dihadapi sekolah swasta.
“Kalau ada sekolah-sekolah swasta yang kemudian muridnya mengalami penurunan, kan bisa kita cari jalan lain agar tetap bisa berjalan pendidikan,” imbuhnya.
Dedi juga mengungkap alasan di balik keberaniannya menambah rombel secara besar-besaran tahun ini. Menurutnya, tanpa intervensi tersebut, gejolak sosial akan lebih besar karena tingginya tekanan dari masyarakat.
“Anda kebayang kalau saya tidak ngambil keputusan itu. Apa yang terjadi hari ini, protes terjadi di mana-mana. Di setiap sekolah orang tua siswa berteriak, tidak bisa masuk sekolah. Nanti ada orang yang memboikot mobil masuk ke sekolah, ragam akan terjadi,” tegasnya.
Ia menyebut, inilah kali pertama dalam sejarah penerimaan siswa baru di Jawa Barat berlangsung tanpa kekacauan berarti.
“Hari ini Anda bisa lihat bahwa sepanjang sejarah dulu PPDB sekarang SPMB ya, SPMB baru kali ini penerima siswa baru tidak ada keributan. Tidak ada hiruk-pikuk, tidak ada protes-protes,” katanya.
Dedi bahkan mengingat kembali pengalaman masa lalu ketika sengketa zonasi membuat warga harus mengukur jarak dari rumah ke sekolah dengan meteran. Karenanya, Dedi menegaskan negara harus hadir untuk memastikan setiap warga Jawa Barat mendapatkan akses pendidikan hingga jenjang SMA.
“Dulu sampai ada di Bogor saya ingat betul masih anggota DPR RI, ngukur jalan dari rumah ke sekolah di meter loh, bayangin,” tuturnya.
“Hari ini tidak terjadi karena hari ini negara sudah hadir untuk melindungi warganya agar bisa bersekolah sampai SMA,” pungkasnya.